ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Esai

Melihat Orang-Orang Bekerja Menjual Kecemasan Masa Depan Ala Bimbel dan Kelas Motivasi

Hanif Amin oleh Hanif Amin
24 Mei 2019
0
A A
Melihat Orang-Orang Bekerja Menjual Kecemasan Masa Depan Ala Bimbel dan Kelas Motivasi
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Orang-orang yang bekerja menawarkan bimbel dan kelas motivasi, nyatanya juga butuh motivasi untuk masa depannya.

Sebagai pelajar, saya selalu benci dengan usaha-usaha seperti bimbel atau kelas motivasi yang bahan jualannya adalah kecemasan-kecemasan akan masa depan. Mereka kemudian memunculkan produknya sebagai mesias yang akan menolong kita dari jurang kebodohan dan kemelaratan.

Tentu menawarkan bimbel atau kelas motivasi bukanlah suatu kejahatan (setidaknya secara hukum). Saya juga menolak untuk mengutuk beberapa dari mereka sebagai kapitalis yang kerjanya mengeksploitasi kepolosan para pelajar. Bukan karena lembaga-lembaga ini tidak melakukannya, tapi karena semua orang melakukannya.

Kita semua baik suka atau tidak suka, hidup dari sistem ekonomi yang menghalalkan eksploitasi dari kebodohan dan ketidaktahuan demi laba. Memangnya iklan-iklan makanan yang didesain semenarik mungkin tapi jauh berbeda dari produk asli itu tidak mengeksploitasi ketidaktahuan? Akan tetapi, toh banyak dari kita menerimanya sebagai teknik marketing yang mesti dipelajari.

Kembali lagi soal lembaga-lembaga menyebalkan ini. Saya telah beberapa kali menghadiri promosi bimbel atau motivator di sekolah. Sebagai pelajar, saya termasuk dalam golongan orang-orang yang ingin dirayu.

Dari yang saya tangkap, dengan permainan kata-katanya para penjual mencoba mempengaruhi kita setidak-tidaknya untuk mendengarkan perkataan mereka. Lalu dengan perlahan mereka menjual ketakutan seperti: orang tua yang semakin renta, persaingan kerja yang makin mengerikan, dan jutaan orang lain yang siap menyergap kesempatan ketika kita lengah.

Selanjutnya adalah promosi produk belajar atau motivasi secara halus. Misalnya, melalui permainan, trik-trik pemecahan masalah yang memukau, dan humor serta usaha-usaha untuk menambah relevansi dengan generasi saya. Produknya pun digemborkan-digemborkan dengan label yang menggelikan semacam “best seller” serta “diskon besar-besaran” yang akan “mengubah hidup”.

Saya termasuk anak yang menatap sinis pada penjual tadi. Menolak mengangkat tangan jika diminta mengangkat tangan. Gengsi untuk tertawa ketika mereka melawak (meski lawakannya memang terdengar memprihatinkan, sih). Melihat ke layar handphone ketika orang-orang ini menjelaskan. Mencibir dalam hati pada teman-teman yang merasa takjub sewaktu mendengar mereka.

Beberapa penjual bimbel atau kelas motivasi ini memang berhasil membuat takjub: puluhan anak dengan semangat langsung mengisi formulir pembelian. Akan tetapi pada sedikit kasus, ada juga yang gagal: seisi kelas terdiam ketika diminta membeli produk dan dengan putus asa (sambil tetap mencoba untuk terlihat segar dan bersemangat) si penjual mencoba membujuk sebisanya.

Tentu saya akan kesal apabila produk mereka dengan segala label fantastisnya itu ludes terjual sambil menggumam “dasar goblok” di dalam hati pada mereka-mereka yang membeli. Jika produk mereka terjual sedikit, ya sebaliknya. Di dalam hati akan terdengar gumaman “mampus!”

Atau setidaknya begitu pikir saya, sampai tadi pagi ketika seorang laki-laki berumur 20-an mempromosikan produk belajarnya di depan kelas. Usahanya berakhir gagal: hanya ada 3 orang yang membeli dan seisi kelas hening begitu ia meminta untuk menuliskan nama bagi mereka yang tertarik.

