MOJOK.CO – Apa yang dianggap bencana bagi kita bisa jadi merupakan kabar baik bagi yang lain. Apa yang tidak penting bagi kita bisa jadi penting bagi yang lain. Apa yang tidak penting bagi manusia, jadi persoalan hidup dan mati bagi dia, si Burung India.
Syahdan, suatu hari diceritakan ada seorang pedagang kaya membeli seekor burung yang berasal dari India dari sebuah pasar di kotanya. Pedagang ini begitu tertarik dengan bentuk dan warna burung ini sejak awal. Setelah membeli burung tersebut ia segera membawa pulang dan menaruhnya dalam sebuah sangkar yang indah. Sejak memilikinya pedagang tersebut merasa burung ini telah menjadi bagian yang menghiasi dan mewarnai aktivitas rumahnya sehari-hari.
Suatu hari si pedagang hendak bepergian ke negeri India untuk keperluan dagang. Sebelum berangkat, ia sempat menanyai burungnya, “Hai burung, Aku tahu kau dari India. Aku kabarkan padamu, besok aku hendak pergi berdagang ke negeri India. Apakah kau punya permintaan atau titipan untukku? Jika mungkin aku memenuhinya, aku akan membawakannya untukmu,” tanya si pedagang pada burung.
“Aku mohon, aku meminta padamu lepaskan aku dari sangkar yang mengurungku ini. Itulah permintaanku,” jawab si burung.
“Tidak bisa. Aku tak bisa melepaskanmu. Aku membelimu dengan harga mahal. Kau sudah menjadi barang milikku,” timpal si pedagang.
“Baiklah jika kau tak mau menuruti permintaanku,” kata burung menimpali lagi. “Tapi jika permintaan kedua ini kau penuhi aku akan sangat senang.”
“Baiklah, apa permintaanmu?” jawab pedagang.
“Tolong jika kau telah mencapai Negeri India, pergilah ke sebuah hutan di India, kabarkanlah kepada saudara-saudaraku maupun teman-temanku bahwa saat ini aku berada dalam sebuah sangkar yang kau miliki. Melalui kabar ini aku berharap mereka tidak gelisah mencariku lagi. Itu permintaanku.”
“Baiklah, aku akan berusaha memenuhi permintaanmu kali ini,” pungkas si pedagang.
Si pedagang akhirnya berlayar menuju India. Setelah sampai di negeri itu dan setelah menyeleseikan urusannya, ia berjalan-berjalan di sebuah hutan kota negeri itu dan berharap dapat bertemu dengan burung-burung yang bulu dan bentuknya serupa burung yang dimilikinya di rumah.
Tak disangka-sangka, saat baru memasuki beberapa puluh meter ke dalam hutan, ia melihat sekawanan burung hinggap di sebuah dahan pohon tepat di atas kepalanya. Ia melihat burung tersebut mirip dengan burung yang ada di rumahnya. “Ini mungkin saudara maupun teman-teman burungku di rumahku,” batinnya berkata. Ia segera saja berkata pada sekawanan burung di atasnya tersebut,
“Wahai burung, aku ingin menyampaikan pesan dari saudaramu yang saat ini berada di rumahku. Ia berpesan agar menyampaikan kabar kepada kalian bahwa saat ini saudaramu terkurung di dalam sangkar rumahku. Jangan mencarinya, karena saat ini saudaramu telah menjadi milikku,” kata si pedagang.
Mendengar kabar dari si pedagang tentang saudaranya, salah satu burung tiba-tiba pingsan dan jatuh mengenai kaki si pedagang. Si pedagang membolak-balik si burung, dan ia mengiranya telah mati. Dalam hati si pedagang, mungkin burung ini kaget mendengar kabar dari saudaranya yang terpenjara dalam sebuah sangkar. Ia tak ambil pusing atas kejadian ini. Yang penting ia telah menyampaikan pesan burung miliknya kepada saudara-saudaranya. Ia lalu memutuskan berlayar kembali dan pulang ke rumahnya.
Sesampai di rumah, segera saja si burung menanyakan kepada si pedagang apakah ia membawa kabar baik dari saudara-saudara maupun teman-temannya.
“Tidak ada,” kata si pedagang.
“Malah sebaliknya. Ini kabar buruk. Salah satu saudaramu kaget dan jatuh mati tepat di kakiku, saat mendengar kabar tentangmu yang saat ini terkurung dalam sangkar,” jawab si pedagang malas.
Mendengar kabar dari tuannya, burung yang ada di sangkar pun tiba-tiba pingsan dan jatuh di dasar sangkar. Si pedagang kaget. Ia memeriksa burung tersebut. Ia berpikiran jika si burung India ini kaget dan mati seketika mendengar kabar saudaranya yang mati di India.
Si pedagang sedih. Ia lalu menggotong burung ini dan menempatkannya di bibir jendela. Namun tiba-tiba saja burung ini segera terbang dan hinggap di salah satu pohon di dekat jendela. Ia merasa telah berhasil terlepas dari sangkar yang memenjarakan kebebasannya. Burung ini dengan perasaan lega berkata pada tuannya,
“Sekarang kau perlu tahu, wahai pedagang egois,” kata si burung, “Apa yang kau anggap bencana bagimu bisa jadi merupakan kabar baik bagi yang lain. Apa yang tidak penting bagimu bisa jadi penting bagi yang lain. Selama kau hidup dalam tempurung sudut pandang dirimu sendiri selamanya juga kau tidak akan bisa berbelas kasih kepada penderitaan yang lain. Dan itulah yang akan menjadi bencana bagimu. Sebenarnya kebebasanku bisa kuraih sekarang karena berasal dari pesan yang barusan kausampaikan, hai penangkapku!”
Dan si burungpun terbang menjauh dari rumah pedagang itu.
Dinukil, disadur, dan dikembangkan dari Idries Shah, “Tale of Dervish”, E.P Dutton & Co., New York, 1969.
Baca edisi sebelumnya: Makna Hidup Setia Menunggumu di Depan, Asal Kau Terus Berjalan dan artikel kolom Hikayat lainnya.