Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Kilas Sosial

Masjid Syuhada Kotabaru: ‘Hadiah’ dari Republik Sekaligus Simbol Politik

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
21 Agustus 2023
A A
masjid syuhada kotabaru mojok.co

Masjid Syuhada Kotabaru (warta.jogjakota.go.id)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Masjid Syuhada Kotabaru punya sejarah yang panjang. Masjid ini merupakan kenang-kenangan dari pemerintah dan berkembang menjadi rumah bagi aktivisme Islam di Jogja. 

Kata sejarawan Kuntowijoyo, masjid itu mirip dengan terminal bus. Ketika sampai di terminal, orang-orang merasa sampai pada tujuan mereka.

Begitu juga dengan masjid: orang-orang yang datang hanya akan duduk, beribadah, kemudian pergi tanpa pernah berbincang dengan orang lain. Inilah yang bikin dia mengkritik umat Islam karena memaknai masjid sekadar tempat ibadah saja.

Namun, apa yang dikritik Kuntowijoyo itu nyatanya tak ditemui di Masjid Syuhada. Sebab, bangunan megah di Kotabaru, Jogja, ini punya sejarah panjang sebagai menjadi simbol politik sekaligus rumah bagi aktivisme Islam di Jogja. Seperti apa itu?

Hadiah dari republik

Kota Jogja pernah menjadi ibukota negara Indonesia. Setelah proklamasi kemerdekaan, Belanda kembali datang yang bikin stabilitas politik tak kondusif. Demi mengamankan kedaulatan yang terancam, Presiden Sukarno pun memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946.

Setelah melewati rangkaian perang dan diplomasi, akhirnya melalui Konferensi Meja Bundar pada 27 Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia—dan harus angkat kaki dari republik. Sebagai konsekuensinya, maka ibu kota kembali dipindah ke Jakarta.

Namun, sebelum meninggalkan Jogja, tokoh-tokoh pemerintahan pusat mengadakan pertemuan dengan tokoh nasionalis dan Islam di Jogja. Dari hasil pertemuan ini, diputuskan bahwa Kota Jogja berhak mendapatkan “kenang-kenangan dari republik yang mencerminkan perlawanan”.

“Sebab mereka semua sepakat bahwa Jogja memiliki kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan dan revolusi nasional mempertahankan kemerdekaan Indonesia,” tulis sejarawan UNY, Yuanda Zara, dalam penelitiannya berjudul “Syuhada Mosque and its Community in Changing Yogyakarta, 1950s-1980s”, dikutip Jumat (18/8/2023).

Akhirnya, masjid pun dipilih sebagai hadiah bagi Kota Jogja. Kata sejarawan lulusan Leiden University itu, ada dua alasan mengapa para tokoh memilih masjid untuk dibangun.

Pertama, kata Yuanda, sebagai kota yang penduduknya mayoritas beragama muslim, Jogja hanya punya dua masjid besar. Antara lain Masjid Kauman dan Masjid Pakualaman.

Sementara alasan kedua, masyarakat Kotabaru—yang mayoritas muslim—membutuhkan masjid besar untuk melaksanakan salat berjamaah, khususnya Jumatan. Sebab, selama ini mereka tidak memilikinya.

“Mereka biasanya melaksanakan salat Jumat di rumah-rumah penduduk, lapangan rumput, atau bahkan meminjam gereja dari umat Protestan,” jelasnya.

Rumah bagi aktivisme Islam

Diresmikan pada 20 September 1952, kegiatan-kegiatan di Masjid Syuhada Kotabaru pada awalnya memang diarahkan untuk pemeliharaan dan peningkatan keimanan. Namun, seiring dengan perubahan dinamika politik yang terjadi, masjid ini bertransformasi menjadi rumah bagi aktivisme Islam di Jogja.

Berkembangnya gerakan “Kembali ke Masjid” yang dipopulerkan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), tak dimungkiri jadi salah satu faktor pendorongnya.

