MOJOK.CO – Sifat tidak bisa menolak permintaan orang lain, nggak enakan, atau people pleaser harus diakui dapat menyebabkan kelelahan fisik dan mental. Ini bisa mengakibatkan lost sense of self alias kesulitan mengetahui keinginannya sendiri.
Istilah people pleaser merujuk pada sikap tidak bisa menolak permintaan orang lain. Smita Dinakaramani, dosen Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), mengatakan istilah itu sebenarnya pelabelan informal untuk individu yang punya keinginan kuat menyenangkan orang lain.
Ia menjelaskan, people pleaser pada dasarnya adalah hal positif karena punya motif untuk menyenangkan orang lain. Namun, jika melakukannya terus-menerus, ini bisa menyebabkan kelelahan fisik dan mental.
Parahnya lagi, people pleaser juga bisa bikin seseorang sulit mengetahui keinginannya sendiri karena apa pun yang dia lakukan, semuanya tergantung pada orang lain.
“Sikap people pleaser juga bisa berdampak pada hubungan sosial,” jelas Smita, seperti dikutip dari laman ugm.ac.id, Senin (13/2/2023)
“Saat di tempat kerja berusaha baik ke semua orang lalu sampai rumah sudah capek fisik mental. Kalau tidak pandai mengelola emosi akhirnya mudah marah pada anggota keluarga,” lanjutnya.
Apa yang bikin orang jadi people pleaser?
Smita menuturkan ciri seorang people pleaser adalah memprioritaskan kepentingan ataupun perasaan orang lain daripada dirinya sendiri. Orang lain bisa dengan mudah memanfaatkan sikap ini. Apa yang sebenarnya bikin seseorang menjadi people pleasure?
Pertama, faktor yang umum terjadi adalah karena kepercayaan diri rendah. Menurut Smita, orang dengan kepercayaan diri rendah akan menganggap bahwa perasaan dan pendapatnya bukan hal yang penting.
“Orang-orang dengan kepercayaan diri rendah kalau mengatakan ‘yes’ [menerima] bakal merasa jadi berguna, tetapi jika menyatakan ‘no’ jadi merasa tidak berguna,” jelasnya.
Kedua, karena takut berkonflik. Seorang people pleaser biasanya akan terus berusaha menyamakan pendapatnya dengan orang lain agar tidak terjadi konflik. Mereka, bahkan akan melakukan effort lebih agar agar orang lain menyukainya.
“Semua motifnya ya agar semua suka,” tegasnya.
Sedangkan yang ketiga adalah faktor budaya. Menurut Smita, budaya juga menjadi pendorong orang menjadi people pleaser.
Sebagai contoh, suatu negara yang punya nilai untuk memprioritaskan kebutuhan orang lain di atas diri sendiri, akan turut mempengaruhi masyarakat di dalamnya.
Gimana sih biar tidak jadi people pleaser?
Smita juga membeberkan beberapa tips agar seseorang dapat berhenti menjadi people pleaser. Antara lain:
#1 Tanamkan pola pikir menjaga diri sendiri
Menurut Smita, dengan menanamkan pola pikir menjaga diri sendiri dapat membantu kita berhenti jadi seorang people pleaser. Mengutamakan diri sendiri, katanya, tidak lantas bikin kita jadi egois karena kebahagiaan orang lain sejatinya memang bukan tanggung jawab utama dan hal ini tidak boleh dijadikan sebagai beban.
#2 Tanamkan pola pikir “tidak semua orang bakal menyukai kita”
Penting untuk berpikir bahwa tidak semua orang akan menyukai kita. Ini perlu dilakukan agar seseorang tidak memaksakan diri terus menerus meminta validasi agar disukai orang lain, sebab akan berujung kelelahan fisik dan mental. Pola pikir semacam ini bisa menghindarkan diri dari kecendrungan people pleaser.
#3 Buat batasan dan pahami konflik
Menurut Smita, penting untuk bisa membuat batasan diri dalam menolong orang lain agar seseorang dapat mengenali kemampuan diri dan sejauh mana bantuan yang bisa diberikan. Selain itu, perlu juga berpikir bahwa konflik tidak selamanya buruk. Dengan demikian, mulailah berani mengutarakan pendapat yang berbeda dan jangan takut konflik, karena dengan komunikasi sehat dan dua arah justru bisa meningkatkan hubungan.
#4 Belajar bilang “tidak”
Penting untuk menahan diri untuk tidak spontan menerima permintaan orang lain. Ambil waktu untuk berpikir, seberapa penting persoalan dan apakah kita bisa membantu. Belajar berkata “tidak”. Menurut Smita, menolak sesuatu yang tidak sesuai keinginan dan perasaan bukan berarti kita orang yang buruk. Itu juga bukan berarti kita akan menjatuhkan orang lain.
“Belajar pelan-pelan, coba sampaikan pendapat yang kita inginkan dahulu dan baru setelah itu menolak,” paparnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi