Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Tips Jadi Perempuan Mandiri dan Ramah Lingkungan di Ibu Kota

Fatimah Zahrah oleh Fatimah Zahrah
28 September 2014
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Gimana caranya jadi perempuan mandiri dan ramah lingkungan di ibu kota? Terutama untuk kamu yang gengsi minta tolong ke gebetan.

Di sini saya akan menuliskan satu tips, iya satu tips saja, tentang menjadi perempuan mandiri dan ramah lingkungan di ibu kota. Cukup satu, berdasarkan hasil riset observasi partisipatoris yang dilakukan selama lebih dari empat tahun. Ini adalah kiat yang paling signifikan dan urgent.

Sebelum membahas hasil riset, ada baiknya saya jelaskan dulu terma “perempuan mandiri dan ramah lingkungan di ibu kota”. Jadi gini, perempuan mandiri model ini ingin terlibat dalam perubahan sosial, ke mana-mana menggunakan moda transportasi publik. Dengan demikian ia tidak tergantung pada (antar-jemput) orang lain.

Saya klarifikasi dulu sebelum timbul syak wasangka yang tidak-tidak, perempuan mandiri bukan perihal gengsi minta tolong sama gebetan—meski gengsian itu enak ditelan dan perlu.

Bukan juga karena tidak mau berharap banyak pada pacar (kalau punya), yang walau tinggal satu kota, tapi kosmologi hidupnya berpusat pada mood-nya yang angin-anginan tergantung musim yang makin nggak jelas. Kalau pacar sebulan ngilang nggak ada kabar beritanya, keep calm and wes biyassaaa.

(Oh maaf, tulisan ini murni untuk kerja-kerja pembebasan. Bukan curhat colongan.)

Selain penolakan pada ketergantungan, perempuan mandiri dan ramah lingkungan juga tentang partisipasi dalam mengurangi angka polusi. Di ibu kota, hanya ada sedikit bintang malam ini bukan “karena kau sedang cantik-cantiknya”, tapi karena polusi kendaraan menjelma kabut kemerahan yang menutupi langit setiap malam.

Karena ingin melihat langit Jakarta lebih banyak bintang, ke mana-mana perempuan mandiri pakai angkutan umum: angkot, metromini, bus, ojek, bajaj, dan kereta listrik yang masih suka gangguan sinyal.

Juga agar tak turut menambah tingkat kemacetan ibu kota yang sudah di titik menghambat kemampuan manusia untuk berpikir waras. Kemacetan membuat warga Jakarta tak bisa sedikit selo, padahal selo adalah koentji.

Koentji untuk mengembangkan dunia artsy. Memanfaatkan transportasi publik adalah langkah kecil demi mewujudkan kota untuk manusia, bukan untuk jutaan kendaraan yang berjejal.

Karena kota yang manusiawi adalah kota di mana kita dapati banyak pejalan kaki di pedestrian yang memadai. Interaksi antar-manusia sesama pejalan, bukan antar-benda metal berasap polutan dan berklakson bising.

Kota yang manusiawi adalah kota di mana duduk-duduk di kursi taman di trotoar jadi hal yang nyaman, karena tak harus menghirup udara beracun dan rupa-rupa pemandangan bukanlah kemacetan.

Lagipula, hanya di transportasi publik kita mendapati semangat egalitarian. Tak peduli jabatan ataupun status. Mau in relationship, complicated, gagal balen, ditikung temen sendiri, ataupun bahagia-melihat-dia-bahagia-asal-jaga-dia-untukku, kita adalah manusia setara dalam satu kendaraan.

Tantangannya, seperti halnya nasib, jalanan dan angkutan umum di ibu kota itu kejam. Terlebih di sistem sosial yang masih patriarki, bahaya mengancam perempuan lebih tinggi. Di sinilah tips yang hanya satu dari hasil penelitian penulis bisa diterapkan.

Iklan

Tipsnya adalah, sebagai mekanisme pertahanan, “milikilah tampang mimikri seperti bunglon.” Maksudnya, fleksibelkan raut muka sesuai kondisi dan syarat ketentuan berlaku. Bisa semanis mungkin, bisa segalak mungkin. Bisa juga campuran keduanya: manis-manis galak.

Wajah manis, mata indah bola ping-pong, dibutuhkan untuk bersosialiasi dengan abang-abang ojek depan gang kosan. Beramah-tamah dengan abang-abang ojek adalah sebuah laku memanusiakan manusia.

Bahwa hubungan antara pelanggan dan tukang ojek tidak semata hubungan transaksional berdasar uang, tapi juga hubungan manusia dengan manusia yang setiapnya adalah unik dan punya cerita tersendiri. Siapa tahu cocok, dijalanin dulu ajaaa. 🙂

Pada zaman yang tak lepas dari pragmatisme, sebenarnya beramah-tamah dengan tukang ojek juga mendatangkan keuntungan tersendiri. Misalnya, kalau ada apa-apa di sepanjang gang dari dan menuju kosan, kita merasa aman karena akan ada para abang ojek yang siap sedia membantu.

Dan kadang-kadang abang ojek berbaik hati, saat kita mau bayar ongkos, terbitlah “nggak usah, Neng,” dengan sedikit dibumbui senyum dan kedip mata yang entah apa maksudnya.

