MOJOK.CO – ICW ingatkan potensi kebohongan publik dalam kasus Harun Masiku dari laporan ‘Tempo’. Firli Bahuri ogah komentari.
Munculnya informasi dari Tempo soal keberadaan DPO Harun Masiku yang masih di Indonesia ketika OTT Wahyu Setiawan (Komisioner KPU), membuat banyak pihak mempertanyakan komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Wahyu Setiawan kena OTT pada Rabu, 8 Januari 2020 dengan barang bukti Rp600 juta dari total uang suap Rp900 juta. Uang suap ini diduga diberikan ke Komisioner KPU ini untuk kepentingan Harun Masiku, politisi PDIP.
Salah satu yang gemas dengan dugaan Harun Masiku belum ke luar negeri ketika OTT masih berlangsung adalah Indonesia Corruption Watch (ICW). Kurnia Ramadhana, peneliti ICW meminta KPK segera bereaksi dengan temuan ini dan tidak cuma pasif saja.
“Ini kan, kalau benar, ada upaya untuk menghalangi proses hukum dalam konteks penyidikan yang sedang dilakukan oleh KPK. Ada instrumen hukumnya dalam UU Tipikor kita Pasal 21. Tegas sekali menyebutkan obstruction of justice,” kata Kurnia.
Walaupun masih berupa dugaan, namun munculnya sosok Harun Masiku di rekaman CCTV Bandara-Soekarno Hatta dari Singapura pada 7 Januari 2020 tidak boleh dibiarkan begitu saja.
Apalagi, Kementerian Hukum dan HAM buru-buru menyatakan bahwa yang bersangkutan sudah kabur ke luar negeri, padahal saat hari-H OTT, Harun diduga kuat masih di Indonesia.
“Jadi kan selama ini Kementerian Hukum dan HAM mengatakan Harun di luar negeri. Sementara otoritas yang harusnya lebih tahu soal keberadaan yang bersangkutan apalagi melalui lalu Lalang penerbangan internasional kan Kemenkumhan, Ditjen Imigrasi,” kata Kurnia.
Oleh karena itu, Kurnia merasa temuan dari Tempo ini bisa jadi bahan penyelidikan lanjutan.
“Soal temuan Tempo itu menarik. Saya rasa kalau menjadi sebuah kebenaran, tidak ada alasan apapun dari Presiden Jokowi untuk tidak menegur instansi terkait yang telah melakukan kebohongan publik,” tambah Kurnia.
Kemenkumham bagian imigrasi memang sebelumnya menyatakan bahwa DPO Harun Masiku telah ke luar negeri pada 6 Januari 2020. Hanya saja Kemenkumham tidak mengabarkan kalau yang bersangkutan sudah balik ke Indonesia pada 7 Januari 2020.
“Iya, tercatat dalam data perlintasan keluar Indonesia tanggal 6 Januari,” kata Arvin Gumilang, Kahumas Direktorat Jenderal Imigrasi.
Ketua KPK sendiri, Firli Bahuri, secara tersirat ogah menanggapi informasi yang ditemukan oleh Tempo ini. Dengan nada tak simpatik, Firli meminta untuk beberapa pihak yang penasaran dengan kasus ini bisa tanya ke Tempo saja.
“Saya nggak ingin mengomentari pendapat Tempo. Silahkan tanya pada Tempo,” kata Firli Bahuri.
Di sisi lain, Firli pun cenderung tidak terbuka dalam kasus ini. Seperti ketika Firli ditanya mengenai koordinasi dengan maskapai penerbangan yang dipakai Harun Masiku untuk kabur ke luar negeri.
“Maaf, itu teknis. Itu kewenangan penyidik. Saya nggak mau komentari,” kata Firli Bahuri dengan tegas.
Melihat temuan Tempo yang jauh lebih unggul dari penegak hukum di Indonesia, barangkali ada baiknya Firli Bahuri magang di Tempo saja—khusus di desk liputan investigasi.
Soalnya temuan penegak hukum yang digaji pakai anggaran negara masa iya, bisa kalah sama liputan investigasi yang dibayari swasta. Benar-benar kejadian yang ajaib. (DAF)
BACA JUGA Penyidik KPK untuk Kasus Harun Masiku Diganti atau tulisan rubrik KILAS lainnya.