Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Untung Saja Imbauan Menyanyikan Lagu Indonesia Raya Dicabut

Kusmartono Aji oleh Kusmartono Aji
2 Februari 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Imbauan menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum nonton bioskop sempat bikin geger. Untung saja, imbauannya sudah dicabut.

Meski imbauan Menpora untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum pemutaran film sudah dibatalkan, namun hal ini masih renyah untuk dibahas karena sudah bikin geger khalayak ramai. Meski menurut saya, nggak perlu lah sampai geger gitu. Maksudnya, mbok ya, didukung saja kegiatan ini. Toh, nggak ada ruginya jika dibandingkan kalian menghabiskan waktu menonton iklan sebelum film diputar yang kadang-kadang bisa diulang sampai 2-3 kali—seperti déjà vu padahal bukan.

Waktu saya tinggal di Thailand beberapa bulan lalu, saya juga sempat gegar budaya. Di Thailand, setiap pagi dan sore hari, di tempat-tempat umum berpelantang suara, pasti diputar lagu kebangsaan mereka alias lagu wajib anthem nasional yang berjudul Phleng Chāt Thai—untuk info lebih jelas mengenai lagu ini, sana cari sendiri. Jangan tahunya cuma lagu wik wik wik aja.

Lalu, apa yang orang-orang lakukan saat lagunya diputar? Untuk yang nasionalis, jelas mereka akan berhenti berkegiatan. Berdiri tegap sambil ikut melantunkan nada-nada kebanggaannya itu. Sementara untuk yang semi nasionalis, ya mereka berdiri juga. Tapi tidak terlalu tegap, cenderung malas-malasan dengan tatapan mata entah ke mana. Yang tidak nasionalis, juga ada. Biasanya mereka melipir ke pinggir atau duduk saja di tempatnya. Asal tidak lari-larian, maka tidak akan ada masalah berarti.

Saya sendiri sempat kaget waktu pertama kali dengar lagu itu sayup-sayup di sebuah taman. Semua orang tiba-tiba berdiri diam dan komat-kamit mengikuti lirik dan nada lagunya. Saya pikir pengumuman, eh, ternyata lagu kebangsaan sedang diputar.

Begitu juga sebelum film di bioskop dimainkan. Selain iklan—di mana pun sepertinya ini lebih wajib dibandingkan lagu wajib nasionalnya itu sendiri, baik layanan masyarakat maupun komersil, penonton harus berdiri saat lagu kebangsaan dimainkan.

Tidak hanya lagu, namun juga dibarengi cuplikan video dan foto tentang raja terdahulu hingga terkini. Bayangkan, saya sebagai orang asing di sana, dalam kurun waktu kurang dari lima menit sudah merasa paling nasionalis dan mencintai Raja Thailand dengan segenap hati.

Sungguh, propaganda yang halus dan tak diduga-duga.

Meskipun banyak juga orang-orang di sana yang merasa pemutaran lagu nasional tersebut tidak perlu dan tidak peduli-peduli amat tentang kebijakan ini. Namun nyatanya, toh tetap saja masih banyak orang yang menganggap hal ini penting dan tidak berusaha menghilangkannya. Protes pasti tetap ada, tapi ya lagu kebangsaan tetap saja terus diputar.

Sebetulnya masalah dari menyanyikan lagu kebangsaan di bioskop ada pada pencetus imbauannya. Yang mana menurut netizen dan khalayak ramai, tidak ada sangkut pautnya dengan industri perfilman.

Apa urusannya Kementerian Pemuda dan Olahraga mengimbau para pengelola bioskop untuk memutar lagu Indonesia Raya sebelum film ditayangkan? Apa faedahnya menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum menonton film Hollywood? Apakah setelah mendengarkan lagu Indonesia Raya, maka penonton akan enggan menyaksikan film buatan luar negeri karena sudah kadung cinta tanah air?

Lalu, apakah layak lagu kebangsaan diputar sebelum film yang berisi adegan kekerasan? Apakah pantas lagu kebangsaan diputar sebelum film yang berisi adegan tidak senonoh? Apakah patut lagu kebangsaan diputar sebelum film yang berisi berita hoaks atau tidak sesuai dengan nilai-nilai cinta tanah air?—ya, siapa tahu ada film seperti itu. Saya sih, belum pernah nonton.

