MOJOK.CO – Gubernur Papua Lukas Enembe ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi Rp1 miliar belum lama ini. Hasil penyelidikan menuntun pada dugaan-dugaan lain dengan nilai tidak kalah fantastis.
Lukas Enembe diduga menerima gratifikasi dari seseorang bernama Prijatono Lakka. Prijatono yang diketahui seorang pendeta itu mentransfer uang sebesar Rp1 miliar. Melalui kuasa hukum Roy Rehening, dijelaskan bahwa uang itu merupakan milik pribadi kliennya. Lukas Enembe meminta tolong Prijatono untuk membantu pengadaan perabot rumah pribadi. Roy menekankan, uang itu tidak ada kaitannya dengan proyek APBD Provinsi Papua tahun 2013-2022.
Menanggapi hal ini, Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK) Ali Fikri mengungkapkan, pihaknya memiliki dua alat bukti yang cukup untuk menaikkan perkara di Provinsi Papua itu ke tahap penyidikan. Alat bukti itu diperoleh dari keterangan saksi, ahli, terdakwa, surat, ataupun petunjuk lainnya, sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana.
Pada 7 September 2022, KPK sebenarnya sudah melayangkan surat panggilan kepada Lukas Enembe untuk dilakukan pemeriksaan pada Senin, 12 September 2022 di Mako Brimob Papua. Akan tetapi, Lukas mangkir karena alasan kesehatan. Padahal pemeriksaan di Papua dimaksudkan untuk memudahkan yang bersangkutan memenuhi panggilan.
“Namun, yang bersangkutan tidak hadir memenuhi panggilan tersebut dengan diwakilkan oleh kuasa hukumnya,” kata Ali seperti dikutip dari Antara, Senin (19/9/2022).
Saat ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah memblokir atau membekukan rekening Lukas Enembe sebesar Rp71 miliar. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menambahkan, pembekuan atau penghentian transaksi keuangan dilakukan pada 11 penyedia jasa layanan keuangan, seperti asuransi dan bank.
Dugaan belasan kasus lain
Tidak berhenti pada kasus gratifikasi, PPATK memiliki 12 hasil analisis yang sudah dilaporkan ke KPK. Beberapa hasil yang didapat seperti setoran tunai dan setoran melalui pihak-pihak lain yang nilainya mencapai ratusan miliar rupiah.
Salah satu yang menyita perhatian adalah transaksi berkaitan dengan kasino judi senilai 55 juta dolar AS atau setara Rp560 miliar dalam periode tertentu. Dalam periode yang lebih pendek, didapati juga setoran tunai dengan nilai yang tidak kalah fantastis, mencapai 5 juta dolar. Aktivitas perjudian itu diketahui di dua negara yang berbeda.
Selain transaksi berkaitan dengan perjudian, Lukas juga diduga “bermain-main” dengan dana operasional pimpinan, pengelolaan PON, dan pencucian uang. PPATK juga menemukan pembelian perhiasan berupa jam tangan dari setoran tunai sebesar 55.000 dolar AS.
Belasan hasil temuan itu telah diselidiki oleh BIN, BPK, dan PPATK jauh sebelum tahun politik 2024. Bahkan pada 19 Mei 2021, saat ditemukan10 korupsi besar di Papua, kasus Lukas Enembe salah satunya. Ini otomatis menepis narasi yang beredar bahwa penetapan sebagai tersangka berkaitan dengan rekayasa politik menjelang hajatan pemilu.
Narasi itu tidak dapat dianggap sepele. Seruan menolak penetapan Lukas Enembe sebagai tersangka terus mengalir sejak beberapa hari terakhir. Pada hari ini, Selasa (20/9/2022), masyarakat papua yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Papua juga merencanakan demonstrasi penolakan penetapan Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka.
Kondisi yang kurang kondusif mengurungkan niat KPK untuk melakukan penjemputan paksa terhadap Lukas Enembe. Alexander Marwata menambahkan, pihaknya sudah memerintahkan penyidik untuk memanggil kembali Lukas Enembe dan berharap panggilan kali ini akan dipenuhi.
Sumber: Antara, kompas.com
Penulis: Kenia Intan