Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Mari Menanam Pisang di Demo 4 November

Fariz Alniezar oleh Fariz Alniezar
1 November 2016
A A
Mari Menanam Pisang di Demo 4 November

Mari Menanam Pisang di Demo 4 November

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Komedian kesohor Charlie Chaplin satu tempo pernah bilang: kehidupan adalah tragedi jika dilihat dari jarak dekat dan komedi jika dilihat dari jarak jauh. Dengan sangat menyesal saya ingin mengatakan kepada akhi-akhi mahasiswa calon peserta demo 4 November besok bahwa bangsa Indonesia hari ini sudah defisit komedi.

Ini bahaya. Bung Karno, si Bung Besar, pernah bilang bahwa hendaknya kita hidup dengan cara vivere pericoloso. Hidup yang nyerempet-nyerempet bahaya. Cukup nyerempet saja. Jangan sampai kita kena bahaya beneran. Nyerempet-nyerempet serius boleh, tapi kalau melulu serius, ini yang menyebabkan bahaya.

Hidup akhir-akhir ini menjadi sedemikian serius. Jika membuka media sosial, kita akan menemui dua kemungkinan, mengernyitkan dahi atau mengelus dada. Dua-duanya tanda keseriusan. Ini bahaya. Sekali lagi: sangat berbahaya.

Terhadap isu-isu tertentu, reaksi masyarakat bisa menjadi sangar dan gahar. Yang belakangan paling mencorong adalah rencana demonstrasi pada 4 November mendatang. Demo tersebut akan dilakukan oleh sejumlah ormas keagamaan untuk menanggapi tuduhan penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur Jakarta. Bahkan dai kondang Aa Gym menyatakan akan turun dalam aksi kali ini.

Ini perkara serius.

Zaman Pak Esbeye masih jadi presiden, saya sempat bahagia tatkala meyaksikan sebuah stasiun TV menayangkan berita demonstrasi besar-besaran. Di tengah hiruk pikuk pekik dan pekak demonstrasi itu, saya dengan jelas menyaksikan seorang demonstran yang memakai atribut ikat kepala dengan tenang melenggang sembari memegang seutas tali. Tali itu, Anda tahu, adalah keloan (tali hidung) kerbau yang dituntunnya. Kerbau itu berjalan santai dengan sisi kanan-kiri perutnya dipilok menjadi tulisan “Si Buya”.

Ini lompatan teknologi dalam demonstrasi. Kecanggihan yang laik diapresiasi. Demonstrasi ndak mesti teriak-teriak sehingga membuat otot leher membengkak. Demonstrasi cukup dilakukan dengan cara yang “mojok”. Bawa kerbau, tulisi tubuhnya dengan inisial yang “vivere pericoloso” terhadap subjek yang didemo, habis perkara.

Peduli setan ia tersinggung atau tidak. Yang penting bagi manusia yang cerdas, kaidahnya cukup jelas: yakfi bil isyaroh. Manusia yang otaknya lumayan itu ndak perlu diteriaki, tak perlu dimaki-maki, apalagi dengan cara megap-megap pakai megafon. Cukup pakai isyarat saja ia akan paham.

Sepanggang seperapian dengan kecerdasan penyeret kerbau “Si Buya” itu, pemuda di kampung saya juga melakukan hal yang tidak kalah cerdas. Bertahun lampau, saat jalanan kampung kami yang hanya bisa dilukiskan dengan kata “rusak” atau “rusak sekali” tidak kunjung diperbaiki pemerintah, sekelompok pemuda secara kolosal menanam pohon pisang berjajar rapi di tengah jalan.

Jalanan kampung kami lunas menjadi kebun pisang jadi-jadian.

Di hadapan kejadian yang demikian, demonstrasi bukan saja menjadi komikal dan lucu, lebih dari itu, demonstrasi seperti itu adalah demonstrasi yang parodik, yang hanya bisa dilakukan oleh mereka yang memandang kehidupan dari jarak jauh seperti perkataan Chaplin.

Ndak ada kerusuhan, ndak ada kegaduhan. Yang ada justru sebaliknya, kelucuan dan kegembiraan. Jalanan boleh saja tak kunjung diperbaiki, namun jangan pernah sekali-kali merenggut dari kami hak kegembiraan atas hidup. Begitu kira-kira pamflet demonstrasi komikal itu jika dituliskan dalam kalimat.