Lagipula, apakah tidak cukup kita mendengarkan lagu Indonesia Raya pada saat upacara? Tapi kalau dipikir-pikir, kalian terakhir kali upacara kapan?

Apakah tidak cukup mendengarkan lagu Indonesia Raya saat acara resmi kenegaraan? Tapi kalau dipikir-pikir, kapan kalian mendapat kesempatan untuk hadir di acara kenegaraan?

Iklan

Apakah tidak cukup kita mendengarkan lagu Indonesia Raya pada saat pembukaan acara atau kegiatan internasional? Tapi kalau dipikir-pikir, kapan kalian bisa ikut serta dalam penyelenggaraan acara internasional?

Menpora ini, apa ya tidak tahu kalau masyarakat sudah tidak mempan lagi dicekoki nasionalisme? Yang rakyat butuhkan bukanlah lagu Indonesia Raya dimainkan sebelum film dimulai. Yang rakyat butuhkan adalah program-program antikorupsi, pelatihan membuat organisasi kepemudaan, atau  menyelenggarakan lomba agustusan yang bikin gayeng serius dan fokus supaya Indonesia lolos piala dunia.

Biarlah urusan tonton menonton ini menjadi urusan kami para sinefil murtad, para sineas penikmat layar, serta dolby system all around you saja.

Begini loh, masalah RUU permusikan saja masih belum reda. Eh, kok kemarin malah mau ketambahan polemik baru lagi. Apa ya, tidak kasihan terhadap netizen yang harus ikut menimpali hal-hal hangat yang terjadi di masyarakat? Bikin musik diatur, nonton di bioskop juga mau diatur. Apa negara ini seberantakan itu sampai-sampai semua hal harus ada aturannya? Apa masyarakat kurang tertib sehingga perlu diimbau untuk melakukan ini dan itu?

Takutnya, sih, instansi lain jadi latah dan ikut-ikutan bikin aturan dan imbauan yang serupa, mengatas namakan nasionalisme dan ketahanan masyarakat. Nggak lucu juga sih, kalau setiap mau ngapa-ngapain selain dimulai dengan niat dan doa, juga ketambahan harus nyanyi lagu Indonesia Raya~

Namun, apabila bapak dan ibu sekalian ternyata berubah pikiran lagi lalu bersikeras untuk memutarkan lagu Indonesia Raya sebelum film dimulai. Usul saya sih, sebaiknya lagunya diputar setelah filmnya selesai saja. Saya yakin, tidak ada yang menolak. Siapa tahu hal ini malah jadi lebih klimaks. Ngantri keluar bioskop diiringi lagu Indonesia Raya, mungkin bisa berasa menjadi kontingen Indonesia yang sedang konvoi sebelum turnamen dimulai.

Ngomong-ngomong, kalau ternyata Bapak dan Ibu sekalian betul-betul berubah pikiran lagi dan pengin mengimbau lagi. Untuk memperkuat rasa nasionalisme sebelum menonton film, apa tidak sekalian saja gerbang pintu teater didesain mirip dengan gapura RT saat Agusturan? Oh ya, sekalian jangan lupa suara panggilan penonton untuk masuk ruang teater, direvisi dikit jadi,

“Pintu teater satu telah dibuka. Masing-masing pemimpin pasukan menyiapkan barisannya.”

SIAAAP GERAK!!!

Terakhir diperbarui pada 2 Februari 2019 oleh

Tags: lagu indonesia rayalagu kebangsaannonton biokop
Kusmartono Aji

Kusmartono Aji

Artikel Terkait

Melihat Nasionalisme dari Luar Lapangan Piala Dunia 2022 MOJOK.CO
Esai

Melihat Nasionalisme dari Luar Lapangan Piala Dunia 2022

6 Desember 2022
radikalisme agama hormat bendera merah putih menyanyikan indonesia raya smpn 21 batam siswa dikeluarkan mojok.co
Kilas

Siswa SMP di Batam Dikeluarkan karena Tak Mau Hormat Bendera dan Nyanyi Indonesia Raya

27 November 2019
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.