Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Kilas

Mempelajari Hidup dari Nama-nama Jalan Sepanjang Sumbu Filosofi Jogja

Kenia Intan oleh Kenia Intan
25 September 2023
A A
Sumbu Filosofi Jogja MOJOK

Sumbu Filosofi Jogja (keratonjogja.id)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Belum lama ini UNESCO menetapkan Sumbu Filosofi Jogja menjadi warisan dunia. Segala sesuatu yang ada dalam garis imajiner itu ternyata memiliki makna filosofis, termasuk jalan-jalan yang menghubungkannya.

Sumbu Filosofi adalah konsep tata ruang yang dibuat Raja Pertama Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono I, sekitar abad ke-18. Konsep tata ruang ini berupa struktur jalan lurus yang membentang antara antara Panggung Krapyak di sebelah selatan, Kraton Yogyakarta, dan Tugu Yogyakarta di sebelah utara. Pembentukan tata ruang ini berdasar konsepsi Jawa.

Jalan lurus menggambarkan perjalanan hidup manusia berdasar konsepsi Sangkan Paraning Dumadi. Perjalanan dari Panggung Krapyak ke Keraton mewakili filosofi sangkan (asal) dan proses pendewasaan manusia. Sementara perjalanan dari Tugu Golong Gilig menuju ke keraton mewakili filosofi paran (tujuan). Perjalanan manusia menuju penciptanya.

Nama jalan sepanjang Sumbu Filosofi

Nah, di antara Tugu Golong Gilig ke Keraton ada beberapa jalan yang saling terhubung. Dari sisi paling utara ke selatan ada Jalan Margo Utomo, Jalan Malioboro, Jalan Margo Mulyo, dan Jalan Pangurakan.

Beberapa jalan dalam sumbu filosofi itu sebelumnya pernah menyandang nama lain. Jalan Margo Utomo pernah bernama Jalan Pangeran Mangkubumi. Sementara, Jalan Marga Mulyo pernah bernama Jalan Ahmad Yani. Paling ujung, Jalan Pangurakan pernah bernama Jalan Trikora A. Di antara jalan-jalan yang membentang di Sumbu Filosofi Jogja, hanya Jalan Malioboro yang sejak dahulu hingga sekarang bertahan.

Pada 2013, Sri Sultan HB X mengembalikan nama-nama jalan itu sesuai dengan aslinya. Sri Sultan HB X mengungkapkan, perubahan nama itu bukan berarti tidak menghargai pahlawan-pahlawan yang dijadikan nama jalan. Pengembalian ke nama asli untuk kembali mengingat bahwa Jogja merupakan Kota Cagar Budaya.

Menilik sejarahnya, jalan yang membentang antara Tugu Golong Gilig ke Keraton Jogja tidak lepas dari nilai-nilai penting kehidupan. Nilai filosofis itu berkaitan dengan Sumbu Filosofi Jogja antara Tugu Golong Gilig hingga Keraton Jogja yang menggambarkan tujuan atau paran.

Nama dan maknanya

Filosofi tujuan atau paran berawal dari Tugu Golong Gilig. Tugu ini berarti golongan cipta, rasa, lan karsa untuk menghadap Sang Khalik. Artinya, tugu ini hendak mengingatkan untuk menyatukan seluruh kehendak untuk menghadap Sang Pencipta. Demi mencapai itu, manusia perlu meninggalkan hal-hal buruk.

Dari Tugu Golong Gilig ke arah selatan ada Jalan Marga Utomo. Jalan ini bermakna menuju keutamaan. Setelahnya ada Jalan Malioboro yang berarti penggunaan obor sebagai penerang. Maksud penerang di sini  adalah para wali, manusia diharapkan mengikuti ajaran wali dan menjadi penerang kehidupan bagi lainnya.

Setelah Jalan Malioboro, ada Jalan Margo Mulyo yang berarti jalan menuju kemuliaan. Demi menuju ke sana, manusia harus mengusir nafsu-nafsu (ngurak) yang ada dalam hidup. Oleh karena itu terbentuklah Jalan Pangurakan yang berada paling dekat dengan alun-alun. Godaan-godaan duniawi  dalam Sumbu Filosofi Jogja digambarkan dengan Kompleks Kepatihan dan Pasar Beringharjo

Di zaman dahulu, pohon asam (asem) dan pohon gayam di sepanjang Jalan Margo Utomo hingga Jalan Margo Mulyo. Pohon asam melambangkan sengsem (ketertarikan). Pohon Gayam melambangkan ayom (ketenangan). Harapannya, orang yang melewati jalan itu akan merasa senang atau tertaik dan tenang atau nyaman.

Sebenarnya konsepsi paran berlanjut terus ke selatan melewati Alun-alun Utara dan bagian-bagian dalam kompleks Keraton. Ujungnya atau akhirnya berada di halaman Kedhaton yang ditanami jambu klampok arum (Syzygium jambos), dan kantil (Magnolia champaca). Tumbuh-tumbuhan itu berarti bahwa manusia harus selalu ingat berbuat baik.

Konsepsi paran berakhir di situ. Namun poros antara Tugu Golong Gilig, Keraton, dan Panggung Krapyak tidak hanya memiliki makna tunggal. Bagi Raja Keraton Jogja, poros ini memiliki makna berbeda. Arahnya bukan dari Tugu ke Keraton, tetapi sebaliknya. Begitu juga pada garis imajiner antara keraton menuju Panggung Krapyak.

Penulis: Kenia Intan
Editor: Agung purwandono

Iklan

BACA JUGA Di Balik Status Warisan Dunia: Mereka yang Tergusur karena Sumbu Filosofi
Cek berita dan artikel lainnya di Google News

Terakhir diperbarui pada 25 September 2023 oleh

Tags: jalanKeratonsumbu filosofi
Kenia Intan

Kenia Intan

Content Writer Mojok.co

Artikel Terkait

Jalan Kaliurang, Jalan Paling Tidak Ramah Pejalan Kaki Mojok.cp
Pojokan

Jalan Kaliurang, Jalan Paling Tidak Ramah Pejalan Kaki 

4 Oktober 2025
tukang becak, jogja.MOJOK.CO
Ragam

Jogja (Nggak) Istimewa karena Ada Banyak Lansia yang Makan, Tidur, dan Mati di dalam Becaknya

18 Februari 2025
PKL Malioboro Dipermainkan, Diadu dengan Sesama Rakyat Jogja MOJOK.CO
Esai

Duka di Sumbu Filosofi: Jerit Pilu PKL Malioboro yang Dipermainkan dan Diadu dengan Sesama Rakyat Jogja Hanya Demi Sebuah Kepastian

8 Februari 2025
Jogja Pusat Semesta? Pantas Dunia Ini Banyak Masalah MOJOK.CO
Esai

Jogja Adalah Pusat Alam Semesta? Pantas Dunia Ini Ruwet dan Banyak Masalah

29 Januari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.