MOJOK.CO – Pencalonan Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai calon presiden mendapat goncangan. Beberapa pihak menilai, bahwa pencapresan Anies bisa saja mengalami kegagalan.
Ketua Majelis Syuro Partai Ummat, sekaligus orang yang dekat dengan Anies, yakni Amien Rais, bahkan telah mendeklarasikan dirinya akan mendukung Prabowo Subianto seandainya Anies gagal nyapres.
“Kalau berandai andai very easy to answer, Pak Prabowo is always choice. Kalau tinggal Pak Prabowo dan Pak Ganjar, otomatis kita dukung Pak Prabowo. Sudah tahulah kelemahan dan kelebihannya,” kata Rais dalam pernyataannnya di Youtube Akbar Faisal Uncensored, dikutip Kamis (4/5/2023).
Meski pernyataan Amien Rais sifatnya “what if”, ia mengindikasikan satu hal: bahwa ada kemungkinan Anies bakal benar-benar gagal nyapres.
Klaim tersebut makin dikuatkan oleh mantan kader Partai NasDem, Zulfan Lindan, yang menyebut bahwa ia tak yakin koalisi sepenuh hati mendukung Anies sebagai capres.
“Sampai sekarang, konsisten tidak yakin bahwa piagam itu [Koalisi Perubahan] secara sungguh-sungguh untuk mencapreskan Anies,” ungkap Zulfan.
Meski klaimnya penuh dengan konflik kepentingan, sekali lagi ia mengindikasikan bahwa ada potensi Anies gagal maju sebagai capres pada Pemilu 2024 mendatang.
Lantas, batu sandungan apa saja yang mungkin bisa menggagalkan Anies sebagai capres untuk pemilu mendatang?
Koalisi Perubahan yang terancam bubar
Salah satu faktor yang bikin Anies Gagal nyapres adalah bubarnya koalisi pengusungnya, yakni Koalisi Perubahan. Seperti diketahui, koalisi yang terdiri dari Partai NasDem, PKS, dan Partai Demokrat ini telah memenuh presidential threshold untuk mengajukan calon presiden mereka.
Namun, jika salah satu partai saja hengkang, ambang batas tersebut jadi tidak terpenuhi lagi, sehingga pencalonan Anies hampir dipastikan mengalami kegagalan.
Sejauh ini, koalisi belum sepakat terkait nama yang akan diusung sebagai calon wakil presiden (cawapres) Anies. Meski bergabungnya Partai Demokrat dapat dibaca sebagai penawaran Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai pendamping Anies, Partai NasDem masih menahan diri mengingat elektabilitas AHY yang jalan di tempat.
Semenjak isu koalisi besar lima partai awal bulan lalu, yang diikuti pencapresan Ganjar Pranowo oleh PDIP, banyak parpol melakukan manuver. Beberapa manuver parpol ini, salah satunya, menjadi pemicu dari goyangnya internal Koalisi Perubahan yang akhirnya bisa bikin mereka bubar jalan.
Misalnya, baru-baru ini terjadi pertemuan antara Partai Golkar dan Partai Demokrat. Kendati PKS meyakini pertemuan itu tak akan melemahkan koalisi, tapi sejumlah pihak justru menduga bakal muncul poros baru antara Airlangga Hartarto dan AHY.
Seperti diketahui, Partai Golkar baru saja ditinggal PPP yang merapat ke PDIP. Sementara AHY, butuh kepastian untuk menjadi cawapres.
Pengamat politik Adi Prayitno pun meyakini, karena baik Partai Golkar maupun Partai Demokrat menginginkan ketumnya menjadi kandidat dalam pilpres, pasangan Airlangga-AHY pun berpotensi muncul.
“Ini sangat mungkin (soal pasangan Airlangga-AHY), bakal berlanjut soal kerjasama Golkar dan Demokrat,” jelasnya kepada Kompas, Kamis (4/5/2023).
Alot soal cawapres
Selain koalisi yang masih rapuh, berdebatan soal nama yang bakal mendapingi Anies bisa jadi persoalan lain. Partai Demokrat, sudah dipastikan akan mengajukan AHY sebagai pendamping Anies. PKS baru-baru ini merekomendasikan nama Ahmad Heryawan, dan Partai NasDem secara mengejutkan membicarakan potensi Mahfud MD sebagai cawapres.
Mahfud MD, yang belakangan santer dihubungkan, bahkan sampai mengingatkan jangan sampai koalisi terpecah karena masalah cawapres. Kata Mahfud, koalisi tersebut harusnya tetap terjaga karena sudah punya tiket capres dalam diri Anies.
“Saya sayang sekali, koalisi yang sudah punya tiket seperti Anies ini pecah hanya karena ingin calon pendampingnya dari luar, lalu merusak kekompakan, soliditas,” ujarnya.
Masalah serupa sebenarnya juga pernah disinggung Wakil Ketua Umum Partai NasDem, Ahmad Ali. Menurutnya, masing-masing partai koalisi harus mulai objektif terkait nama cawapres. Dan seandainya mereka masih ngotot soal pendamping Anies, situasi itu hanya bakal mempersulit koalisi.
“Kalau kita ngotot-ngototan koalisi ini nggak akan jadi. Demokrat ngotot AHY, NasDem ngotot umpamanya Khofifah, PKS ngotot siapa. Nanti ngotot-ngototan nggak ada yang jadi kan,” jelas Ali.
Sampai saat ini, nama cawapres Anies pun masih digodok dan tampaknya belum menemui titik terang.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi