Jika menutup kepala dengan hijab adalah simbol kemuslimahan seorang perempuan, alhamdulillah, Angelina Patricia Pinkan Sondakh telah menjadi muslimah—setelah melewati lika-liku hidup selama satu dekade terakhir yang menuntunnya dari jalan seorang puteri ke jalan para maling. Kini, setelah semua jalan manis palsu dunia sekuler itu, Angelina menjadi muslimah dari balik jeruji besi.
Ya, ketika di pekan pertama 2016 kalian ribut-ribut soal martabak, benci abadi Jonru via foto bersarung Presiden Yang Terhormat Jokowi, dan meme Hakim Asap, diam-diam Angelina kembali masuk dalam daftar trendingtopiq Twitter bersama Kirab Agung Sang Paku Alam X. Kalian tahu sendiri, Angelina Sondakh melakukan puasa panjang untuk bermain bebas di media sosial sejak 2012 setelah KPK memblokir jalan setan yang memerangkap akal budinya.
Yang mengagetkan, pada kemunculannya di fajar 2016 ini, Angelina berhijab. Ia mengenakan jilbab berkain tipis berwarna merah muda dengan baju putih. Padahal sebelumnya dia selalu hadir di persidangan memakai kemeja putih, bersih/suci yang agak transparan dan kancing atas lepas satu, dipadu dengan celana kain hitam yang lebih mirip dengan mahasiswa pendadaran.
Nama Angelina berkibar dan mengharumkan jagad kecantikan di Indonesia setelah ia terpilih sebagai Puteri Indonesia saat Sukarno si Putera Fajar ultah ke-100. Ia bukan puteri biasa. Ia penyayang binatang. Tekadnya itu pernah mengguncang seluruh jagad rimba di Harvard University saat menjadi pembela si Orangutan. (Pada 2016 ini tiba-tiba saja si Caesar Orangutan nongol lagi bersama pasukannya mencari Hakim Parlas Nababan.)
Tak sekadar omongan, Angelina bahkan menulis buku tentang si kera hantu yang endemik di Sulawesi Utara sebagai bukti cinta baktinya pada rimba. Judulnya sudah ada dan isi sudah 80% jadi, kata Angelina pada 2003 silam: Tarsius Spektrum Cinta Abadi. Sudah terbit? Embuh! Goodreads khilaf mendeteksinya.
Lupakan soal buku kera hantu itu karena Angelina sesungguhnya ingin memberitahu bahwa menjadi seorang puteri itu ya seperti yang dilakukannya. “Kecantikan Bukan Modal Utama Saya,” demikian Angelina Sondakh memberi judul otobiogafianya pada 2002. Buku biografi ini yang membikin dia kurang akur dengan Yayasan Puteri Indonesia yang dituduhnya lebih condong pada beauty-nya doang, tapi abai pada aspek brain dan behaviour para perempuan didikan mereka.
Angelina marah. Angelina protes. Tulisannya yang menggugah itu tak dibiarkannya diedit pihak YPI. Duh, sudah cantik, pembangkang, dan keras kepala pula! Jika sedari awal ia sudah akrab dengan Marxisme, bukan mustahil ia menjadi sosialita merah muda.
“Cantik boleh, tapi bukan itu. Saya ingin BUKTIKAN puteri Indonesia harus smart; bukan sekadar tampilan fisik luarnya saja. Masyarakat bisa menilai bahwa Puteri Indonesia tak hanya berurusan dengan dunia hiburan semata,” janji Angelina yang ingin perempuan Indonesia sehebat Margareth Thatcher, Aung San Suu Kyi, Gloria Macapagal, dan Megawati Soekarnoputri.
Angelina diam-diam mengidolakan Megawati Soekarnoputri yang menjadi pelanjut trah Tribuwana Tunggadewi di mana perempuan bisa menjadi pemimpin tertinggi sebuah negeri. Tapi sial, si cantik justru memilih raksasa baru 2004 yang menjadi pusat kemutungan sang idolah: Partai Demokrat!
Bertolak-belakang dari seluruh cerita Puteri dan Pangeran yang diputar hampir tiap hari oleh Televisi Perindo RCTI, kisah Puteri Angelina mengalami antiklimaks yang memedihkan. Belum selesai duka ditinggal Adjie Massaid sang suami sehabis futsal di malam hari; ia dicokok KPK dengan tuduhan yang luar biasa serius: MALING.
Sang puteri dituduh sebagai perantara para maling. Partai raksasa berkaki lempung itu sungguh telah menjerumuskan Puteri Angelina dalam perkara ujian duniawi yang sesungguhnya, sebelum ia menuntaskan JANJI-nya bahwa puteri Indonesia itu harus smart—bukan ke-smart-annya dikadalin mantan Ketua Umum PB HMI dan komplotannya.
Sang Putri kalah total dan nasibnya ibarat debu di atas keset, sementara Sang Pangeran masih berkeliaran walau ia sudah berteriak sekuat-kuatnya hingga awal 2016 ini: Tangkap Pangeran!
Tahulah Puteri Angelina, perempuan yang hebat tak sekadar brain dan behaviour yang diagung-agungkannya di atas beauty, tapi juga mesti punya bongkahan ketiga di dadanya yang bernama faith atau iman. KPK mengajarkan dengan sebaik-baiknya kepada Putri Angelina bahwa 3B awal yang dibikin Yayasan Putri Indonesia tak ada apa-apanya dalam lubang dubur partai jika tak disertai dengan bongkahan ketiga bernama iman!
Terimakasih, KPK, telah memuslimahkan Angelina Sondakh. Terimakasih, Demokrat, karena menuntun Putri Angelina ke pintu pertobatan KPK. Thanks, ya Robb…
Jangan bersedih hati, Putri Kami! Jika Yayasan Putri Indonesia mencoretmu dari Wall of Fame mereka, dan Demokrat yang memang sudah kamu talak itu juga gengsi menerimamu lagi, jangan khawatir, masih ada KOHATI HMI atau PII Wati. Insya Allah barokah! Ummat menantimu, Puteri!
Tandang ke gelanggang walau seorang. Yakin usaha sampai. Salam Yakuza, Puteri Angelina. Tabique!