MOJOK.COÂ – KPK kembali datang ke Yogyakarta. Kali ini Wakil Ketua KPK RI, Nurul Guhfron menemui Gubernur DIY, Sri Sultan HB X dan bupati serta pj wali kota di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Kamis (30/06/2022).
Dalam pertemuan tersebut, Nurul menyinggung kasus dugaan suap yang menimpa mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti dan sejumlah pejabat di Kota Yogyakarta. KPK memastikan akan terus mengembangkan penyelidikan kasus tersebut.
“Sejauh ini KPK selalu mengembangkan [kasus suap haryadi suyuti] pada dugaan tindak pidana lainnya, tidak hanya suap saja,” paparnya.
Nurul menyatakan, Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Haryadi Suyuti dan enam pejabat serta pihak swasta lainnya pada 2 Juni 2022 lalu hanya menjadi pintu masuk untuk penyelidikan selanjutnya. KPK akan terus melakukan penyelidikan atas kemungkinan-kemungkinan adanya gratifikasi atau pemerasan dan tindakan melawan hukum lainnya dari Haryadi dkk.
Sebab munculnya kasus Haryadi Suyuti yang berkaitan erat dengan pemberian izin hotel disebut Nurul merupakan pelanggaran hukum. Bahkan Haryadi disebut melakukan berbagai ketentuan perundang-undangan dalam pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB)Â Apartemen Royal Kedhaton di Kementerian Lor.
Padahal Perda yang mengatur perizinan, khususnya hotel di Yogyakarta sudah sangat limitatif, jelas dan pasti. Namun masih saja Haryadi Suyuti dan sejumlah pejabat lain mencari celah untuk melakukan tindakan korupsi.
“Kasus [haryadi] menunjukkan ada ketentuan peraturan perundang-undangan yang diterabas. Rekomendasi dari Kementerian PUPR pun diabaikan,” tandasnya.
Karenanya kedatangan KPK kali ini ke DIY dalam rangka mengingatkan para pejabat negara untuk tidak melakukan korupsi. Para kepala daerah dan pejabat lainnya harus mengedepankan penyelenggaraan pelayanan publik maupun tata keuangan daerah secara benar.
“Kami berharap pencegahan kami keliling ke setiap daerah, kami harapkan tidak ada korupsi, pelayanan semakin profesional, anti suap, baik dalam penyelenggaraan pelayanan publik maupun tata keuangan daerah berupa barang milik daerah maupun potensi pendapatan daerah,” ungkapnya.
Sementara Sri Sultan mengatakan, sejak diangkat sebagai wali kota/bupati, para pejabat harus menandatangani pakta integritas. Namun Haryadi Suyuti melanggar komitmen tersebut.
“Pelaku [korupsi] itu sudah menandatangani kesepakatan untuk tidak menyalahgunakan [wewenang] dan korupsi, dia sudah bersumpah juga waktu diangkat [wali kota]. Jadi itu jangan dikhianati, itu saja. Begitu dikhianati ya berhadapan dengan hukum,” imbuhnya.
Untuk itu Sri Sultan tidak akan melakukan apapun pada Haryadi Suyuti dan tersangka lainnya. Termasuk memberikan bantuan hukum kepada mereka.
“Saya sebagai gubernur punya tugas membina ASN tapi kalau [mereka] menyalahgunakan dan melakukan tindakan pidana yang melanggar hukum ya sudah itu konsekuensinya mereka sendiri,” tandasnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Purnawan Setyo Adi