MOJOK.CO – Pasca-gempa bumi di Cianjur, Jawa Barat, masyarakat DIY perlu mewaspadai gempa bumi serupa. Sebab DIY dikenal memiliki riwayat kegempaan yang tinggi.
Apalagi gempa bumi di Cianjur diduga terjadi akibat aktivitas sesar Cimandiri. Sementara di DIY, bermunculan beberapa sesar baru. Peneliti Fakultas Geografi UGM menyebutkan, di DIY tercatat ada beberapa sesar seperti Opak, Subduksi, Progo, Dengkeng, dan Oya.
Sesar Opak bahkan sudah aktif sejak 2006 dan secara konsisten memproduksi gempa meski kecil. Sesar ini membentuk zona yang cukup lebar dari arah Parangtritis hingga ke Prambanan dan melewati Pleret serta Piyungan.
“Jogja juga perlu waspada karena daerah rawan gempa dan korbannya jauh lebih banyak dari gempa-gempa yang pernah terjadi,” papar Dekan Fakultas Geografi UGM, Danang Sri Hadmoko dalam diskusi gemba bumi di UGM, Selasa (29/11/2022).
Menurut Danang, kewaspadaan sangat penting karena pada 2006 silam, korban jiwa akibat gempa di Bantul jauh lebih besar dari gempa di Cianjur. Tidak hanya 70 ribu lebih rumah mengalami rusak berat, namun 4.143 orang meninggal dunia akibat gempa 5,9 SR tersebut.
Kewaspadaan tersebut terlebih sangat penting di musim hujan saat ini. Gempa bumi yang terjadi bisa mengakibatkan terjadinya pergeseran tanah dan longsor saat hujan besar turun.
Masyarakat perlu mendapatkan edukasi secara terus menerus akan mitigasi bencana. Masyarakat diminta membangun rumah tahan gempa karena bencana gempa bumi tidak bisa dikendalikan laiknya bencana-bencana lainnya.
Adaptasi dari masyarakat sangat dibutuhkan agar tidak semakin banyak korban akibat gempa bumi. Diantaranya standar Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tahan gempa yang perlu ditaati.
“Rumah itu menjadi tempat aman untuk bernaung, atau sebaliknya menjadi mesin pembunuh bagi orang yang tinggal didalamnya. Karenanya perlu edukasi rumah tahan gempa,” ungkapnya.
Untuk mengantisipasi kerugian yang diakibatkan gempa bumi di DIY maupun daerah lain yang rawan gempa bumi, UGM sudah mengembangkan berbagai teknologi. Diantaranya Fakultas Teknik UGM yang melakukan pemantauan GPS Diferensial setiap hari.
Fakultas Geografi juga mengembangkan pemanfaatan citra radar atau satelit. Pemantauan deformasi tanah dengan citra radar dilakukan sebelum dan sesudah gempa bumi.
“Jadi kita tahu seberapa besar sih pergeseran horisontal dan vertikal tanah akibat gempa. Teknologi ini sangat murah dan citra satelitnya pun gratis dengan resolusi tinggi,” jelasnya.
Sebelumnya Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, Biwara Yuswantana mengungkapkan peta kawasan rawan gempa di wilayah DIY diperkirakan akan meluas. Indikasi tiga sesar seperti Progo, Dengkeng, dan Oya yang masih relatif baru membuat Pemda DIY belum mendapatkan data detail terkait dengan potensi dampak dari ketiga sesar baru ini.
“Namun saat ini tiga sesar aktif menjadi salah satu pemicu terjadinya gempa belum dipetakan,” imbuhnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Purnawan Setyo Adi