Saya mencatat dan akhirnya menemukan sebuah pola yang mungkin saja masih kasar, namun setidaknya bisa dijadikan referensi. Demonstrasi, dalam catatan saya, menjamur selepas meletusnya Reformasi. Sejak saat itu, banyak pihak yang kecanduan melakukan demonstrasi. Kalau ndak demo ndak marem (puas). Kalau ndak teriak ndak enak. Pelopornya adalah mereka yang acap menyebut diri agent of change, agen perubahan. Bukan agen minyak tanah apalagi pulsa.

Setelah Reformasi, demonstrasi tumbuh bak cendawan di musim hujan. Melihat kebijakan ndak tepat, kita demo. Melihat diskriminasi, kita demo. Melihat atasan ndak bijak, kita demo. Melihat bawahan ndak rajin, kita demo. Melihat atasan yang ndak pakai bawahan, kita demo. Pokoknya kita maniak demo.

Iklan

Tapi itu ndak lama, hanya berjalan sekitar 10 sampai 15 tahun saja. Sekira tahun 2010, demonstrasi menurun drastis. Bukan karena tidak ada masalah. Masalah masih cukup banyak, namun lokus dan cara menanggapinya sudah berbeda dan mengalami pergeseran. Mahasiswa sudah pinter-pinter mengemukakan pendapat sehingga mereka ogah teriak-teriak demonstrasi.

Lagian, kebanyakan mahasiswa kan terbelenggu dalam kredo “Berani mati tapi takut lapar”. Sangat mungkin logistik demonstrasi kian hari kian menipis. Bandarnya bangkrut sehingga mereka pensiun dini.

Mahasiswa cepat belajar. Mereka menyadari, meskipun telat, bahwa demonstrasi dengan cara berteriak-teriak apalagi membakar ban bekas segala itu ndak ada gunanya. Mereka bukan lagi turun jalan, melainkan turun pena. Mereka banyak menulis. Mereka banyak menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan. Mahasiswa tidak ingin mengerjakan hal yang sia-sia. Mereka tidak ingin masuk ke dalam lubang yang sama, yang dulu mereka sendirilah penggalinya.

Celakanya, mahasiwa memang cepat belajar, namun ada jenis kawanan manusia yang justru lambat sekali belajarnya, jika tidak mau dikatakan tidak belajar sama sekali. Saat mahasiswa sadar dan menjauhi lubang demonstrasi yang mereka gali, yang nyatanya ndak membuahkan hasil apa-apa itu, sekawanan manusia ini dalam lima tahun terakhir justru gemar sekali berdemonstrasi. Jihad katanya.

Oalah. Kalau jihad mbok ya lihat-lihat gitu lho, Akhi. Kalau jihad itu yang keren. Cari lawan dan sparing partner yang seimbang seperti zaman dulu saat Resolusi Jihad melawan NICA feat pasukan Sekutu pemenang Perang Dunia Kedua.

Lha sekarang, sampean-sampean mau jihad jalan kaki dari Masjid Istiqlal ke Istana Negara? Sampean jihad lawan siapa? Kebangetan sekali kalau sampean jihad lawannya cuma si Aaahhh… sudahlah.

Ente ndak pintar mengolah tragedi menjadi komedi, Akhi. Makanya, Akhi, sebaiknya pulanglah, baca The Name of the Rose Umberto Eco: Akhi akan tahu betapa dahsyatnya humor dan komedi.

Terakhir diperbarui pada 11 Agustus 2021 oleh

Tags: ahokBung KarnoCharlie Chaplindemo 4 NovemberDemonstrasifeaturedFPIkomedisbyTragedivivere pericoloso
Fariz Alniezar

Fariz Alniezar

Artikel Terkait

pam swakarsa, militer.MOJOK.CO
Mendalam

Riwayat Pam Swakarsa, Tukang Gebuk Bayaran Tentara yang Berupaya Dihidupkan Kembali. Ancaman Serius bagi Demokrasi

5 September 2025
UI kampus perjuangan tapi BEM-nya kini terbelah. MOJOK.CO
Catatan

UI sebagai Kampus Perjuangan Kini Terbelah dan Hilang Taringnya, Tak Saling Mendukung dan Searah

4 September 2025
Beda gaya komedi Jogja dan Jawa Timur, serta bagaimana pelawak tua seperti Marwoto bertahan di tengah gaya komedi modern MOJOK.CO
Seni

Beda Gaya Komedi Jogja vs Jawa Timur dan Upaya Pelawak Tua Susah Payah Mengikuti Pelawak Muda yang Dar Der Dor

11 Desember 2024
Menyusuri Jejak Sejarah Bung Karno di Magelang MOJOK.CO
Kilas

Walking Tour Beri Aku Sepuluh Pemuda: Mengenalkan Sejarah dengan Cara Fun dan Happy

2 September 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.