Pelarangan Jilbab BUMN, Jurnalisme, dan Jonru Syndrome - Mojok.co
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Terminal
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Terminal
  • Movi
  • Podcast
Logo Mojok
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Terminal
  • Movi
  • Podcast
Home Esai

Pelarangan Jilbab BUMN, Jurnalisme, dan Jonru Syndrome

Iqbal Aji Daryono oleh Iqbal Aji Daryono
24 Desember 2014
0
A A
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

Sebuah sore yang wingit. Lelaki berwajah dingin itu sedang leyeh-leyeh di teras rumahnya. Pada meja kecil di hadapannya tampak secangkir kopi hitam yang nyaris tandas, asbak yang hampir penuh dengan puntung rokok, dan setumpuk koran. Si lelaki berwajah dingin memegang telepon genggamnya, menggeser-geserkan jempol untuk berselancar di portal-portal berita. Sementara jemari tangan kirinya menjepit sebatang kretek. Wangi asap tembakau berpadu cengkeh terus mengepul dari ujungnya.

Tiba-tiba muncul sosok jangkung berbahu lebar. Melangkah mantap, langsung berdiri di hadapan si lelaki. “Assalamu’alaikum, Rusdi,” ucapnya pelan. Matanya menatap tajam ke wajah si lelaki berwajah dingin.

“Wa’alaikumussalam. Anda siapa?” si lelaki berwajah dingin beranjak dari duduknya.

Sang tamu terdiam beberapa saat. Tatapannya semakin tajam. “Aku,” jawabnya, “Jibril.”

***

Baca Juga:

CCTV Tunjukkan Pemaksaan Pemakaian Jilbab, Kepsek SMAN 1 Banguntapan Bisa Dipecat Tanpa Hormat

Rektor IAIN Kota Metro: Pemaksaan Pemakaian Jilbab itu Intoleransi

Tindak Tegas SMAN 1 Banguntapan, Sultan Nonaktifkan Kepsek dan Tiga Guru

Kami belum pernah berjumpa di alam nyata. Saya “mengenalnya” di Twitter, ketika saling bersambut dalam obrolan-obrolan panas tentang kretek. Memang kami berdua sesama pencinta rokok kretek, dan sama-sama mengkritisi konten kampanye-kampanye antirokok yang banyak sekali bertebaran di berbagai media. Tapi bukan itu yang ingin saya ceritakan. Nanti kalian yang antirokok bisa-bisa langsung sensi, dan nggak jadi lanjut membaca cerita ini.

Namanya Rusdi Mathari. Dulu rambutnya gondrong mekrok, beberapa hari yang lalu dicukur klimis. Wajahnya sedingin balok es batu di sudut-sudut bilik interogasi para tahanan politik. Tapi begitu mulai berbincang, siapa pun akan merasa akrab dan senang menghabiskan waktu bersamanya. Begitu kesaksian juniornya, Nuran Wibisono—wartawan muda yang berjuluk Bapak Air Mata Nasional itu.

Pada puncak musim panas Pilpres lalu, saya kira dia prabower. Postingan-postingannya di Fesbuk kerap menghantam Jokowi. Ah, bukan menghantam, tepatnya menusuk. Gaya menulis Cak Rusdi—begitu ia biasa disapa—dingin, samar, misterius, tapi diam-diam menusuk tajam dan dalam. Blesss..

Hingga kemudian saya coba memancingnya ketika kami berbincang via japri. “Lho Cak, sampean kan sebagai prabower?”

“Kata siapa aku prabower?” lekas dia menyambar. Sigap, tapi tenang.

“Mmm.. aku baca postingan-postinganmu, Cak. Sangat jelas sampeyan prabower,” jawab saya.

Beberapa detik dia tak menjawab. Hingga kemudian muncul kalimatnya di layar ponsel saya. “Aku hanya ingin menjaga jurnalisme..”

Saya merinding.

Belakangan, saya merunut lagi postingan-postingan lamanya. Sebagai seorang jokower, kadang saya memang mak-clekit membaca tulisan-tulisannya. Padahal itu saya, yang sudah bikin ngamuk para jokower fanatik dengan “Surat Terbuka untuk Pemilih Jokowi Sedunia” tempo hari. Nah, apalagi para jokower fanatik? Minimal mereka butuh kipas angin kalau kepingin stalking tulisan-tulisan Cak Rusdi di dinding Fesbuknya.

Tapi akhirnya saya menyadari, banyak postingan Cak Rusdi adalah pukulan-pukulan upper cut telak pada chaos yang melanda pola berpikir kita. Tentang pencitraan para orang penting. Tentang inkonsistensi kata-kata pejabat publik. Tentang betapa lebay media mendukung pembentukan citra jagoannya. Sialnya, kesan yang saya tangkap, Cak Rusdi lebih sering menusuk kubu Jokowi terkait hal-hal begituan. Sehingga tak terelakkan, saya tetap melihat Cak Rusdi sebagai prabower.