Iklan

Kala itu, Masjid Syuhada jadi satu di antara masjid-masjid besar nasional lainnya yang remaja masjidnya begitu aktif melakukan dakwah. Strategi dakwah yang mereka pakai mirip dengan metode-metode yang dilakukan masjid-masjid kampus.

Melalui Pendidikan Kader Masjid Syuhada (PKMS), secara aktif mereka merekrut aktivis-aktivis Islam dari kampus-kampus di Jogja untuk dilatih menjadi dai. Upaya ini pun berhasil, karena pada 1960-an Masjid Syuhada berhasil mendapatkan posisi yang dihormati di antara komunitas muslim di Jogja.

Sejak saat itu, Masjid Syuhada pun jadi tempat berkembangnya aktivisme pemuda Islam yang paling berpengaruh di Kota Jogja.

Melawan gerakan komunisme

Pada pertengahan 1950-an, terjadi “perang ideologi” antara Partai Komunis Indonesia (PKI) yang mewakili komunisme dan Partai Masyumi sebagai representasi Islam. Di Jogja sendiri, PKI begitu gencar mengagitasi masyarakat. Salah satunya melalui sayap intelektualnya yang paling aktif, Universitas Rakyat Mataram (UNRA Mataram)—saat itu lokasinya dekat Pasar Ngasem.

Melihat ancaman, pengurus Masjid Syuhada Kotabaru pun mulai memikirkan cara untuk menangkal paham komunisme. Mereka semakin masif mengadakan kuliah subuh, yang materinya terkait ide-ide antikomunisme.

Tak sampai di situ, pada 10 November 1961 pun dibentuk Universitas Rakyat Pendidikan Tinggi Masjid Syuhada (UNRA PTMS) sebagai tandingan UNRA Mataram.

Menurut Yuanda, program-program UNRA PTMS lebih condong ke arah doktrinisasi ideologi alih-alih produksi pengetahuan.

“Tujuan utama universitas ini adalah untuk memperkuat basis islam dan menentang ideologi komunisme,” kata Yuanda.

Maka, tak heran jika pada akhirnya persyaratan lembaga pendidikan tinggi, struktur, dan kurikulum dikesampingkan. Sebab, misi utamanya adalah menjaring massa—agar jadi antikomunis—sebanyak-banyaknya.

“Ketika seseorang ingin mendaftar kuliah, biasanya harus melampirkan ijazah SMA sebagai persyaratan. Namun, di UNRA PTMS tak demikian; karena syaratnya, menurut seorang narasumber, ‘semangat berjihad untuk membela Islam’.”

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Mengenal RAJA Brawijaya, Ospek UB yang Kabarnya Membuat para Maba Pingsan

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

Terakhir diperbarui pada 21 Agustus 2023 oleh

Tags: KotabaruMasjidMasjid di YogyakartaMasjid SyuhadaMasjid Syuhada Kotabaru
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Menemukan kedamaian batin dari rebahan karpet masjid MOJOK.CO
Catatan

Rebahan di Karpet Masjid: Sepele tapi Beri Kedamaian Batin dari Dunia yang Penuh Standar, Tuntutan, dan Mengasingkan

12 November 2025
Bukan Cuma Masjid, Jogokariyan Jogja Ternyata Punya ATM Beras & Wakaf Produktif
Video

Bukan Cuma Masjid, Jogokariyan Jogja Ternyata Punya ATM Beras dan Wakaf Produktif

19 April 2025
Menjemput Rezeki Subuh di Masjid Al Aqsha Klaten.MOJOK.CO
Ragam

Menjemput Rezeki Subuh di Masjid Al Aqsha Klaten

23 Desember 2024
Kelakuan Pengurus Masjid yang Bikin Resah dan Harusnya Niru Masjid Sejuta Pemuda MOJOK.CO
Ragam

5 Tabiat Menjengkelkan Masjid di Indonesia, Pengurusnya Harus Introspeksi karena Sangat Merugikan

20 Agustus 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.