MOJOK.CO – Studio Alamanda Jogja bukan sekadar studio musik biasa. Ia adalah episentrum ledakan seni musik yang melegenda di panggung dunia.
Kamu mungkin belum pernah mendengar nama-nama studio di Jogja seperti Trax Studio, Batas Studio, Maestro, Kens, Shaka atau Lexrost. Tetapi, kalau kamu pernah mendengar atau bahkan mencoba salah satu studio di sana, nah, usiamu jelas jauh di atas saya.
Nah, bagaimana kalau dengan studio Alamanda Jogja? Banyak juga yang menyebutnya dengan nama Alamanda Music Corner. Kalau kamu pernah lewat atau bahkan mampir, pas, kamu satu generasi bersama saya. Studio legendaris ini beralamat di Jalan Alamanda nomor 17 Gejayan.
Saya masih memakai seragam putih biru gelap ketika tahu studio Alamanda Jogja. Kebetulan, saat kelas musik di sekolah, seorang teman punya ide cemerlang untuk nge-band di studio Alamanda Jogja.
Waktu itu, saya tak begitu paham. Ajakannya terdengar biasa saja dan memang terdengar menarik. Namun, salah satu teman saya bilang, “Wah, aku ora wani. Grogi.”
Usut punya usut, saya baru tahu kalau studio Alamanda Jogja merupakan salah satu studio musik terbesar di Jogja. Banyak band besar dan legendaris yang lahir dari studio itu. Sebut saja The Rain, Endank Soekamti, Jikustik, hingga Sheila on 7.
Studio Alamanda Jogja bikin jantung kami berdetak lebih cepat
Tahu kalau nama-nama besar sering berlatih di sana, kami jadi agak enggan. Namun, rasa penasaran membalut hati kami. Akhirnya kami memberanikan diri untuk nge-band di sana. Sebuah lelaku menegangkan dari para pejantan (yang waktu itu cukup) tangguh.
Beberapa orang dari kami berangkat ke sana masih menggunakan kendaraan umum. Yang lain, bisa menggunakan motor. Toh, kami bersepakat untuk bertemu di parkiran. Ya, di parkiran itulah yang membuat kami gojag-gajeg.
“Beneran mau masuk, nggak, ya?”
Tentu saja, sebagai pemuda yang baru mengenal puber, berdiri di depan studio Alamanda Jogja adalah sebuah kebahagiaan yang tak terkira. Apalagi kalau berani masuk.
Pada akhirnya, kami memang masuk. Kami nge-band dengan nada-nada sumbang. Entah antara kami terlalu gugup dengan alat-alat musiknya. Atau, khawatir ketika tiba-tiba Dory Soekamti atau Pongki Barata melongok, bahkan masuk ke studio, lalu langsung pulang karena kaget melihat betapa buruk kami bermain.
Berbagai imajinasi itulah yang bikin kami merasa tiba-tiba sudah selesai waktu nge-band di dalam studio. Padahal, sepertinya baru saja masuk. Namun, karena terlanjur terpukau dengan aura studio Alamanda Jogja, kami seperti tidak sadar sudah bermain di dalam kurang lebih dua jam.
Toh, setelah selesai, kami masih merasa kurang. Namun, melihat kantong yang menipis dan nggak mungkin menambah jam sewa, berjalan ke angkringan adalah ide yang ideal.
Baca halaman selanjutnya: Di mana legenda ditempa.