Namun pekan lalu semua persepsi saya tentang Cak Rusdi itu runtuh, ketika tersebar berita pelarangan jilbab bagi karyawan BUMN. Berita panas itu bergulir cepat, memancing jutaan orang untuk menyerang pemerintahan Jokowi. “Rezim Jokowi diskriminatif! Anti-Islam! Antek kepentingan kaum kafir!” Suara-suara serak bersahutan.

Lantas pada Rabu sore, Cak Rusdi menulis di dinding Fesbuknya terkait berita itu. Tulisan yang belakangan tersebar secara viral itu begitu jelas, jernih, tapi tak bisa menyembunyikan amarah. “Cak Rusdi ‘tuh asyik orangnya, tapi bisa mendadak galak dan menakutkan kalau ada wartawan yang nggak bener kerjanya,” kata juniornya.

Dalam tulisan bertajuk “Jilbab”, dengan dingin ia meminta para wartawan tidak latah ikut-ikutan mengembangkan isu tanpa akurasi. Semestinya sebelum menulis, wartawan mencari tahu terlebih dahulu ujung dan pangkal sebuah kabar. Bukan asal comot desas-desus dan serta-merta mendakunya sebagai berita.

Tak berhenti di situ, Cak Rusdi juga merunut dari mana datangnya kabar tentang pelarangan jilbab di kantor BUMN itu. Ternyata oh ternyata, semuanya jauh dari pijakan prinsip-prinsip jurnalisme yang kokoh. Kabar burung dan pelintiran telah dengan semena-mena diklaim sebagai berita. Jurnalisme dinistakan dengan amat telanjang, setelanjang foto gadis mabuk yang merebak di akun-akun Fesbuk kalian.

“Sebagai sesama wartawan,” kata Cak Rusdi di situ, “sekali lagi saya hanya bisa mengingatkan Anda untuk meriset dan melakukan verifikasi terlebih dulu sebelum menulis berita, apalagi jika berhubungan dengan isu-isu yang sensitif. Jadilah wartawan yang baik, dan menolaklah menjadi robot media yang tidak bisa berpikir. Minimal, bacalah kode etik jurnalistik, karena kata seorang kawan, pekerjaan yang paling dekat kepada fitnah adalah pekerjaan wartawan.”

Saya membayangkan emosinya meluap hebat saat mengetikkan kata-kata itu.

Sejak Pilpres lalu hingga hari ini, otak kita memang selalu kekenyangan menyantap fitnah dan kabar hoax dari “kedua kubu”. Hanya manusia dungu, sombong, dan bebal yang tidak mengakui itu. Hari-hari ini, kata Cak Rusdi, adalah masa ketika “banyak media dijadikan corong pemilik dan kepentingan politik, yang hanya mengabarkan banyak kebusukan musuh politiknya”. Hari-hari “ketika para wartawan menulis berita segampang membuat mie instan..”

Sekarang ini, negeri kita memang sedang dilanda wabah Jonru Syndrome. Menurut seorang neurolog ternama yang enggan disebutkan identitasnya, Jonru Syndrome adalah serangan penyakit otak yang mendadak dan begitu berbahaya. Orang yang terjangkiti Jonru Syndrome akan dengan mudah terpancing berita-berita negatif, gemar menyimpulkan isi berita hanya dari melihat judulnya, dan dengan ringan menyebarkan link berita itu sembari mempersetankan akurasi dan konteks peristiwa yang sesungguhnya. Lebih jauh lagi, ia juga masa bodoh dengan efek-efek persebarannya.

Jika tidak segera ditanggulangi, sebuah negeri yang terjangkiti wabah Jonru Syndrome akan hancur berkeping-keping, jatuh ke dasar jurang kedunguan.

Di zaman kalabendu ini, negeri kita membutuhkan mujahid jurnalisme macam Cak Rusdi. Lewat orang-orang seperti dialah kita akan menjalani terapi agar kembali waras, kembali jernih membaca peristiwa demi peristiwa, dan pelan-pelan sembuh dari Jonru Syndrome.

Andai. Ini andai. Andai sekarang ini adalah 3000 tahun sebelum Yesus, dan 3500 tahun sebelum Muhammad, saya percaya Tuhan akan mengutus Cak Rusdi sebagai penyeru bagi kaum yang diserang wabah Jonru Syndrome, sehingga adegan Cak Rusdi dan Jibril pada intro tulisan ini mungkin saja terjadi. Tapi sekarang sudah abad ke-21, dan menyebut datangnya nabi baru hanya akan membuat dirimu terpaksa mengosongi kolom KTP, atau minimal dirajang dengan sekop dan pentungan bambu.

