Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

OK Oce Mart Jadi Bukti Energi Menolak Lebih Kuat daripada Energi Mendukung

Iqbal Aji Daryono oleh Iqbal Aji Daryono
5 September 2018
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Gulung tikarnya salah satu gerai OK Oce Mart merupakan indikasi bahwa ledakan energi dukungan tidak akan pernah bisa sebesar energi penolakan.

Ada gerai OK Oce Mart yang tutup, konon karena labanya nggak cukup buat sewa lahan. Begitulah berita yang terdengar. Segolongan umat manusia tertawa gembira, kita tahu mereka siapa. Sekumpulan lainnya berusaha keras menyangkal, dan kita juga tahu siapa mereka.

Saya sendiri merasa harus ikut bersedih, sembari berdoa agar kabar itu bohongan belaka. Bagaimana pun, ini menyangkut hajat hidup orang lain. Tapi saya tidak akan ikut-ikutan menyangkal juga, karena yang seperti ini sudah saya bayangkan sejak semula.

Ketika pertama kali mendengar namanya, semua pasti sudah bisa menduga toko swalayan itu berdiri dengan latar belakang apa. Kemudian kita juga sama-sama tahu, untuk segmen konsumen mana ia menyasar.

Lalu, ketika lambat laun tempat itu menjadi sepi, terus bertambah sepi, jauh berbeda dengan ingar bingar seremoni pembukaannya, saya bayangkan empunya toko ngomel-ngomel,

“Halah, katanya bikin gerakan bersama. Begitu ane buka toko ginian, lengkap dengan brand yang jelas milik kita bersama, eh teman-teman nggak ada yang nyamperin. Jadi mana dukungannya? Wuuu, palsu!”

Hehehe, dukungan. Saya kok tidak percaya ada orang bisa meledakkan energi bersama demi sebuah aksi dukungan. Yang tenaganya meledak-ledak tak terbendung itu bukan dukungan, melainkan penolakan.

Coba, mana ada aksi demo yang berhasil mengumpulkan massa membanjir tumpah ruah untuk sebuah dukungan? “Dukung Anu! Hidup Itu! Sukseskan Cah Kae!”

Nggak, nggak ada yang begitu-begitu. Yang ramai riuh rendah adalah “Tolak ABC! Hajar EFG! Sikat XYZ!”

Nah, kalau yang model anti-antian begitu, bukan yang pro-proan, jelas lebih maut. Energi marah selalu lebih gede daripada energi simpati, kan? Apalagi kalau marahnya disasarkan kepada personifikasi sosok musuh bersama. Lengkap sudah!

Kita ambil contoh lain yang lebih hot. Ketika Mas Mardani dan Bu Neno ngotot dengan tagar GantiPres, enggan menggantinya dengan BowoPres, ya wajar saja. Lha wong memang GantiPres itu isunya menolak, kok. Beda dengan BowoPres, yang jelas-jelas ekspresi mendukung. Ledakan energi dukungan tidak akan pernah bisa sebesar energi penolakan. Catat itu, Mbak. Itu sudah hukum alam.

Itulah kenapa mendidihnya semangat ribuan orang yang menggeruduk Monas waktu itu jangan dibayangkan bisa berlanjut dengan semangat berbelanja di OK Oce Mart. Kenapa? Sebab menggeruduk Monas adalah tindakan yang dilandasi semangat menolak sesuatu (atau seseorang). Lha kalau belanja di OK Oce Mart? Jelas itu bukan penolakan. Itu dukungan.

Barangkali akan sedikit beda nasibnya kalau OK Oce Mart mengapitalisasi sikap kontra kepada sesuatu yang lain. Lebih-lebih kalau musuh bersama bisa diwujudkan dalam imajinasi komunal, semisal jaringan ritel asing dan aseng. “Tolak ritel asing dan aseng! Demi aktivitas berbelanja yang lebih dekat kepada takwa, toko kami solusinya!”

Andai jargon semacam itu bisa diteriakkan secara nonstop di halaman parkir depan OK Oce Mart, bukan mustahil ghiroh massa akan terpantik lagi. Bahkan saya yakin para alumni Monas akan berbelanja sembako di sana setiap hari.

Iklan

Itu tadi baru perkara mendukung dan menolak. Belum lagi tentang harapan akan solidaritas teman-teman sekitar.

Saya membayangkan, para pebisnis yang menjadi supplier di OK Oce Mart berharap kawan-kawan seperjuangan mereka akan peduli. Dengan bekal kepedulian itu, para saudara sevisi akan rajin datang, berbelanja banyak, bahkan jika perlu mereka akan mengambil stok kebutuhan untuk sebulan.

Sayangnya, mekanisme yang berjalan di dunia fana ini tidaklah demikian. Tidak ada itu dukungan pertemanan untuk bisnis. Bisnis ya bisnis, temenan ya temenan.

