Kantor Sri Sultan dikepung
Kendati demikian, Roosa juga mencatat, aksi para perwira militer yang berada di belakang gerakan Yogyakarta berbeda dengan yang di Semarang. Di Yogyakarta, militer pendukung G30S bekerja dalam koordinasi dengan penduduk sipil setempat.
Lekas setelah PKI mengumumkan G30S, massa melakukan aksi demonstrasi dan menduduki jalanan untuk mendukung gerakan tersebut.
Menurut Roosa, Mayor Mulyono sebagai perwira yang bertanggung jawab atas urusan pertahanan sipil, telah berhasil menjalin hubungan erat dengan organisasi-organisasi sipil, seperti PKI. Sehingga, ketika pemberontakan terjadi, ia mendapat dukungan.
Alhasil, ketika para prajurit menculik Brigjen Katamso dan Letkol Sugiyono, massa pemuda dari berbagai organisasi yang berafiliasi dengan PKI ikut melakukan aksi serupa. Mereka mengepung kantor Sultan Yogyakarta, Kepatihan, sebagai tempat kedudukan penguasa sipil.
Meski Sri Sultan HB IX selamat dari kepungan ini, para pemberontak berhasil mengambil alih pemancar RRI Yogyakarta. Mereka pun mulai menyiarkan pernyataan-pernyataan dukungan terhadap G30S pada sekitar pukul delapan malam.
Namun, cerita berbalik begitu cepat. G30S berakhir dalam hitungan jam. Pagi harinya, gerakan ini berhasil tumpas. Di Jogja tentara yang kontra PKI bersama masyarakat melakukan aksi yang kemudian menjadi cerita sejarah. Di mana banyak orang yang dianggap berafiliasi dengan PKI dibunuh dalam skala besar-besaran.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Mengunjungi Lubang Buaya Jogja di Condongcatur, Tempat Dua Jenazah Tentara Ditemukan