Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Meninjau Kelompok Makan Bubur Diaduk atau Tidak dari Syariatnya

Dinar Zul Akbar oleh Dinar Zul Akbar
12 April 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Kalau ditinjau dari syariatnya, bagaimana ya, memutuskan manakah yang terbaik antara makan bubur diaduk atau tidak?

Paska kampanye akbar paslon 02 di GBK beberapa waktu lalu. Muncul kembali perdebatan tentang mana yang lebih utama dalam mengkonsumsi panganan yang disebut bubur. Apakah makan bubur diaduk? Atau harusnya tidak? Hal ini dikarenakan, terlihat adanya spanduk yang mengatasnamakan kedua komunitas tersebut yang kompak mendukung Prabowo dan Sandi.

Saya sendiri, tidak berafiliasi kepada kedua kelompok itu. Pasalnya, saya sendiri berasal dari komunitas yang nggak mentingin makan bubur diaduk atau nggak. Yang terpenting adalah, makannya bareng sama siapa?! Saya pernah membaca ulasan dari seseorang yang katanya lulusan fisika dan mengatakan bahwa komunitas makan bubur diaduk dibangun dari dasar logika yang kuat.

Berangkat dari situ, saya juga mau mengulas dari tinjauan syaiat mengenai apakah baiknya makan bubur diaduk atau tidak. Kenapa harus bawa-bawa syariat dalam urusan makan bubur ini? Ya, kalau syariat aja boleh dibawa-bawa dalam urusan kampanye. Kenapa saya nggak boleh bawa syariat dalam urusan bubur?

Ingat, Saudara, bahwa sandang, pangan, dan pasangan eh papan, adalah kebutuhan asasi manusia. Dan makan bubur merupakan sub bab dalam permasalahan pangan ini.

Pada dasarnya, perkara ini adalah perkara duniawi. Jika demikian, maka segala inovasi yang dihasilkan demi menimbulkan kenyamanan hukumnya diperbolehkan. Ini sesuai dengan hadis riwayat Imam Muslim. Nabi Muhammad sholallahu alaihi wasallam pernah berkata, “Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.”

Jadi, selama ini urusan dunia, maka sah-sah saja kalau cara makan bubur diaduk atau tidak. Apakah selesai? Tentu tidak. Biar tulisan ini agak panjang dan sesuai standar tim redaksi mojok. Maka saya kan mencoba mengulas kedua mazhab tadi berbekal dari ilmu yang saya punya.

Dalam ushul fiqih dijelaskan bahwa, masing-masing mazhab itu mempunyai karakteristik yang unik dan berbeda dari mazhab yang lain. Kita ambil contoh yang ada di dalam mazhab Imam Malik. Sudah diketahui bahwa hanya dalam mazhab Imam Malik, terdapat istilah amal ahli Madinah.

Apakah amal ahli Madinah itu? Amal ahli Madinah adalah perbuatan penduduk Madinah. Jadi, jika ada suatu Khobar ahad (riwayat hadis yang dibawakan beberapa orang) menyelisihi amalan penduduk Madinah tersebut. Maka Khobar tersebut otomatis tertolak.

Kenapa? Pasalnya, penduduk Madinah merupakan keturunan para sahabat yang dahulu menemani Rasulullah. Para sahabat dahulu melihat proses turunnya wahyu. Mereka juga sering bertemu, berinteraksi, dan melihat bagaimana cara Rasulullah hidup. Kemudian hasil interaksi tersebut diwariskan kepada generasi setelahnya. Oleh karena itu, Imam Malik menganggap bahwa amal ahli Madinah lebih utama untuk diamalkan daripada Khobar ahad tadi.

Nah dalam urusan bubur ini. Setidaknya kita harus tahu dari daerah mana bubur itu berasal. Dari hasil gugling saya, katanya, bubur itu berasal dari Cina, ketika mereka masih berada dalam suasana kekaisaran.

Jadi kesampingkan dulu bubur itu diaduk atau tidak. Lihat dulu apakah Anda ini anti aseng atau tydaq? Jika iya, maka sarapan dengan ketupat sayur yang terasa lebih pribumi, jauh lebih utama bagi Anda ketimbang sarapan dengan bubur ayam.