Saya sendiri punya cerita. Dulu, di akhir masa kuliah, bersama beberapa kawan saya pernah membikin angkringan. Konsepnya adalah angkringan berbasis komunitas. Jadi, kelima pemegang saham, termasuk saya, memiliki komunitas masing-masing. Dengan modal sosial semacam itu, kami berharap angkringan kami bakalan ramai, tak pernah sepi pembeli, karena yang jajan di sana ya kawan-kawan kami sendiri.

Lalu bagaimana hasilnya? Yaelah, boro-boro ramai. Kawan-kawan kami datang hanya satu kali saja, yakni pada saat pembukaan. Selanjutnya kadang ada juga yang datang sih, satu-dua yang mampir untuk sekadar nyeruput teh jahe. Tapi selebihnya, mereka asyik dengan dunia mereka sendiri, tak peduli kami yang berharap-harap agar mereka berkunjung setiap hari.

Berkunjung tiap hari? Enak aja. Emangnya apa yang bisa kami tawarkan? Menu biasa saja. Harga pun normal saja. Lokasi agak jauh dari tempat rekan-rekan kami berkumpul, dan tempatnya pun nggak cukup nyaman untuk nongkrong berlama-lama.

Lantas dengan logika apa kami pemilik angkringan hebat dengan beking komunitas-komunitas besar itu berharap mendapat support berbasis rasa sungkan dan pekewuh dari teman-teman?

Pekewuh alias rasa sungkan itu memang ada, ya itu tadi saat grand opening. Setelah itu, pekewuh itu lambat laun musnah. Bahkan karena dagangan kami sering tak habis, biar tidak mubazir kami bagi-bagilah ke rekan-rekan kami itu. Walhasil, efek sosial-politiknya luar biasa: alih-alih berkunjung ke angkringan kami, mereka lebih memilih untuk bersabar menanti dagangan sisa.

“Gimana, gimana, ada yang bisa kami bantu?”

Salah seorang kawan kami bertanya sambil senyam-senyum culas, ketika pada suatu tengah malam ia melihat saya datang sambil membawa tas kresek besar sisa barang jualan.

Kontan, saya gondok di TKP. Saya batalkan bagi-bagi sisa dagangan. Kaki saya langkahkan balik kanan, dan saya bersumpah malam itu terakhir kalinya mereka melihat saya datang untuk membagi-bagi sisa dagangan.

Sumpah saya terpenuhi. Dua atau tiga pekan setelah malam itu, angkringan kami gulung tikar.

Demikianlah. Dari segenap pelajaran hidup tersebut, akhirnya saya mengambil satu hikmah besar. Pertama, jangan ringkih dengan mengharapkan belas kasihan teman-teman sendiri untuk menghidupi bisnis kita. Enak aja, cuma berbasis perasaan tak enak hati, lalu mereka kita suruh bayar dan kita nggak mau rugi?

Kedua, warung yang laris itu nggak ada urusannya sama dukungan sosial dan komunitas-komunitasan. Syarat warung laris itu cuma dua: menunya enak, harganya murah. Itu sudah.

Saya kira, pesan hikmah ini sangat layak dicermati oleh para pengelola OK Oce Mart berikut semua rekanannya. Karena walau bagaimanapun juga, kami adalah saudara senasib sepenanggungan yang sama-sama pernah mengalami rasanya gulung tikar.

Terakhir diperbarui pada 4 September 2018 oleh

Tags: ABCangkringangrand openinggulung tikarhukum alamMardanimenumonasmurahNenoOK Oce Martsupplierswalayanteh
Iqbal Aji Daryono

Iqbal Aji Daryono

Penulis dari Bantul. Lulusan Sastra Jepang, UGM.

Artikel Terkait

Kenorakan-kenorakan orang yang pertama kali ke Jogja dan bikin risih (Dari angkringan, Tugu Jogja, hingga Jalan Malioboro) MOJOK.CO
Ragam

Kenorakan-kenorakan Orang yang Pertama Kali ke Jogja, Niat Kelihatan Kalcer tapi “Nggak Mashok!”

20 Oktober 2025
Angkringan Pendopo Ndalem Pakuningratan Jogja. MOJOK.CO
Ragam

Pertama Kali ke Angkringan Pendopo Ndalem Jogja Malu-maluin karena Tak Bisa Meracik Teh, Beruntung Penjualnya “Pangerten”

16 September 2025
3 Ciri Angkringan Jogja yang “Nggak Enak” bagi Pelanggan, Cuma Bikin Kesal Aja Mojok.co
Pojokan

3 Ciri Angkringan Jogja yang “Nggak Enak” bagi Pelanggan, Cuma Bikin Kesal Aja

21 Juli 2025
3 Dosa Pedagang Es Teh Jumbo Cuan, tapi Bahaya untuk Pembeli (Unsplash)
Pojokan

3 Dosa Pedagang Es Teh Jumbo yang Menguntungkan Mereka tetapi Sangat Merugikan Pembeli

4 Juli 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.