Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Tragedi Penembakan Masjid Terjadi dan Kalian Sibuk Mempermasalahkan Kata “Teroris”

Panji Gusti Akbar oleh Panji Gusti Akbar
16 Maret 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Terorisme adalah hal yang salah, tidak peduli siapa yang menjadi korban dan siapa yang menjadi si teroris, termasuk pada kasus penembakan masjid di Selandia Baru.

Sejumlah 49 orang tewas dan 48 luka-luka akibat penembakan masjid Al Noor dan Linwood Islamic Center, Christchurch, Selandia Baru (15/03), saat pelaksanaan Salat Jumat di kedua masjid tersebut sedang berlangsung. Menurut kabar yang berkembang, polisi Selandia Baru menangkap 4 orang yang diduga menjadi pelaku penembakan, satu diantaranya merupakan warga Australia. Selain itu, ada juga 2 bahan peledak di sebuah mobil yang berhasil diamankan pihak kepolisian.

Beberapa menit setelah kejadian ini diangkat ke media, lini masa saya pun langsung dipenuhi dengan ucapan belasungkawa, amarah, serta kesedihan untuk tragedi ini. Sayangnya, di antara ucapan-ucapan tersebut, ada saja beberapa komentar yang nyempil mengenai kata “terorisme” pada berita tersebut. Dari komentar-komentar ini, kebanyakan orang mempermasalahkan pihak Selandia Baru yang dianggap enggan menyebut pelaku penembakan sebagai “teroris”.

“Giliran begini aja nggak dibilang teroris.”

“Mereka enggan menyebut teroris, padahal kalau yang nembak muslim baru, deh, dibilang teroris.”

“Kalau korbannya muslim, nggak dibilang terorisme. Begini, nih, kalau muslim jadi minoritas.”

Begitu kira-kira bunyi dari komentar yang saya baca.

Faktanya, dalam press release yang dilakukan beberapa saat setelah penembakan, Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan bahwa “kejadian ini jelas dapat disebut sebagai tindakan terorisme”. Andern juga mengatakan bahwa penembakan tersebut merupakan “salah satu hari tergelap di Selandia Baru”. Ia pun menaikkan level teror di Selandia Baru ke status tertinggi.

“Kamu mungkin bisa memilih kami, tapi kami dengan jelas menolak dan mengutukmu,” ujar Andern dengan nada yang tegas.

Tidak hanya Andern, Perdana Menteri Australia Scott Morrison juga menyebut pelaku penembakan masjid sebagai “teroris sayap kanan ekstrem”. Ada juga cuitan dari Perdana Menteri Inggris Theresa May yang mengatakan bahwa dirinya “turut berduka cita terhadap Selandia Baru setelah serangan teroris yang mengerikan di Christchurch”.  Sederetan pemimpin dunia lain pun ikut menyebut pelaku sebagai teroris, seperti First Minister Skotlandia Nicola Sturgeon dan mantan Perdana Menteri Austalia Malcolm Turnbull.

Nah, jadi sudah jelas, ya, Bapak dan Ibu sekalian, bahwa mereka sendiri menyebut ini sebagai “tindakan terorisme” dan pelakunya disebut teroris. Puas???

Saya jadi ingat pada peristiwa penembakan di Paris. Kala itu, saya memasang tagar #prayforparis di status Facebook saya sebagai bentuk belasungkawa. Tiba-tiba, status itu langsung diserbu beberapa teman saya yang agak ‘nganu’. Mereka percaya bahwa jika pelakunya non-muslim, pasti nggak akan dibilang teroris. Komentar lain bahkan mempersalahkan tindakan saya yang katanya tidak pernah menunjukan rasa simpati yang sama ketika kaum muslim diserang.

Ini lucu, soalnya saat itu saya baru saja mem-post berita tentang Palestina di timeline saya beberapa hari sebelumnya, lengkap dengan tagar #prayforpalestine. Ckck!

Ada juga yang berkomentar bahwa tindakan teror itu tidak sebanding dengan korban yang berjatuhan di Palestina, seakan-akan menjustifikasi bahwa tindakan teror tersebut adalah hal yang tidak perlu direspons dengan kesedihan.

Iklan

Hal yang sama juga terjadi di kejadian teror lain, baik lokal maupun regional. Ada saja orang-orang yang mempermasalahkan hal yang tidak substansial, seperti penyebutan kata “teroris”, agama si pelaku, dan lain-lain. Dari penelusuran saya, si pencetus komentar seperti ini muncul di semua pihak—tidak hanya dari satu “kaum”, tapi juga dari “kaum” lain. Bukannya membuat keadaan menjadi semakin kondusif pasca suatu tragedi, orang-orang macam ini malah membuat suasana jadi semakin “panas”. Iya atau iya?

Puncaknya, tragedi penembakan masjid ini justru dijadikan “senjata” untuk menebarkan lebih banyak kebencian—sumber dari terjadinya tragedi itu sendiri, sebuah lingkaran setan yang seakan tidak akan pernah berhenti.

Bagi saya, setiap tindakan yang menghilangkan nyawa orang tidak bersalah merupakan tragedi, tidak peduli siapa yang menjadi korban dan siapa yang menjadi pelaku yang disebut sebagai teroris. Dan sebagaimana mestinya sebuah tragedi, hal ini mesti direspons dengan belasungkawa dan doa—bukannya malah mempermasalahkan penyebutan “teroris”, apalagi menggunakan tragedi tersebut untuk menjustifikasi tindakan kekerasan yang pernah dilakukan kaumnya.

Jadi, tidak perlulah kita-kita ini bermain korban (play victim) seakan-akan menjadi pihak yang selalu dirugikan, apalagi melaksanakan aksi balas dendam. Tidak perlu membanding-bandingkan tragedi penembakan masjid ini dengan tragedi lainnya. Juga, tidak perlu mencari siapa yang saling bersalah di semua tragedi ini. Toh, semuanya merupakan kesalahan kita semua, seluruh umat manusia, yang gagal menjadi khalifah untuk menciptakan perdamaian di bumi.

Menurut saya, yang sangat kita perlukan saat ini hanyalah bercermin pada diri kita sendiri, mencari cara untuk menghilangkan semua kebencian dan rasa saling curiga di bumi. Kita perlu berusaha memahami orang lain, sekaligus memudahkan diri untuk dipahami orang lain. Sebagaimana yang diceritakan Black Eyed Peas dalam lagunya “Where’s The love”: Lack of understanding leading us away from unity—kurangnya pemahaman (satu sama lain) membawa kita jauh dari persatuan.

Yang terpenting, semoga arwah mereka yang menjadi korban diterima di sisi-Nya. Amin.

Terakhir diperbarui pada 16 Maret 2019 oleh

Tags: Christchurchpenembakan masjidSelandia Baruteroristerorisme
Panji Gusti Akbar

Panji Gusti Akbar

Artikel Terkait

Alumnus UNY ke harvard.MOJOK.CO
Sosok

Berawal dari Jualan Sayur di Sleman, Alumnus UNY Dapat Kesempatan Belajar di Harvard hingga Selandia Baru Gratis

7 Juli 2024
parpol terafiliasi jaringan terorisme
Kotak Suara

BNPT Endus Parpol Terafiliasi Terorisme Jelang Pemilu 2024, Partai yang Mana?

14 Maret 2023
teroris sleman mojok.co
Hukum

Cerita Pak Dukuh Soal Penangkapan Terduga Teroris di Sleman

23 Januari 2023
jack harun mojok.co
Liputan

Saat Mantan Teroris Ubah Stigma di Masyarakat dengan Jualan Soto

10 Mei 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.