MOJOK.CO – Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merilis buku berjudul The President Can Do No Wrong: Pilpres 2024 & Cawe-Cawe Presiden Jokowi (2024). Seperti apa isinya?
Buku yang ia sebut “berisi pandangan pribadi” itu meyinggung banyak hal. Khususnya hal-hal yang berkaitan dengan dugaan keikutsertaan Jokowi di Pilpres 2024. Dalam versi PDF yang diterima Mojok, setidaknya ada lima hal yang SBY sorot dalam buku ini.
Mulai dari pandangannya tentang cawe-cawe Jokowi dalam Pilpres, isu hubungan Jokowi dan Anies Baswedan, hingga upaya kudeta KSP Moeldoko.
Sebagai informasi, buku bersampul merah dan memiliki ketebalan 27 halaman ini tak akan dijual untuk umum. Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Mallarangeng mengatakan buku hanya untuk para kader.
Lantas, seperti apa isinya? Berikut Mojok telah merangkumnya.
#1 Cawe-cawe Jokowi itu ‘tak masalah’
Pertama, SBY menyinggung soal Jokowi akan melakukan cawe-cawe dalam Pilpres 2024. Dalam pengantarnya, mantan orang nomor satu RI ini mengatakan bahwa ada dua jenis cawe-cawe.
Pertama, cawe-cawe dalam hal buruk, dengan sifat destruktifnya yang amat lekat dengan konflik kepentingan. Sementara ada juga cawe-cawe yang baik, dengan sifatnya yang membangun dan punya kepentingan bagi orang banyak.
Menurut pandangan pribadi SBY, apa yang dilakukan Jokowi adalah cawe-cawe yang baik karena semua demi kepentingan bangsa dan negara.
“Jadi, kalau mengatakan bahwa cawe-cawe itu demi kepentingan bangsa dan negara perlulah rakyat Indonesia diyakinkan bahwa cawe-cawe Presiden Jokowi benar-benar demi kepentingan bangsa dan negara,” tulisnya.
#2 Soal Jokowi menghendaki dua pasangan capres-cawapres
Masalah kedua ini masih menyangkut cawe-cawe Jokowi. Kata SBY, menurut sumber yang ia yakini kredibel, Jokowi hanya akan menghendaki dua pasangan capres. Bukan tiga, apalagi empat.
SBY mengaku tak mempermasalahkan jika Jokowi berkehendak demikian. Ia juga bisa menerima jika dalam cawe-cawenya sekalipun Jokowi terang-terangan mau dua pasang capres-cawapres.
“Siapapun di negeri ini, termasuk presiden, tidak dilarang punya kehendak dan harapan,” jelasnya.
Namun, lanjut SBY, yang jadi masalah adalah ketika dalam cawe-cawe dan kehendaknya Jokowi melanggar hukum dan menyalahgunakan jabatannya untuk mencegah pasangan capres ketiga.
“Misalnya, sejumlah pemimpin parpol ‘diancam’, baik langsung maupun tidak langsung, akan diperkarakan secara hukum dan akan masuk ke ranah pengadilan jika mereka tidak menuruti keinginan Pak Jokowi,” ia mencontohkan.
#3 Tak masalah Jokowi tak suka Anies, asalkan…
SBY juga menangkap persepsi publik yang melihat bahwa Jokowi tidak menyukai Anies Baswedan, capres yang diusung Koalisi Perubahan—termasuk Partai Demokrat di dalamnya.
Kata SBY, ia tidak mempermasalahkannya, karena itu hak pribadi Jokowi. Namun, akan jadi masalah apabila cara yang dipakai Jokowi untuk “menjegal” Anies sebagai presiden adalah dengan cara-cara di luar etika dan menyalahgunakan kekuasaan.
“Misalnya, dicari-cari kesalahan Anies Baswedan secara hukum, dan akhirnya dijadikan tersangka atas pelanggaran hukum tertentu.”
#4 Jokowi ‘endorse’ capres tertentu
SBY juga mengomentari sejumlah pemberitaan yang menyebut Jokowi akan “meng-endorse” salah satu capres. Sekali lagi, SBY tak mempermasalahkan itu karena secara hukum itu tidak keliru.
“Yang penting, seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya, jangan sampai sumber daya dan perangkat negara digunakan untuk memenangkan putra-putra beliau itu,” tegasnya, memberikan syarat.
Kalau itu terjadi, lanjutnya, di samping melanggar undang-undang juga membuat Pemilunya tidak adil.
“Tidak adil bagi kandidat yang lain beserta para pemilihnya,” tulis SBY.
#5 Soal Jokowi jadi ‘penentu akhir’
Bagian kelima buku ini membahas pandangan SBY terkait pandangan publik yang menyebut bahwa Jokowi akan menjadi penentu akhir bagi parpol-parpol dalam pilpres mendatang.
“Menurut pengakuan dan pernyataan sejumlah pimpinan partai politik, baik secara terbuka maupun tertutup, Pak Jokowilah yang akan menentukan dan memberikan kata akhir siapa pasangan capres- cawapres yang mesti diusung oleh partai-partai politik itu,” tulis SBY.
Terkait pandangan itu, SBY mengaku tak ada yang perlu dipermasalahkan. Malahan, jika seandainya hal itu benar, ketua-ketua parpol lah yang lebih pantas dikritisi.
“Mengapa mereka mau diperlakukan seperti itu?,” kata SBY.
Bonus: soal kudeta Moeldoko
Selain lima hal di atas yang ia highlight, dalam penutupnya SBY juga membahas soal upaya hukum peninjauan kembali (PK) yang diajukan Moeldoko terhadap putusan MA terkait KLB di Deli Serdang. Ia menilai PK Moeldoko itu mestinya “tak dapat dimenangkan”.
SBY juga menyinggung soal kabar adanya tekanan terhadap MA untuk memenangkan PK Moeldoko. Ia pun mewanti-wanti agar MA tak serta-merta mempercayai hal itu.
“Jika benar memang ada tekanan dari ‘pihak-pihak tertentu atau dari orang kuat’ saya berharap MA tidak serta merta mempercayainya,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi