Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Kotak Suara

Apa yang Kita Makan Berpengaruh Pada Krisis Iklim, Kok Bisa Ya?

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
3 Juni 2023
A A
krisis iklim mojok.co

Gusti Nur Asla Shabia saat Berorasi di Sarasehan Bijak Memilih di Fisipol UGM (Ahmad Effendi/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Apa yang kita makan bisa sangat berpengaruh terhadap perubahan iklim. Sistem pangan yang destruktif bisa jadi pemicu kerusakan alam. 

Pernahkah kamu menyangka, kalau perubahan iklim ternyata bisa disebabkan oleh makanan yang kamu konsumsi sehari-sehari?

Pertanyaan ini diajukan Deputi Riset dan Advokasi Food First Information and Action Network (FIAN) Indonesia, Gusti Nur Asla Shabia.

Peneliti isu iklim dan pangan tersebut memaparkan bahwa memang, sistem pangan telah berkontribusi besar dalam terjadinya krisis iklim pada hari ini.

“Mungkin kalau kita berbicara soal krisis iklim, teman-teman akan membayangkan sesuatu yang jauh dari kita,” papar Shabia, dalam orasinya di acara Sarasehan Bijak Memilih di Fisipol UGM, Rabu (31/5/2023).

“Padahal, yang dekat dengan kita; makanan yang kita konsumsi sehari-hari, sebut saja mie instan, punya kontribusi besar dalam mempercepat krisis iklim,” sambungnya.

Sistem pangan berkontribusi pada perubahan iklim

Ditemui Mojok seusai acara, Shabia memaparkan bagaimana makanan berpengaruh pada perubahan iklim. Menurut dia, dalam sistem pangan terdapat proses struktural yang amat panjang dan saling terhubung. Mulai tahap produksi, distribusi, pemrosesan, konsumsi, hingga berakhir jadi sisa-sisa makanan (sampah).

Pada tahap pra-produksi, terdapat kegiatan deforestasi—sekaligus menjadi kontributor terbesar dalam sistem pangan. Deforestasi sendiri merupakan kegiatan menebang pohon atau penggundulan hutan sehingga lahannya dapat dialihgunakan untuk penggunaan nonhutan.

Dalam sistem pangan, deforestasi dialihfungsikan untuk kegiatan pertanian.

Menurut Shabia, kegiatan ini diperkirakan telah berkontribusi atas 15-18 persen emisi gas rumah kaca (GHG).

“Jadi untuk membangun sebuah kegiatan pertanian industrial itu, kita butuh lahan yang sangat luas dan seringkali menebang pohon,” ujarnya.

Ini baru dalam kegiatan pembukaan lahan. Pada tahap berikutnya, seperti pertanian yang menggunakan pupuk pestisida kimia, misalnya, telah menyumbang sekitar 11-15 persen emisi GHG.

Selanjutnya, hasil pertanian ini harus ditransportasikan ke daerah-daerah atau bahkan lintas negara. Ini belum termasuk proses lain seperti pengolahan dan pengemasan, hingga misalnya menjadi mie instan yang kerap kita konsumsi.

Lebih lanjut, proses panjang ini berakhir menjadi sisa-sisa makanan. Fyi, sampah sisa makanan ini bahkan masih berkontribusi sebesar 3-4 persen dalam emisi GHG.

Iklan

“Pangan direduksi sebagai penyumbang emisi dari sisi produksi saja, yang umumnya adalah pertanian. Padahal sistem pangan bukan hanya mengenai produksi, tapi juga bagaimana kita mendistribusikannya, mengonsumsinya, hingga membuang limbahnya,” tukasnya.

Tapi malah dilanggengkan negara

Lebih lanjut, Shabia menuturkan bahwa negara menjadi aktor yang harus bertanggungjawab atas terjadi krisis iklim.

Sebab, pemerintah yang memiliki modal dan kuasa, malah memelihara sistem yang destruktif ini. Misalnya, salah satunya melalui kebijakan food estate yang ia katakan salah arah.

“Niatnya kan food estate itu dibangun untuk mengatasi krisis pangan, tetapi nyatanya ia malah menyebabkan deforestasi 600 hektar di Kalimantan Tengah,” kata Shabia.

Selain menerapkan proyek-proyek yang kontraproduktif, pemerintah juga malah memastikan agar proyek-proyek tersebut mendapat karpet merah. Salah satunya dengan melolosnya UU Cipta Kerja.

Kata Shabia, substansi dari aturan tersebut justru mempermudah izin-izin deforestasi dan kegiatan ekstraktif yang merusak lingkungan lainnya. Bahkan, aturan tersebut juga melanggengkan impunitas dan memberi kekebalan hukum bagi aktor-aktor perusak lingkungan.

“Jadi, ini makin melanggengkan sistem pangan yang merusak tadi, karena negara malah memberi keleluasaan kepada para aktornya melalui aturan ini,” tegasnya.

Shabia juga menyayangkan karena selain permisif terhadap perusak lingkungan, pemerintah  gemar menarasikan “solusi-solusi palsu” untuk mencegah perubahan iklim. Salah satunya, ia menyontohkan, melalui gerakan menanam mangrove.

Menurut sejumlah penelitian, benar mangrove punya kontribusi dalam mengatasi perubahan iklim. Namun, itu skalanya sangat kecil dan akan jadi percuma jika kegiatan perusakan lingkungan tetap dilakukan di mana-mana.

“Tak cukup sampai di situ, karena yang dibutuhkan adalah solusi berbasis HAM di mana seluruh masyarakat dilibatkan secara adil dan partisipatif,” kata Shabia.

“Perlu juga memastikan perlindungan atas produsen pangan berskala kecil dan masyarakat adat, misalnya FPIC [free, prior and informed consent] yang menjamin kalau ada korporasi yang melanggar hak masyarakat adat, ia bisa ditindak,” pungkasnya.

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Benarkah Keluarga Berencana Jadi Solusi dari Perubahan Iklim?

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

 

Terakhir diperbarui pada 25 November 2025 oleh

Tags: krisis iklimkrisis panganPemilu 2024perubahan iklim
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Petani di Gunungkidul, Jogja. MOJOK.CO
Ragam

Temuan Padi BTI yang Hidupi Petani Gunungkidul Jogja, Bibit Padi yang Bisa Ditanam di Lahan Kering

27 Januari 2025
Pabrik Semen, Pracimantoro, Wonogiri.MOJOK.CO
Ragam

Pabrik Semen Mengancam Wonogiri, Bisa Hancurkan Sumber Air dan Bentang Karst

23 Januari 2025
Rasanya Satu Kelompok KKN dengan Anak Caleg, KKN Undip.MOJOK.CO
Kampus

Rasanya Satu Kelompok KKN dengan Anak Caleg, Semua Urusan Jadi Mudah Meski Suasana Bikin Tak Betah

14 Juli 2024
Komeng: Olok-Olok Rakyat Biasa untuk Menertawakan Politik MOJOK.CO
Esai

Komeng Adalah Bentuk Olok-Olok Paling Menohok yang Mewakili Lapisan Masyarakat Biasa untuk Menertawakan Politik

19 Februari 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kisah Kelam Pasar Beringharjo Jogja yang Tak Banyak Orang Tahu MOJOK.CO

Kisah Kelam Pasar Beringharjo Jogja di Masa Lalu yang Tak Banyak Orang Tahu

24 Desember 2025
Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

23 Desember 2025
Pasar Kolaboraya tak sekadar kenduri sehari-dua hari. Tapi pandora, lentera, dan pesan krusial tanpa ndakik-ndakik MOJOK.CO

Kolaboraya Bukan Sekadar Kenduri: Ia Pandora, Lentera, dan Pesan Krusial Warga Sipil Tanpa Ndakik-ndakik

23 Desember 2025
Terpaksa jadi maling, buronan polisi, hingga masuk penjara karena lelah punya orang tua miskin MOJOK.CO

Terpaksa Jadi Maling-Mendekam di Penjara karena Lelah Punya Orang Tua Miskin, Sejak Kecil Hanya Bisa Ngiler ke Hidup Enak Teman Sebaya

22 Desember 2025
Olahraga panahan di MLARC Kudus. MOJOK.CO

Regenerasi Atlet Panahan Terancam Mandek di Ajang Internasional, Legenda “3 Srikandi” Yakin Masih Ada Harapan

23 Desember 2025
Melalui Talent Connect, Dibimbing.id membuat bootcamp yang bukan sekadar acara kumpul-kumpul bertema karier. Tapi sebagai ruang transisi—tempat di mana peserta belajar memahami dunia kerja MOJOK.CO

Talent Connect Dibimbing.id: Saat Networking Tidak Lagi Sekadar Basa-basi Karier

24 Desember 2025

Video Terbaru

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

23 Desember 2025
Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

20 Desember 2025
SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.