Maaf, Ukh, Kok Nggak Pakai Jilbab Syari? - Mojok.co
  • Kirim Artikel
  • Terminal
Mojok
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
Home Esai

Maaf, Ukh, Kok Nggak Pakai Jilbab Syari?

Dinnar Nabila oleh Dinnar Nabila
25 Maret 2019
0
A A
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Cuma karena nggak pakai jilbab syari, kok jadi masalah?

Beberapa minggu yang lalu, saya dan suami pergi main ice skating. Walau cuma bisa berani jalan pendek-pendek. Serta separuh waktu main saya cuma narik-narik baju suami karena takut jatuh, I do feel happy for trying something I’ve never tried before. Sepulangnya dari mal, saya posting status di Whatsapp. Foto sendirian, full-body.

Dari sekitar 5 replies, 2 di antaranya mengomentari “jilbab” saya. Waktu itu saya pakai setelan kemeja rok dan jilbab rawis. Menemukan sesuatu yang tidak “biasa” membuat beberapa kenalan saya angkat suara soal pilihan penampilan saya.

“Mbak, itu jilbabnya nggak sampai nutupin dada? Apa aku yang salah lihat?”

“Bil, nggak pakai jilbab syari lagi?”

Baca Juga:

Kenapa Saya Merasa Terhormat Jadi Pengasuh Pemuda Tersesat?

Ke Mana Dong Muslimah yang Tak Pakai Jilbab Mau Belajar Ngaji?

Kami yang Hijrah Mungkin Kurang Nakal, tapi Bukan Berarti Kami Tak Punya Akal

Dua tanggapan yang cukup bikin pening. Lantaran, nggak jelas juga maksudnya apa. Agar menjadi jelas, saya coba kasih 2 balasan yang berbeda. Buat yang ngerasa salah lihat saya bales.…

“Nggak, kok. Kamu nggak salah lihat. Mau di-zoom juga, nggak salah lihat. Gimana kah?”

Lalu, buat yang tanya perihal jilbab syari, saya minta untuk mengartikan, apa itu jilbab syari.

Percakapan pun berlanjut dengan, “yang merasa salah lihat” tadi. Dia berasumsi bahwa saya tau apa yang mau dia sampaikan. Hadehhh, sayangnya, saya tuh, nggak pernah ikut kursus jadi cenayang. Tetapi, mungkin saya memang tahu. Tapi saya cuma pengin ngelihat cara dia menasehati saudaranya dan berakhir kecewa karena chat terakhir saya hanya di-read.

Berbeda cerita dengan yang mau repot-repot mendefinisikan tentang “jilbab syari”. Kami kelar chatting sekitar tengah malam dengan bahasan yang cukup insightful dan menguatkan satu sama lain. Jenis percakapan yang hanya bisa terjadi jika kedua pihak saling terbuka dan memahami poin yang mau ia sampaikan. Sebuah percakapan sehat.

Saya menjelaskan padanya, bahwa alasan saya memakai “jilbab nggak syari” adalah alasan keamanan (untuk main ice skating) dan dakwah. Lalu, saya elaborasi bahwa saya juga punya lingkaran dakwah yang berbeda kalau dibandingkan dengan lulusan pesantren saya yang lain.

Alih-alih ketemu para ukhti pendukung nikah muda, circle saya malah banyak yang menunda menikah dan work-addict. Dibanding ketemu ukhti yang rajin datang kajian, lingkaran saya rajinnya datang les bahasa asing. Bukannya menghabiskan waktu untuk hafalan, orang-orang di lingkungan saya lebih menghabiskan waktunya untuk keliling dunia.

Saya tidak sedang membandingkan keduanya. Mana yang lebih mulia atau mana yang lebih menghabiskan uang. Saya hanya ingin menekankan bahwa kita semua punya “jalan dakwah” sendiri. Ada yang jadi ketua himpunan, ada yang jadi marbot masjid. Ada pula yang rajin pulang untuk dakwah ke orang tuanya. Ada yang jadi penulis, ada yang jadi developer di start-up, ada yang jadi bendahara perusahaan. Ada yang jadi pemilik resto, ada yang belajar ruqyah, ada yang sedang ambil spesialisasi mata. Ada yang jadi vlogger, ada yang jadi guru, ada yang doyan exchange, ada juga yang dapet proyek di Aljazair.

Lantas, jika semisal mereka semua tidak menggunakan atribut atau menggolongkan dirinya sama dengan golongan kalian, apa itu berarti mereka tidak sedang berdakwah?

Catatan ini, untuk pengingat diri sendiri. Bahwa untuk merasa paling berkontribusi untuk umat, hanya akan bisa mandek berkontribusi nyata di kehidupan sehari-hari.

Itu baru soal satu atribut, jilbab. Belum tentang kaos kaki, deker tangan, niqab, dan lain-lain. Itu juga masih soal atribut. Belum menyangkut soal cara memilih jodoh, cara resepsi, cara didik anak, cara bayar pajak, cara isi TTS, dan sebagainya. Kalau itu semua harus sama kayak maunya situ, ya jangan salahkan siapa-siapa kalau dakwah kalian dianggap eksklusif.

Untuk ukuran pernah dekat dengan mereka yang “saklek”, udah biasa banget dengar, “Kalau cari jodohnya nggak taaruf (mengacu ke taaruf pakai CV dan murobi), nanti pernikahannya nggak berkah.”

JEDHEEERRR. Dulu sempet keder juga. Orang saya masuk pesantren sudah punya calon dan memang awalnya kenal cuma dari teman. Bukan pakai CV atau biodata yang perlu ngisi preferensi penampilan fisik pasangan. Nemu, cocok, tak konkon nemoni bapakku. Loh, ini yang naksir duluan, jadinya siapa?

