Agama masih menjadi sentimen
Lokasi riset yang berada di Banda Aceh, yang memberlakukan hukum syariah, mungkin menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi hasil riset di atas. Namun, nyatanya, mengaitkan kandidat dengan agama yang dianut cenderung masih dianggap penting oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Khususnya dalam pemilihan Presiden 2024.
Kanal YouTube Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) dalam program “Bedah Politik bersama Saiful Mujani” episode “Politik Identitas Dalam Pilpres 2024” melihat politik identitas, khususnya identitas agama, ternyata masih berlaku di Indonesia.
“Politik identitas adalah politik yang bersandar pada identitas sosial,” jelas Prof. Saiful Mujani dalam kanal tersebut, Kamis (27/7/2023). Di Indonesia, identitas sosial yang dimaksud di antaranya suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA).
Dalam survei nasional yang dijalankan Juli 2023 menunjukkan, masyarakat Indonesia belum cukup inklusif dari sisi agama. Survei nasional itu menunjukkan 50 persen responden akan memiliki calon yang beragama sama. 45 persen lainnya menyatakan perbedaan agama tidak menjadi masalah, dan 5 persen tidak tahu.
“Secara umum, pada dasarnya masyarakat Indonesia cenderung eksklusif secara agama dalam menentukan pilihan politik mereka dalam pemilihan presiden,” jelas dia. Artinya, pemilih cenderung menjatuhkan pilihannya bukan karena calonnya kompeten dan punya rekam jejak baik, tapi karena agamanya sama dengan pemilih.
Padahal idealnya, pilihan seseorang berdasarkan eprtimbangan-pertinagan rasional. Arti rasional adalah sesuatu yang dapat diperdebatkan atau dinilai benar salahnya, SARA tidak bisa diukur benar salahnya.
Penulis: Kenia intan
Editor: Purnawan Setyo Adi