Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Spoiler Coco: Film Keluarga Antikorupsi Ala Disney

Haris Firmansyah oleh Haris Firmansyah
3 Desember 2017
A A
COCO_mojok

COCO_mojok

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

[MOJOK.CO] “Coco bukanlah film anak biasa. Coco bisa juga dijadikan alat kampanye humas Polri untuk gerakan antikorupsi.”

Awalnya saya juga mengira Coco fokus berkisah tentang perjuangan seorang bocah mengejar mimpinya sebagai musikus. Dengan konflik, impiannya tersebut ditentang keras oleh keluarga besar, baik yang masih hidup, maupun yang sudah meninggal. Tapi sebelum lanjut membaca, saya peringatkan, ini adalah resensi spoiler!

Mengingatkan saya dengan premis Perahu Kertas dari sudut pandang Adipati Dolken, eh maksud saya, Keenan. Di film Perahu Kertas, Adipati kepengin jadi pelukis, tapi dilarang oleh ayahnya sampai ditampolin segala. Itulah penyebab kenapa Adipati gahar di film Posesif: trauma dianiaya orang tua di film sebelumnya.

Passion dan mimpi yang terbentur restu ortu memang menarik untuk digoreng sebagai benang merah cerita. Nyambung dengan generasi milenial yang punya mimpi-mimpi aneh; menjadi  content creator, youtuber gaming, daily vlogger, pemain Instagram, pengrajin musical.ly, penjual follower, peternak akun, pengabdi adsense, you name it. Kids zaman now sudah siap dengan beragam profesi mutakhir yang muncul seiring perkembangan zaman.

Namun banyak dari orang tua yang membesarkan anak dengan mengandalkan gaji karyawan selama bertahun-tahun, belum percaya bagaimana caranya bisa dapat uang bulanan dari main medsos doang. Masa iya dapur bisa ngebul cuma pakai hashtag? Lebih masuk akal jadi PNS, pegawai BUMN atau sekalian pengacara macam Om Fredrich yang menjadi Pengabdi Setya N. Om Fredrich jelas kayanya. Sekali ke luar negeri spend 3M, 5M. Saking sukanya dengan kemewahan, bersin pun nggak keluar ingus, tapi keluar biaya.

Tersebutlah Miguel, seorang anak yang lahir di keluarga pembuat sepatu. Doi senang mendengar musik. Tapi tiap dia ketahuan pegang alat musik, neneknya bakal ngamuk sampai ngelempar sepatu. Alasannya, tak lain dan tak bukan adalah nenek buyut si Miguel pernah ditinggal pergi suami yang mengejar mimpi menjadi musikus dunia. Trauma masa lalu tersebut menurun dan mendarah daging, hingga akhirnya keluar fatwa: musik diharamkan di keluarga Riviera (dan Wahabi).

Kalau dikonversi menjadi cerita dalam negeri, kira-kira begini: Miguel ingin jadi stand up comedian kayak Pandji. Tapi tiap dia ketahuan pegang mic, ibunya bakal ngamuk sampai ngelempar sepatu. Tiap dia mengeluarkan bit-bit lucu, bukannya diketawain, malah diomelin oleh satu keluarga besar. Alasannya, ibunya pernah ditinggal pergi suami yang menyelenggarakan world tour tapi nggak pulang-pulang, beibeh.

Untuk kepentingan pesan moral dalam review, dimulai dari paragraf ini, saya ingin berbagi spoiler cerita dan twist film Coco. Saya sudah memperingatkan. Bagi yang ora kuat dengan spoiler, bisa ditinggal ngopi.

Miguel Riviera, bocah 12 tahun asal Meksiko, mengidolakan Ernesto de la Cruz, seorang musikus tersohor di negaranya. Miguel ingin sukses besar sebagai musisi macam sang idola. Keluarga Riviera menyimpan misteri tentang siapa kakek buyutnya. Sebab di foto keluarga, wajah sang kakek buyut dirobek. Suatu hari, Miguel mengamati foto keluarga tersebut. Gitar yang dipegang kakek buyut tanpa kepala di foto, sama dengan gambar gitar di poster-poster Ernesto de la Cruz yang terpajang di berbagai penjuru kota, macam baliho Cak Imin Cawapres 2019. Miguel langsung mengambil kesimpulan bahwa kakek buyutnya adalah Ernesto.

