MOJOK.CO – Chef Juna melewati banyak kesulitan untuk sampai di titik ini. Juri MasterChef Indonesia itu mengajari kita pentingnya menjadi diri sendiri.
Menyaksikan obrolan antara Deddy Corbuzier dengan Chef Juna, juri MasterChef Indonesia, membuka mata saya. Utamanya, tentang kehidupan pribadi Chef Juna yang sedikit banyak dikulik lewat obrolan tersebut. Lainnya, tentu saja tentang life wisdom yang secara tidak langsung diajarkan oleh chef jenius ini kepada para netizen.
Tentang kehidupan pribadinya, siapa sangka, ternyata chef yang terkenal dengan sikap dingin, ora tedheng aling-aling, dan galak itu punya sisi lain. Kejutan pertama, Chef Juna adalah pemegang green card Amerika Serikat, sangat prestisius bagi warga negara. Lalu, saya baru tahu kalau Chef Juna pernah menikah dengan orang Amerika. Saya juga baru ngeh kalau dia tak pernah mengikuti sekolah masak formal.
Saya kembali dibuat terhenyak ketika mendapati kenyataan bahwa salah satu juri Masterchef Indonesia tersebut pernah jatuh di titik nadir ketika bertahan hidup di Amerika. Chef Juna sampai harus mengumpulkan sen demi sen untuk membeli makan. Lalu, siapa yang menyangka, sebenarnya Chef Juna pernah menimba ilmu sebagai pilot pesawat terbang. Ya, harus diakui, Om Deddy memang hebat mengulik kehidupan pribadi para tamunya.
Bagaimana cara Chef Juna mencapai “kenikmatan hidup” seperti sekarang? Jawabannya ada pada nilai-nilai yang dipegangnya dalam menjalani hidup. Nilai-nilai itu dapat kita sebut sebagai life wisdom ala Chef Juna.
Dari perbincangan di kanal Deddy Corbuzier, izinkan saya membagikan beberapa pandangan hidup ala Chef Juna, juri MasterChef Indonesia.
Renungkan tujuan hidupmu
Di satu momen, ketika Juna muda bangun pagi dan pergi boker, dia melihat dirinya di depan cermin. Dia melakukan self-talking, bertanya pada dirinya, “Mau jadi apa saya nanti? Masak gini-gini terus?”
Setelah merenung dan mendapat berkat serta restu dari ibunya, Juna muda memutuskan berangkat ke Amerika demi menjalani pendidikan sebagai pilot. Keputusan yang cukup berani. Terlebih, dia berangkat sendiri dan tidak punya kenalan di sana.
Sebelum memutuskan hengkang ke Amerika, Chef Juna adalah pemuda bandel dan tidak tahu arah hidupnya. Setelah di Amerika, Chef Juna merasa sudah menemukan jati dirinya, yaitu seorang koki, bukan pilot. Penyadaran ini diraih lewat jalan yang berliku. Penyadaran yang mengantarkannya menjadi salah satu chef ternama lewat MasterChef Indonesia.
Bagi generasi muda, kita semua, penting untuk memahami tujuan hidup.
Jangan melakukan sesuatu hanya karena tekanan lingkungan
Pertanyaan yang sering diterima Chef Juna adalah: “Sudah berumur, kok, belum nikah?”
Bagi Juna, menikah bukan keharusan. Bukannya tidak mau menikah, dia sudah pernah menikah, lalu kemudian bercerai. Hubungan dengan mantan istri masih terjaga dengan baik.
Keputusan untuk menikah atau tidak seharusnya bukan keputusan yang didasarkan pada tekanan sosial. Yah, di Indonesia, bisa jadi urusan pelik. Urusan nikah, punya anak, punya rumah sendiri, justru menjadi konsumsi saudara dan tetangga. Yang seharusnya urusan privat malah menjadi urusan publik.
Juri MasterChef Indonesia berusia 45 tahun itu tidak terlalu mempermasalahkan pendapat dan komentar orang lain. Contohnya, ketika ada yang menuduhnya gay, dia santai saja dan tak merasa perlu untuk membela diri.
Tak ada salahnya menjadi old school
Chef Juna mengaku dirinya adalah old school, yang bisa diartikan nggak update-update amat. Masih sering menggunakan cara lama. Contohnya, dia masih menggunakan oven model lama, bukan yang terbaru atau tercanggih.
Chef Juna bukannya apriori dengan perkembangan teknologi terbaru. Namun, seharusnya para chef masa kini dapat mengerti tentang nilai-nilai dasar dari memasak dan esensi sebuah masakan, yang kadang terabaikan begitu saja.
Dari orang-orang old school kita dapat belajar banyak tentang penghargaan akan proses. Jangan penginnya instan. Lihat saja, dampak kerja instan anggota DPR dan Pemerintah dalam menyusun UU Cipta Kerja. Sudah disahkan saja masih banyak salah di sana-sini. Begitulah kalau ada bagian proses yang diamputasi seenaknya.
Nggak perlu pamer
Bagi banyak orang, pembuktian diri adalah hal yang sangat penting. Bagi Chef Juna, hal tersebut bukan agenda penting dalam hidupnya. Dia tidak merasa perlu membuktikan apa-apa ke orang lain. Terutama setelah namanya “meledak” di televisi lewat MasterChef Indonesia.
Yang ia lakukan adalah mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan (supposed to be). Ketika seseorang tahu apa yang harus dikerjakan (bukan sekadar apa yang ingin dikerjakan), artinya dia sudah berada pada tahap matang, bukan sekadar coba-coba.
Beda banget yah, dengan orang-orang kaya baru, yang pengin pamer segalanya. Mulai dari pamer akik, sampai sempak suami, dipamerin semua. Tujuannya apa coba?
Nah, itulah life wisdom ala Chef Juna yang bisa bikin kita survive menjalani hidup. Semoga saja, kisah Chef Juna ini juga menginspirasi generasi milenial, agar memiliki sumbangsih nyata bagi bangsa ini, seperti yang dipesankan oleh seorang Ibu. Yok, bisa yok.
BACA JUGA MasterChef Indonesia Program Rekayasa Saja? Berikut Bagian-bagian yang Terduga Rekayasa dan tulisan-tulisan lainnya di rubrik ESAI.