Balik lagi ke pembahasan awal. Kalau perlu, kedua kubu mengadakan studi banding serta napak tilas tentang bubur itu sendiri di daerah asalnya secara langsung. Lalu adakan observasi, apakah cara makan bubur warga di sana dengan diaduk atau tidak? Jika sudah didapatkan hasilnya maka itulah hujjah atau dalil yang berlaku bagi semua pihak.

Yang kedua, tanyakan langsung kepada penjualnya alias si tukang buburnya. Apakah ikatan pengusaha bubur ayam ini sudah membuat ijtima yang menghasilkan keputusan tentang makan bubur ayam dengan cara tertentu? Jika belum, sebagai konsumen kita mempunyai hak bahkan wajib untuk menagihnya.

Iklan

Oleh karena penjual bubur jauh lebih mengetahui tentang buburnya itu sendiri. Ibarat dalam dunia fikih, tukang bubur adalah mufti. Seorang mufti tentu jauh lebih mengerti tentang dalil- dalil permasalahan agama ketimbang kita yang awam ini. Lantas, siapakah awam dalam hal makan bubur ini? Ya, tentu kita semua sebagai pembeli.

Ungkapan yang terkenal dalam dunia ushul fiqih adalah mazhab awam adalah mazhab muftinya. Asy Syatibi menerangkan bahwa keputusan mufti ibarat dalil syar’i bagi masyarakat awam. Ini juga sesuai dengan ayat Al-Quran, “Bertanyalah kepada ahli ilmu jika kalian tidak mengetahuinya.”

Dikarenakan orang yang paling mengetahui tentang bubur itu sendiri adalah si penjualnya. Maka, saya menghimbau kepada seluruh penikmat bubur. Alangkah baiknya bagi Anda, selain menanyakan harga buburnya berapa, tanyakan juga kepada abang-abangnya, “Bang, ini makannya menurut abang lebih enak diaduk atau nggak? Jika beliau bersedia menjawab, maka genggam erat-erat jawaban tersebut walau seluruh manusia menyelisihi Anda.

Yang ketiga, ikuti mazhab jumhur. Dalam literatur fikih, tidak selamanya mazhab jumhur atau mayoritas merupakan pendapat yang benar. Namun mazhab jumhur bisa menjadi qorinah alias indikasi bahwa pendapat ini lebih sesuai daripada pendapat selainnya. Ada ucapan dari sahabat yang mulia Abdullah bin Mas’ud. Beliau pernah bilang, “Apa-apa yang dipandang kaum muslimin baik maka di sisi Allah juga baik. Dan apa-apa yang dipandang mereka buruk, begitu pun di sisi Allah juga buruk.”

Untuk itu, kedua kubu harus segera melaksanakan survei, untuk mencari tahu manakah yang lebih banyak jumlahnya. Apakah yang makan bubur diaduk atau tidak? Baiknya, survei dilakukan secara patungan oleh kedua kubu, agar konflik kepentingan selama proses survei berlangsung bisa dihindari. Pilih juga lembaga survei yang aseli dan ori, bukan kaleng-kaleng yang akhir-akhir ini banyak bermunculan menjelang pemilu.

Terakhir diperbarui pada 12 April 2019 oleh

Tags: makan bubur diadukPilpres 2019Prabowo-Sandiagasyariat islam
Dinar Zul Akbar

Dinar Zul Akbar

Asli Betawi. Sedang menyelesaikan kuliah pascasarjana di Islamic University of Madinah.

Artikel Terkait

ratna sarumpaet
Kotak Suara

Lama Tak Terdengar, Ratna Sarumpaet Luncurkan Buku dan Bongkar Liarnya Dunia Politik

19 Februari 2023
Yang Terjadi kalau GAM Menang dan Aceh Merdeka sebagai Negara
Esai

Yang Terjadi kalau GAM Menang dan Aceh Merdeka sebagai Negara

16 Agustus 2021
Kolom

Tiba Saatnya Arab Saudi Izinkan Perempuan Pergi Haji Sendirian

18 Juli 2021
Kilas

Gara-Gara Rekonsiliasi Prabowo-Jokowi, PA 212 Bakal Gelar Ijtima Ulama 4 Segera

15 Juli 2019
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.