Maka, untuk kembali menjadi waras dan meniti jalan kebenaran, ikutilah Cak Rusdi Mathari. Kepada s̶e̶g̶e̶n̶a̶p̶ ̶m̶a̶m̶a̶h̶-̶m̶a̶m̶a̶h̶ ̶m̶u̶d̶a̶ kalian semua, mintalah diterima jadi teman Fesbuknya di “Rusdi Tandingan Mathari”, atau follow akun Twitternya di @rusdirusdi.

Itu saja pesan saya.

Tags: BUMNJilbabJonru
Iqbal Aji Daryono

Iqbal Aji Daryono

Penulis dari Bantul. Lulusan Sastra Jepang, UGM.

Artikel Terkait

pemaksaan pemakaian jilbab mojok.co

CCTV Tunjukkan Pemaksaan Pemakaian Jilbab, Kepsek SMAN 1 Banguntapan Bisa Dipecat Tanpa Hormat

5 Agustus 2022
pemaksaan pemakaian jilbab mojok.co

Rektor IAIN Kota Metro: Pemaksaan Pemakaian Jilbab itu Intoleransi

4 Agustus 2022
sultan soal kasus sman 1 banguntapan mojok.co

Tindak Tegas SMAN 1 Banguntapan, Sultan Nonaktifkan Kepsek dan Tiga Guru

4 Agustus 2022
Jilbab di Bantul MOJOK.CO

Jilbab di Bantul, Sudahkah Kita Bersikap Betul?

3 Agustus 2022
pemaksaan jilbab mojok.co

Buntut Pemaksaan Jilbab di Sekolah, Pemda DIY Minta Disdikpora Beri Sanksi Bila Terbukti Bersalah

2 Agustus 2022
Kepala SMAN 1 Banguntapan, Agung Istianto menyampaikan klarifikasi di kantor Disdikpora DIY, Senin (01:08:2022) terkait kasus pemaksanaan jilbab pada siswi di sekolah.(Yvesta Ayu:Mojok.co)

SMAN 1 Banguntapan Bantah Paksa Siswi Pakai Jilbab, Disdikpora Berikan Opsi Pindah Sekolah

2 Agustus 2022
Pos Selanjutnya
Ucapan Selamat Natal itu Haram

Tiga Argumentasi Paling Sahih Mengapa Ucapan Selamat Natal itu Haram

Komentar post

Terpopuler Sepekan

Pelarangan Jilbab BUMN, Jurnalisme, dan Jonru Syndrome

24 Desember 2014
Derita Gagal SBMPTN dan (Ditolak) Perguruan Tinggi Favorit MOJOK.CO

Derita Gagal SBMPTN dan (Ditolak) Masuk Perguruan Tinggi Favorit

5 Agustus 2022
Bogor: Kota Paling Ideal di Indonesia untuk Pensiun MOJOK.CO

Kota Bogor: Kota Paling Ideal di Indonesia untuk Pensiun

2 Agustus 2022
pola pengasuhan anak mojok.co

Psikolog UGM Jelaskan Tipe Pola Asuh yang Bisa Berdampak pada Hasil Akademik Anak

5 Agustus 2022
Kereta Cepat Jakarta Bandung Sumber Petaka Masa Depan: Indonesia Dicaplok, Cina Menang Banyak MOJOK.CO

Kereta Cepat Jakarta Bandung Sumber Petaka Masa Depan: Indonesia Dicaplok, Cina Menang Banyak

8 Agustus 2022
Buntut rusuh suporter Persis, seorang tukang parkir kritis

Buntut Ricuh Suporter, Seorang Juru Parkir di Babarsari Kritis

26 Juli 2022

Cara Hadapi Henry Subiakto Menurut Mahasiswanya, Itu Lho Staf Kominfo yang Unggah Liputan Narasi TV Tanpa Watermark

3 November 2020

Terbaru

keuangan mahasiswa mojok.co

Pentingnya Pengelolaan Keuangan bagi Mahasiswa, Agar Tak Kehabisan Uang di Tengah Bulan

8 Agustus 2022
Whatsapp dan Gojek Jadi Aplikasi Paling Berpengaruh versi Google Play Store

Whatsapp dan Gojek Jadi Aplikasi Paling Berpengaruh versi Google Play Store

8 Agustus 2022
menyusui mojok.co

Tips Menyusui Agar Kebutuhan Kalori Bayi Tercukupi 

8 Agustus 2022
Adisurya: Chef Jenaka Asal Jogja yang Suka Bereksperimen Sambil Bercanda

Adisurya: Chef Jenaka Asal Jogja yang Suka Bereksperimen Sambil Bercanda

8 Agustus 2022
tiket masuk Pulau Komodo ditunda kenaikannya.

Tarif Baru Masuk Pulau Komodo Ditunda hingga Awal Tahun Depan

8 Agustus 2022

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
DMCA.com Protection Status

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
  • Mau Kirim Artikel?
  • Kunjungi Terminal

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In