MOJOK.CO – PP Muhammadiyah tidak mengizinkan kampanye berlangsung di lembaga pendidikan di bawah naungannya. Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) sebenarnya sudah memperbolehkan kampanye berlangsung di lembaga pemerintah dan pendidikan.
Minggu lalu MK memutuskan menerima gugatan terhadap UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Gugatan itu mengarah pada Pasal 280 ayat (1) huruf h mengenai pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
Lolosnya gugatan tersebut menandakan bahwa MK memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan. Namun, peserta pemilu tidak menggunakan atribut kampanye. Adapun Keputusan itu tertuang dalam Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023.
Keputusan MK tentu menjadi perhatian Muhammadiyah. Organisasi Islam tertua di Indonesia itu memiliki lembaga pendidikan yang tersebar ke berbagai daerah di Indonesia. Asal tahu saja, ada 3.334 sekolah dari jenjang SD hingga SMA/SMK yang bernaung di bawah Muhammadiyah. Belum lagi 162 perguruan tinggi yang tersebar di berbagai daerah. Perguruan tinggi itu meliputi 60 universitas, 82 sekolah tinggi, 6 akademi, 9 institusi, dan 5 politeknik.
PP Muhammadiyah tidak mengizinkan kampanye
Menanggapi keputusan MK, PP Muhammadiyah tetap tidak mengizinkan kampanye di lembaga-lembaga pendidikan miliknya. Bahkan, kampanye bisa saja tidak mendapat izin di Universitas Muhammadiyah atau lembaga pendidikan setingkat perguruan tinggi lain. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, mengungkapkan bahwa keputusan MK bisa memicu tarik menarik kepentingan politik di kampus. Ini bisa berdampak buruk terhadap dinamika politik dan kegiatan akademik.
“Walaupun diizinkan, lembaga pendidikan Muhammadiyah akan sangat berhati-hati. Bahkan, mungkin tidak memberikan izin kampanye di kampus,” ujar dia melansir dari keterangan resmi.
Sementara itu Sekretaris PP Muhammadiyah, Muhammad Sayuti, menambahkan, pelarangan itu bukan berarti institusi pendidikan di Muhammadiyah benar-benar bebas dari kegiatan politik. Menurutnya, Muhammadiyah melarang kampanye yang hanya menghadirkan satu peserta pemilu saja.
Menghadirkan satu peserta pemilu saja bisa berarti Muhammadiyah pro atau mendukung terhadap calon tersebut. Padahal, Muhammadiyah itu harus menjaga jarak dari semua parpol maupun calon. Akan tetapi, kalau kegiatannya berbentuk menghadirkan semua peserta pemilu untuk beradu ide dan gagasan dalam sebuah forum, menurutnya itu tidak masalah.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Purnawan Setyo Adi
BACA JUGA Polemik Kampanye Pemilu di Sekolah, Bisa Jadi Potensi Ancaman Kekerasan bagi Anak?
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News