ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Esai

Referendum Katalunya, Yes. Puapua? Tunggu Dulu

Victor Mambor oleh Victor Mambor
4 Oktober 2017
0
A A
CATALAN DAN PAPUA BARAT

CATALAN DAN PAPUA BARAT

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

Konon, “hantu” komunis itu menakutkan buat negara yang bernama Nusa Antero. Lazimnya, hantu-hantu ini muncul pada September hingga Oktober. Seperti burung, mereka hinggap dari satu pohon ke pohon lainnya untuk menakuti orang.

Tahun ini mereka datang lagi. Jika sebelumnya hanya melintasi pepohonan, sekarang mereka melintasi pulau-pulau di Nusa Antero. Mungkin karena sudah melintasi pulau, para pejabat merasa kekuasaan mereka terganggu sehingga harus menyanyikan kor “Gebuk Komunis” di setiap pulau.

Tapi, ada satu pulau bernama Puapua yang tidak terpengaruh “hantu” komunis itu. Pulau ini punya hantu sendiri bernama “referendum” yang sudah ada sejak 1969, hanya empat tahun setelah hantu komunis mulai gentayangan.

Buat orang Puapua, hantu ini dulunya musuh karena telah merenggut harapan rakyat Puapua untuk menjadi negara berdaulat melalui tragedi “Act of No Choice” yang dimotori oleh Nusa Antero, Walanda dan United Nothing (UN) atau Perserikatan Bayang-Bayang (PBB).

Saat ini “hantu” referendum telah menjadi sahabat penduduk asli Puapua. Sampai-sampai, penduduk pulau ini punya slogan, “Apa pun caranya, referendum pilihannya.” Sebaliknya, “hantu” referendum adalah saingan “hantu” komunis bagi penguasa Nusa Antero. Ia menjadi sangat mengerikan buat para diplomat Nusa Antero yang setiap tahun harus menjelaskan kepada dunia, Puapua adalah harga mati buat Nusa Antero.

Pantang buat diplomat Nusa Antero mendengar kata referendum. Jika sampai mendengar, mereka akan mengigau, tak tahu lagi batas dunia akhirat, utara selatan, laki-laki perempuan angin atau kentut. Pokoknya, siapa pun yang menyebut referendum, akan dianggap hoax bagi para diplomat ini. Sesungguhnya itu hanya trik agar mereka tidak mengigau karena selebihnya mereka hanya mengigau.

Lalu datanglah masa ketika sebuah wilayah otonom di Spanyol menyelenggarakan referendum. Katalunya, nama wilayah otonom itu, menyelenggarakan referendum karena aspek sejarah, kekuatan ekonomi, partai politik yang tidak populer, dan tentu saja kehebatan sepak bolanya. Katalunya sangat jauh dari Pulau Puapua maupun Nusa Antero yang menganggap referendum sebagai hantu. Di wilayah ini, referendum, meskipun ada yang takut, tak pernah menjadi “hantu”. Referendum adalah REFERENDUM.

Lalu 99% rakyat Katalunya setuju untuk merdeka dan berpisah dari Spanyol. Tentu ini menjadi angin segar buat Puapua dan menjadi angin basi untuk Nusa Antero. Khawatir angin basi ini bisa membusukkan darah, lalu jadi bisul, pecah, dan menjadi demam di Nusa Antero, para diplomat muda berinisiatif melaporkan hasil referendum di Katalunya kepada para senior mereka.

Kekhawatiran diplomat muda ini bukan tanpa alasan. Seminggu sebelum referendum di Katalunya, seorang Puapua yang hidup di pengasingan mengumumkan telah menyerahkan petisi referendum Puapua kepada seorang petinggi PBB. Pengumuman ini membuat kegaduhan di PBB dan tentu saja di ibu kota Nusa Antero, Jekardah. Hampir semua diplomat Nusa Antero dikerahkan untuk menghentikan dampak pengumuman itu, apa pun caranya. Diplomat muda ini tak mau kejadian tersebut terulang lagi.

Dalam ruang mewah tempat para diplomat Nusa Antero biasanya berkumpul, satu dari sekian diplomat muda itu menghadap seniornya lalu berkata, “Pak, Katalunya bikin referendum. 99% ingin merdeka dan berpisah dari España.”

“Itu hoax. Tidak boleh ada referendum atau petisi yang minta merdeka di negara ini. Itu ilegal. Kan sudah saya katakan beberapa hari lalu, nggak ada itu petisi referendum; itu bohong,” jawab diplomat senior.

“Tapi, Pak ….” Diplomat muda itu tak bisa menyelesaikan kata-katanya karena dipotong seniornya.

Diplomat senior itu rupanya mulai mengigau. Ia menyebutkan apa yang sudah diberikan Nusa Antero kepada penduduk Puapua. 4.325 kilometer jalan, 30 pelabuhan baru, 7 bandara, pelayanan kesehatan gratis untuk 2,8 juta penduduk, pendidikan gratis untuk 360 ribu siswa dan mahasiswa, dan 9,21% pertumbuhan ekonomi.

“Pak, bukan itu!” Diplomat muda coba menghentikan igauan seniornya.