Padahal Ernesto tak lebih dari seorang pembunuh dan pencuri. Doi meracuni Hector, kakek buyut Miguel yang sebenarnya. Kemudian Ernesto mengambil buku yang berisi lagu-lagu ciptaan Hector, lalu mengakuinya sebagai lagu-lagunya. Tak lupa, gitar Hector juga diembatnya. Alhasil Ernesto terkenal karena karya orang lain. Sementara Hector meninggal sebelum berhasil mudik untuk menemui putrinya, Coco, yang tak lain dan tak bukan adalah buyut Miguel. Apa yang dilakukan Ernesto adalah bentuk manipulasi, cabang dari korupsi. Ernesto mendapatkan kekayaan dan kejayaan dari hasil pemikiran orang lain. Ernesto mengambil sesuatu yang bukan haknya.

Jika hal di atas masih kurang relate dengan kehidupan sehari-hari, kita coba konversi sekali lagi:

Ketika world tour, seorang komika opener minta izin pulang kepada komika yang punya acara. Sang komika utama melarang, “wah, nggak bisa begitu dong, Bro! Kalau nggak ada lo, show kita nggak bakalan pecah. Paling retak doang.”

Tapi opener tetap ingin mudik karena kangen dengan anaknya. “Gue udah bikin banyak penonton ketawa. Tapi anak gue di rumah belum tentu bisa ketawa tanpa gue di sisinya.”

“Oke, oke. Gue ngerti perasaan lo.” Sang komika utama tersenyum licik sambil menggosok-gosok tangan, lalu bicara dalam hati, “lihat saja. Akan kuracuni minumanmu.”

Iklan

Akhirnya, sang opener mati keracunan. Komika utama mengambil materi yang ditulis openernya untuk dibawakan sebagai bitnya sendiri. Penonton tertawa di atas kematian penulis materi yang sebenarnya.

Ernesto adalah contoh buruk dari seseorang yang kelewat ambisius mewujudkan mimpinya. Menghalalkan segala cara. Membunuh teman sendiri, lalu mengakui karya orang lain bukanlah ciri pemimpi sejati. Enteng saja Ernesto meraup kekayaan dengan membohongi rakyat yang mengidolakannya.

Sementara Hector meninggalkan keluarga yang membutuhkannya demi menjadi musisi dunia. Padahal harta yang paling berharga adalah keluarga. Ngapain meninggalkan harta yang paling berharga demi harta yang nggak berharga-berharga amat? Namun, ketika Hector menyadari apa tujuan hidup yang sebenarnya, Ernesto menghancurkan segalanya.

Pun, rahasia kesuksesan Ernesto bisa terungkap bukan dengan cara yang mudah. Miguel mesti menyeberang dari Negeri Orang Hidup menuju Negeri Orang Mati untuk menguak tabir misteri leluhurnya. Memang, kejahatan dalam suatu kebohongan akan terbongkar, cepat atau lambat. Namun, hal ini membuat kita bertanya, apakah memang harus ke akhirat dulu untuk tahu fakta sebenarnya dari kasus-kasus korupsi dan pelanggaran HAM yang belum kelar-kelar sampai sekarang?

Ceilah.

Terakhir diperbarui pada 3 Desember 2017 oleh

Tags: bioskopcocodisneyfilm anakfilm cocofilm disneyfilm keluarganonton filmresensi film
Haris Firmansyah

Haris Firmansyah

Pegawai Bank Ibukota. Selain suka ngitung uang juga suka ngitung kata.

Artikel Terkait

Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO
Catatan

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Video Prabowo Tayang di Bioskop Itu Bikin Rakyat Muak! MOJOK.CO
Aktual

Tak Asyiknya Bioskop Belakangan Ini, Ruang Hiburan Jadi Alat Personal Branding Prabowo

16 September 2025
pengalaman pertama ke bioskop, pakuwon mall jogja.MOJOK.CO
Ragam

Pengalaman Pertama ke Bioskop: Orang Desa Salah Pesan Tiket Mahal sampai Tersesat di Pakuwon Mall Jogja, Mau Bertanya Takut Dikira Kampungan

11 April 2025
Derita Orang Rembang, Makan Mie Gacoan Harus ke Tuban MOJOK.CO
Ragam

Derita Tinggal di Rembang: Harus Tempuh 2 Jam ke Tuban Demi ke Mal, Nonton Bioskop atau Sekadar Makan Mie Gacoan

6 Maret 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.