Pertemuan berakhir dengan kalimat-kalimat yang begitu canggung: satu humor kering dan permintaan untuk menghapus papan tulis pada ketua kelas. Seorang teman berbisik pada saya, “Cukup sekali aja saya ketipu sama kelas motivasi kayak gini.” (Dia merujuk pada kelas motivasi yang mengecewakannya beberapa minggu sebelumnya).

Si penjual bimbel atau kelas motivasi ini tersenyum pahit, lalu pergi.

Memang sih, selama menit-menit kehadiran si penjual gagal ini, saya selalu muak dengan kalimat-kalimat motivasionalnya yang kosong. Begitu juga candaan jayus dan trik-trik belajar yang sok keren meski sebenarnya tidak cerdas sama sekali.

Akan tetapi ketika ceramah dan promosi payah itu selesai, yang terakhir terlihat adalah senyum terpaksa dan raut wajah kecewa si penjual. Membuat saya tersadar jika dia adalah manusia yang tidak selalu bersemangat seperti perawakan yang dibawa selama menjual produk.

Saya belum bekerja, tapi melihat kenalan-kenalan yang hidupnya tidak begitu beruntung. Menjadikan mereka harus menjadi buruh, sales MLM, pembantu, atau ojek yang gajinya tidak begitu tinggi. Hal ini membuat saya sadar kalau pekerjaan tak pernah peduli dengan perasaan atau passion. Ia begitu dingin dan hanya satu yang diinginkannya: efektifitas untuk menghasilkan keuntungan.

Saya berpikir lebih jauh dan menyadari jika penjual-penjual produk belajar tadi dituntut untuk bersuara penuh wibawa dan semangat agar para calon pembeli merasa yakin. Sementara di sisi lain, mereka juga manusia yang punya kesedihan, kekecewaan, dan perasaan kompleks lainnya.

Pekerjaan mereka tidak mengizinkan sisi-sisi itu untuk diperlihatkan. Mereka harus kuat dan bertenaga. Namun, sekelebat kekecewaan dan rasa letih itu bisa terlihat walaupun sedikit. Lantas, tidak bisa tidak ia memunculkan empati dalam diri saya.

Saya tetap melihat kalau kebanyakan bimbel dan kelas motivasi yang ditawarkan adalah hal-hal yang sering kali hanya menguras dompet (orangtua) para pelajar tanpa memberi banyak nilai lebih. Akan tetapi, penjual-penjualnya yang bergerilya dari kelas ke kelas mempromosikan produk mereka dengan sikap semangat yang dilatih berulang kali di depan cermin adalah (seperti pekerja-pekerja lain) manusia yang terhisap ke dalam dunia pekerjaan yang tak kenal ampun.

Saya membayangkan betapa melelahkannya secara emosional untuk pergi dari kelas ke kelas lalu mempromosikan dagangan mereka dengan suara bersemangat yang sama. Tak peduli ada masalah apa di rumah. Belum lagi jika bertemu sekumpulan murid kurang ajar (seperti saya) yang menolak untuk diatur dan tak peduli pada apa pun kata mereka lontarkan. Mereka harus memasang topeng-topeng penuh kebahagiaan itu terus menerus. Barangkali sambil meragukan kata-kata sendiri.

Pada akhirnya, mereka adalah bagian dari orang-orang yang dituntut untuk terus melaju-saling tendang tanpa henti agar tidak tergilas. Manusia-manusia kelas pekerja yang menangis penuh derita lalu di saat yang sama harus menyikut orang lain di kanan-kiri.

Saya sebentar lagi akan mengalami dunia kerja dan saya tidak tahu apa-apa. Yang terpikir untuk menghadapinya hanyalah memantapkan mental dan menyiapkan ruang-ruang empati bagi mereka yang telah bekerja dan masih menyimpan harapan. Mencoba terlihat serius dan sedikit sopan pada penjual produk-produk yang saya anggap sampah agar beban mereka sedikit terangkat, sepertinya bukan ide buruk.