Saya menghargai banyak cara Allah menyatukan makhluknya. Mau kenalan di kereta, mau tetanggaan, mau pakai perantara murobi, mau pakai CV, atau mau dikenalin sepupunya temen dari tante yang ketemu di bandara waktu tanya toilet di mana, juga terserah orang. Itu hak prerogatif Allah.

Kembali ke chat dengan teman saya yang sampai larut malam itu. Dia yang dulunya kaget, karena saya sering beda pendapat dengan “umi pesantren”, jadi bisa memahami jalan mikir (dakwah) saya. Kalau dalam kehidupan sehari-hari, saya merasa tidak perlu menjelaskan penampilan saya. Saya bukan penganut “jilbab syari” garis keras. Saya menggunakan sebuah tipe jilbab, dengan mempertimbangkan kondisinya. Tapi, apakah semua pertimbangan tersebut, harus saya share ke khalayak umum? Ya suwun ukh, emoh nek mung nggawe kesel.

Intinya sih, kita tidak perlu harus menerima semua cara dakwah orang-orang, kok. Yang terpenting, lebih baik terbuka memahami perbedaan. Step pertama untk memahami itu mendengarkan, jadi lain kali chat saya jangan cuma di-read ya, Ukh.

Terakhir diperbarui pada 25 Maret 2019 oleh

Tags: hijrahjilbab syarikajian
Dinnar Nabila

Dinnar Nabila

Manten anyar yang sedang merintis kanal edukasi seks dan finansial untuk ukhti-ukhti yang lebih baik dan nggak cuma ngebet kawin karena lelah skripsi.

Artikel Terkait

Kenapa Saya Merasa Terhormat Jadi Pengasuh Pemuda Tersesat?

24 April 2021
Ke Mana Dong Muslimah yang Tak Pakai Jilbab Mau Belajar Ngaji?

Ke Mana Dong Muslimah yang Tak Pakai Jilbab Mau Belajar Ngaji?

20 November 2020
Prabowo Meet Up Sama Megawati, Amien Rais Sebut Rekonsiliasi Etok-Etok

Kami yang Hijrah Mungkin Kurang Nakal, tapi Bukan Berarti Kami Tak Punya Akal

29 Juli 2019
Pendukung Prabowo Atau Pendukung Jokowi Seharusnya Sama-Sama Enak

Kenapa Sensi dengan Mereka yang Hijrah?

23 Juli 2019
Salmafina Pindah Agama MOJOK.CO

Pilihan Salmafina Pindah Agama Memang Harus Jadi Urusan Umat

11 Juli 2019
Nasihatin Kaum Mabuk Agama MOJOK.CO

Susahnya Nasihatin Kaum Mabuk Agama yang Stagnan di Syor’a-syar’i Melulu

1 Juli 2019
Pos Selanjutnya
memilih caleg

Tips Memilih Caleg Dengan Selemah-Lemahnya Iman dan Pengetahuan

Komentar post

Terpopuler Sepekan

Jokowi: Jangan Pilih Pemimpin yang Masih Coba-Coba, Prabowo: Pemimpin Nasional Seharusnya Mahir Berbahasa Inggris

Maaf, Ukh, Kok Nggak Pakai Jilbab Syari?

25 Maret 2019
warung kopi mbah kuwot mojok.co

Kisah Mbah Kuwot Selamat dari Romusha dan Buka Warung Kopi Legendaris di Trenggalek

19 Juni 2022
Universitas Sanata Dharma

Bakso Dab Supri Sanata Dharma yang Mencatat Kisah-kisah Mahasiswa 

18 Juni 2022
Teror Pulung Gantung: Air Mata dan Seutas Tali Pati di Pohon Jati MOJOK.CO

Teror Pulung Gantung: Air Mata dan Seutas Tali Pati di Pohon Jati

23 Juni 2022
UTBK bocor di jogja

Viral di Sosmed, UTBK di UPN “Veteran” Yogyakarta Bocor, Pelaku Ditangkap

20 Juni 2022
Bank Plecit Menyaru Bank BUMN: Agen Rahasia Utang Ibu Rumah Tangga di Desa MOJOK.CO

Bank Plecit Menyaru Bank BUMN: Agen Rahasia Utang Ibu Rumah Tangga di Desa

20 Juni 2022
baskara aji mojok.co

Soal Jam Malam, Sultan Minta Menyeluruh di Jogja

24 Juni 2022

Terbaru

Kasman Singodimedjo tagih janji ke Sukarno sial Piagam jakarta

Kasman Singodimedjo, Menagih Janji 7 Kata Piagam Jakarta pada Sukarno

26 Juni 2022
Garuda Pancasila, Sudharnoto

9 Fakta Pencipta Lagu Garuda Pancasila yang Tersingkir dari Sejarah

26 Juni 2022
Makan Bersama di Tepikota, kuliner jawa timur di Yogyakarta

Minggu Bersama di Tepikota, Menikmati Kuliner Jawa Timur di Jogja

25 Juni 2022
Pentingnya ganti oli mesin mobil

5 Alasan Ganti Oli Mesin Perlu Dilakukan Berkala

25 Juni 2022
hasil pertandingan piala presiden PSS Sleman PSIS Semarang

Takluk dari PSIS Semarang, PSS Sleman Harus Menang di Laga Terakhir Grup A Piala Presiden

24 Juni 2022

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
DMCA.com Protection Status

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
  • Mau Kirim Artikel?
  • Kunjungi Terminal

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In