Bukannya berhenti mengigau, diplomat senior ini malah menghardik juniornya.

“Masih kurang? Bukannya kita sudah mengizinkan jurnalis asing masuk ke Puapua? 32 jurnalis asing masuk ke Puapua selama 2015 itu bukan jumlah sedikit lo. Kamu tahu tidak, kita sudah mengizinkan demo setiap dua hari sekali di Puapua. Itu artinya hampir 180 kali demo dilakukan di Puapua selama 2015.”

Si Senior berhenti sebentar, menarik napas panjang, lalu mengigau lagi. Kali ini ia menyebutkan keheranannya karena publik mengatakan diplomat Nusa Antero selalu beretorika menggunakan pembangunan untuk menjawab tuntutan penduduk Puapua. Katanya, pelanggaran hak asasi manusia yang dituntut penduduk Puapua hanyalah cara Puapua mencari perhatian. Tak sampai di situ, ia menyebut beberapa negara asing yang berada di balik tuntutan Puapua itu.

Sementara si Junior tampak bingung dan si Senior terus mengigau, layar televisi di ruang mewah itu menyiarkan wawancara keluarga korban penembakan di Puapua yang keberatan dengan hasil persidangan terhadap pelaku penembakan yang adalah anggota kepolisian Nusa Antero. Satu orang meninggal dan belasan terluka dalam insiden di salah satu kampung di Puapua itu.

“Dimutasikan dan hanya minta maaf?” kata keluarga korban menyebutkan keputusan yang dijatuhkan persidangan kepada anggota polisi penembak warga sipil itu.

Tiba-tiba diplomat senior itu berhenti mengigau. Cuping telinganya bergerak. Lalu telunjuknya mengarah ke layar televisi.

“Nah, lihat sendiri. Kita bertanggung jawab kan. Kita ini bangsa pemaaf. Menembak mati orang itu harus minta maaf. Ini akan kita tuliskan dalam laporan kita saat sidang PBB berikutnya seperti sebelumnya, jangan lupa itu,” perintah diplomat senior pada juniornya.

Si Junior mulai gusar. Sambil meninggikan suaranya, ia berkata, “Pak, ini Katalunya, bukan Puapua. Dan kita tidak sedang memberikan tanggapan di PBB.”

Suara tinggi si Junior membuat si Senior seperti sadar dia sedang mengigau. Sudut matanya meninggi, napasnya tertahan.

“Ah, Katalunya atau Puapua sama saja. Pokoknya referendum itu hoax!” kata diplomat senior itu sambil berlalu meninggalkan juniornya.

Terakhir diperbarui pada 4 Oktober 2017 oleh

Tags: CatalandiplomatKomunisPapuareferendum
Iklan
Victor Mambor

Victor Mambor

Artikel Terkait

Ketika Negara Membungkam: Fakta Kelam Peristiwa Genosida Papua 1977
Movi

Ketika Negara Membungkam: Fakta Kelam Peristiwa Genosida Papua 1977

3 Mei 2025
Seputar Peristiwa 65 yang Tak Mungkin Ada di Buku Sejarah MOJOK.CO
Esai

Seputar Peristiwa 65 yang Tak Mungkin Ada di Buku Sejarah

30 September 2024
Jogokariyan, Kampung Komunis Jadi Kampung Islam MOJOK.CO
Kilas

Jogokariyan, Kampung Komunis yang Berubah Jadi Kampung Islam

29 September 2023
Di Jogja, Militer Mendukung G 30 S Hingga Menggeruduk Kantor Sri Sultan MOJOK.CO
Memori

Di Jogja, Militer Mendukung G 30 S hingga Menggeruduk Kantor Sri Sultan

29 September 2023
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya

Selamat Jalan, Bang Napi

Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Jurusan Sistem Informasi di kampus swasta Jogja. MOJOK.CO

Sulitnya Jadi Mahasiswa Jurusan Sistem Informasi, Disuruh Servis Laptop hingga Dituduh Hacker

17 Mei 2025
Xpander Disayang Dunia, Nissan Livina Hidupnya Semakin Merana MOJOK.CO

Xpander vs Nissan Livina: Anak Kembar Beda Nasib karena Xpander Disayang dan Lebih Nyaman, Nissan Livina Hidup Merana

12 Mei 2025
Sandal upanat produksi perajin Borobudur di Magelang. MOJOK.CO

Mereka yang Mendapat Berkah dari Produksi Upanat, Sandal Khusus untuk Naik ke Candi Borobudur

13 Mei 2025
Sesal bapak saat anak menjadi mahasiswa di kampus Bandung MOJOK.CO

Sesal Bapak usai Anak Kuliah dan Kerja di Bandung karena Jadi Liar, Kena HIV AIDS hingga Meregang Nyawa sebab Narkoba

16 Mei 2025
Nelangsa orang dengan KTP Malang, susah payah perbaiki citra malah rusak oleh suporter Arema FC: Aremania MOJOK.CO

Tak Mudah Jadi Orang dengan KTP Malang, Susah Payah Berbuat Baik tapi Sia-sia karena Cap Aremania

13 Mei 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.