Teman-teman lain yang membeli pun tidak perlu dicibir karena tujuan mereka adalah harapan-harapan yang mulia. Selain itu, sebaiknya tidak dibombardir begitu saja dengan begitu egois hanya karena saya merasa punya “cara hidup” yang lebih baik.

Lagian kalau dipikir-pikir, semua cuap-cuap ini begitu ironis karena saya menaruh empati pada orang yang sama dan saya anggap penghisap. Aduh, sialan memang. Ternyata, kita semua benar-benar menyedihkan, ya.

Terakhir diperbarui pada 23 Mei 2019 oleh

Tags: bimbelkelas motivasiMLMsales
Iklan
Hanif Amin

Hanif Amin

Tinggal di NTB

Artikel Terkait

Tak Mau Kuliah Selain di IPB karena Merasa Pintar, Berujung Gagal UTBK dan Kuliah Kampus Akreditasi B meski Sudah Bimbel MOJOK.CO
Kampus

Yakin Tembus UTBK IPB karena Sok Pintar, Berujung Malu Hanya Bisa Kuliah di Kampus Nggak Terkenal Akreditasi B

19 Juni 2024
Gagal UTBK SNBT Undip Semarang, bayar bimbel mahal demi lolos UGM Jogja malah berujung menyedihkan MOJOK.CO
Kampus

Gagal UTBK Undip Semarang Langsung Bayar Bimbel Mahal demi Lolos UGM Jogja, Tetap Gagal hingga Ibu Jadi Sasaran Murka Bapak

17 Juni 2024
Cerita Mahasiswa Surabaya yang Kerja Jadi Sales: Jam Kerja Kerap Molor, Uang Lemburnya Nggak Banyak, Job Desc Nggak Jelas (Mojok/Ega Fansuri)
Geliat Warga

Cerita Mahasiswa Surabaya yang Kerja Jadi Sales: Jam Kerja Kerap Molor, Uang Lemburnya Nggak Banyak, Job Desc Nggak Jelas

20 April 2024
nekat kos dekat kali code jogja demi lolos UNS solo.MOJOK.CO
Ragam

Nekat Kos Dekat Kali Code Jogja Mandinya di Pom Bensin karena Air Kos Bau, Semua Demi Lolos Seleksi di UNS

3 Maret 2024
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
gus dur hmi akbar tandjung connection jusuf kalla golkar menjerat gus dur virdika rizky utama mojok.co

Ngaku Cinta Allah padahal Cuma Nafsu Kepingin Masuk Surga-Nya doang

Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Sulitnya Pegawai Pinjol Menjelaskan ke Tetangga tentang Pekerjaannya: Ngaku Kerja di Bank hingga Jadi Sasaran Pinjam Uang.MOJOK.CO

Sulitnya Pegawai Pinjol Menjelaskan ke Orang Tua soal Pekerjaannya: Ngaku Kerja di Bank hingga Jadi Sasaran Pinjam Uang Tetangga

16 Mei 2025
Perayaan Waisak di Candi Borobudur. MOJOK.CO

Pengunjung Candi Borobudur Capai 100 Ribu Orang Selama Libur Waisak, Ekonomi Daerah Meningkat

18 Mei 2025
Upaya Merawat Candi Borobudur di Magelang agar Bisa Bertahan 2000 Tahun Lagi. MOJOK.CO

Upaya Merawat Candi Borobudur agar Bisa Bertahan 2000 Tahun Lagi

13 Mei 2025
Sandal upanat produksi perajin Borobudur di Magelang. MOJOK.CO

Mereka yang Mendapat Berkah dari Produksi Upanat, Sandal Khusus untuk Naik ke Candi Borobudur

13 Mei 2025
Senyum Lebar Petani Kopi Gunung Puntang dan Kaghomasa Bajawa di World of Coffee MOJOK.Co

Senyum Lebar Petani Kopi Gunung Puntang dan Kaghomasa Bajawa di World of Coffee 2025

15 Mei 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.