Wajah galak, (amat) dibutuhkan saat menghadapi kondektur, sopir angkutan yang sering kurang ajar. Contoh, baru turun dari kereta dini hari lalu naik metromini, kali pertama menginjak ibu kota lagi setelah berbulan-bulan belajar dan menziarahi kenangan di kota lain, berdiri di tengah karena angkutan sudah penuh, kondektur minta ongkos dua kali lipat dari biasanya.

Mentang-mentang hari masih gelap, penumpang baru turun dari kereta, kondektur suka semena-mena menaikkan tarif.

Dengan kesadaran melawan penindasan dan kesemana-menaan, kita harus menolak bayar ongkos dua kali lipat. Saat kondukter bilang, “Kurang, Neng. Sepuluh ribu,” ubah raut mukamu segalak dosen penguji, jawab dengan diam yang lebih bermakna dari seribu kata dan tatapan mata seolah-olah tak bisa memahami sebuah pernyataan bodoh.

Mungkin kondekturnya akan nagih lagi, meski agak ragu dan takut-takut, jawab saja dengan dingin sedingin hatinya-yang-telah-lama-berlalu-dari-hidupmu, “Senen-Lebak Bulus, kan? Lima ribu, kan?” Sang kondektur pun pergi. Trust me, it works.

Sementara wajah manis-manis galak dibutuhkan untuk kejadian-kejadian khusus, misalnya menghadapi pemalak. Di beberapa jalur trayek metro mini, ada pemalak yang biasanya terdiri dari tiga-empat pria berpenampilan preman awut-awutan, dengan beberapa rajah di tubuh mereka—tanpa bermaksud memberi tendensi negatif pada rajah—bicara serampangan.

Mereka naik ke metromini bebarengan, satu-dua di bagian belakang, lainnya di depan atau tengah. Template ancaman mereka, “Ya bapak-bapak, ibu-ibu, mas-mbak sekalian, daripada kami nyopet, daripada kami merampok, apa salahnya berbagi seribu dua ribu yang nggak bakalan bikin bapak-ibu jatuh miskin, dan bla bla bla,” yang sengaja diucapkan seperti orang sedang mabuk.

Beberapa kasus, ada yang mengancam dengan membawa silet. Ancaman mereka “Ya bapak-bapak, ibu-ibu, silet ini tajam ya, dan bla bla bla,” membuatmu salah pahan. Kamu pikir mereka sedang jualan silet.

Kamu baru sadar mereka sedang malak ketika mereka menodongkan tangan. Terang jangan kamu jawab, “Nggak beli mas, lidah saya sudah setajam silet.” Jangan.

Menghadapi situasi seperti ini, pasang wajah manis-manis galak. Mengapa tak sepenuhnya galak saja? Karena biasanya mereka tidak suka ditolak sambil dijutekin. Ya siapa juga sih yang suka. Apalagi ditolak karena dianggap abang-adekan aja, ya kan? Kalau dijutekin mereka akan mengumpat-ngumpat. Tentu kita akan malas mendengarnya.

Tolaklah dengan elegan, dengan sedikit senyum manis dan tatapan mata, “You can’t do that kind of things to me, dude.”

Preman-preman pemalak tersebut akan pergi dengan tangan kosong dari hadapanmu tanpa punya alasan yang kuat untuk mengumpat. Ini juga bisa jadi salah satu bentuk usaha kita memanifestasikan perlawanan damai yang diajarkan Gandhi.

Demikianlah, tips yang merupakan hasil penelitian dengan studi etnografi. Semoga bermanfaat bagi para perempuan mandiri dan lingkungan di ibu kota. Jika ada kesamaan tempat, nama dan juga cerita, itu hanya kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan. Hhe.

Tabique.

BACA JUGA Carilah Gebetan Hingga Paramadina dan tulisan Fatimah Zahra lainnya.

Terakhir diperbarui pada 22 Februari 2021 oleh

Tags: ibukotaperempuanramah
Fatimah Zahrah

Fatimah Zahrah

Artikel Terkait

pekerja hotel, surabaya, jogja.MOJOK.CO
Podium

Larangan Hijab dalam Industri Perhotelan: Antara Hijabophobia atau Upaya Mengatur Tubuh dan Penampilan?

14 Januari 2024
Pesan Anak Perempuan untuk Ayahnya: Perasaanku Hancur, tapi Aku Hebat Sejauh Ini  MOJOK.CO
Kilas

Pesan Anak Perempuan untuk Ayahnya: Perasaanku Hancur, tapi Aku Hebat Sejauh Ini 

31 Desember 2023
Uneg-uneg dari Perempuan Lajang Usia 28 Tahun yang Tinggal di Desa MOJOK.CO
Kilas

Uneg-uneg dari Perempuan Lajang Usia 28 Tahun yang Tinggal di Desa

13 Desember 2023
Hal Paling Menyebalkan Bagi Perempuan: Diragukan Bisa Merantau MOJOK.CO
Kilas

Hal Paling Menyebalkan Bagi Perempuan: Diragukan Bisa Merantau

1 Oktober 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.