Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai Kolom

Tentang Kedermawanan Tuhan Menurut Al-Ghazali

Ulil Abshar Abdalla oleh Ulil Abshar Abdalla
11 Mei 2020
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Menurut al-Ghazali, ganjaran bagi orang-orang baik itu diberikan Tuhan bukan atas dasar “keharusan moral,” seperti yang berlaku dalam pergaulan antar-manusia.

Pembahasan saya kali ini masih di sekitar isu tindakan Tuhan. Ada dua isu lain yang terkait dengan masalah ini.

Pertama berhubungan dengan masalah ini: Jika seseorang berbuat baik, apakah Tuhan “harus” mengganjarnya? Jika demikian, apakah ini, lagi-lagi untuk kesekian kalinya, tidak membatasi kebebasan-Nya?

Isu kedua terkait dengan sumber ajaran-ajaran moral-etis tentang baik-buruk yang juga merupakan manifestasi tindakan Tuhan: Apakah bisa diketahui secara otonom dengan akal manusia, atau harus menunggu konfirmasi oleh wahyu dari Tuhan?

Mari kita ikuti penjelasan al-Ghazali dalam Ihya’ sebagai berikut:

“Wa-annahu yutsbitu ‘ibadahu al-mu’minina ‘ala al-tha‘ati bi-hukmi-l-karami wa-l-wa‘di, la bi-hukmi-l-istihqaqi wa-l-luzumi lahu, idz la yajibu ‘alaihi li-ahadin fi‘lun, wa-la yutashawwaru minhu dzulmun wa-la yajibu ‘alaihi li-ahadin haqqun.”

Saya terjemahkan sebagai berikut:

Tuhan menjadikan hamba-Nya yang beriman berbuat taat atas dasar kemurahan dan janji-janji-Nya, bukan karena hal itu merupakan hak yang harus diterima seorang hamba, juga bukan karena keharusan; sebab tak ada keharusan apapun bagi-Nya untuk melakukan sesuatu kepada seseorang; tak mungkin Dia melakukan kezaliman; dan tak ada seorang pun yang memiliki hak yang harus dipenuhi-Nya.

Ini adalah akidah penting dalam Asy‘ariyyah tentang Tuhan yang dikonsepsikan sebagai Tuhan yang bertindak dengan kebebasan penuh, tidak terikat oleh keharusan (luzum) apapun. Manusia tidak memiliki hak yang harus ditunaikan oleh Tuhan kepadanya (istihqaq; entitlement).

Sekali lagi, sesuai dengan konsepsi tentang Tuhan sebagai Yang Maha Sempurna, kemungkinan melakukan tindakan karena keharusan dan keterpaksaan jelas tidak layak dilekatkan kepada Tuhan. Hanya tindakan yang bebas, bukan karena keharusan, yang layak dinisbahkan kepada Tuhan.

Dengan demikian, tak ada keharusan bagi Tuhan untuk mengganjar manusia yang telah berbuat baik. Al-Ghazali bahkan mengemukakan sebuah pengandaian hipotetis: Andai Tuhan memasukkan orang-orang yang telah berbuat kebaikan ke neraka, mengazab mereka, itu bukanlah suatu kezaliman, melainkan keadilan.

Meskipun—tentu saja—hal ini tak akan terjadi; sebab Tuhan, dalam wilayah moral-etis, juga mengikuti “hukum” tertentu, yaitu: Barang siapa berbuat baik akan diganjar, yang berbuat jahat akan diazab (baca QS 99:7-8).

Sebagaimana dalam wilayah hukum alam Tuhan tidak “mau” bertindak arbitrer, begitu juga dalam wilayah hukum moral. Selalu ada kepastian dalam dua wilayah itu; bukan kepastian yang “memaksa” Tuhan, melainkan kepastian yang merupakan anugerah dari-Nya.

Demikianlah, menurut al-Ghazali, ganjaran bagi orang-orang baik itu diberikan Tuhan bukan atas dasar “keharusan moral,” seperti yang berlaku dalam pergaulan antar-manusia.

Iklan

Dalam interaksi sosial antar-manusia, berlaku kaidah ini: Jika siswa bisa mengerjakan soal ujian, maka guru secara otomatis menanggung beban-moral untuk meluluskannya. Inilah “rule of the game” dalam pergaulan manusia. Ini tak berlaku bagi Tuhan. Tak ada keharusan yang bersifat otomatis bagi-Nya.

Sekilas, mungkin Anda akan melihat adanya kontradiksi dalam penjelasan model Asy‘ariyyah ini: seolah-olah Tuhan bisa berbuat semena-mena. Tetapi ini hanyalah kesan di permukaan saja.

Para ulama Asy‘ariyyah jelas tidak memiliki anggapan bahwa Tuhan bisa berlaku semaunya terhadap manusia. Tuhan bertindak mengikuti kaidah tertentu: orang baik akan dibalas baik, orang jahat akan diazab. Hanya saja, kaidah ini diikuti Tuhan bukan atas dasar keharusan, melainkan karena “tafaddul”.

Konsepsi Asy‘ariyyah ini memang mengandung sedikit masalah. Jika kita lihat dengan cermat, akidah Asy‘ariyyah terlalu terobsesi dengan masalah tanzih: melindungi sebisa mungkin kesempurnaan Tuhan, dan menjauhkan segala atribut yang mengesankan defisiensi atau kekurangan dari-Nya. Tuhan haruslah Maha Sempurna, sementara manusia adalah makhluk yang serba-kurang dan lemah.

Hassan Hanafi, filsuf Mesir, pernah melontarkan kritik semacam ini terhadap akidah Asy‘ariyyah yang ia anggap terlalu teo-sentris, dan mengabaikan dimensi manusia. Hanafi menghendaki rumusan akidah yang juga sedikit membela kebebasan dan otonomi manusia, dan saya setuju.

Isu kedua, menyangkut sumber ajaran moral mengenai baik-buruk, posisi al-Ghazali segaris dengan posisi Asy‘ariyyah yang menegaskan bahwa: ajaran tentang baik dan jahat, hanya bersumber dari wahyu, bukan dari akal manusia.

Ini bukan berarti bahwa manusia, melalui penalarannya, tidak bisa mengetahui baik-buruknya sesuatu. Jelas, ini “counter-factual,” berlawanan dengan kenyataan riil. Dalam kenyataannya manusia menalar hampir setiap saat tentang perkara baik dan buruk. Dengan nalarnya sendiri, misalnya, manusia toh tahu bahwa membunuh adalah jahat, ada atau tidak ada wahyu.

Posisi Asy‘ariyyah yang diikuti oleh al-Ghazali ini hanya mau menegaskan: hasil penalaran manusia mengenai baik-buruk tidak “legitimate” kalau belum mendapatkan “stempel” dari wahyu Tuhan. Segala hal menyangkut hukum moral belum sah dalam pandangan keimanan jika tidak dilandasi oleh “tindakan” Tuhan yang tertuang dalam bentuk wahyu dalam Kitab Suci.

Akal sama sekali tidak diabaikan dalam cara-berpikir Asy‘ariyyah; akal tetap memiliki peran besar, hanya saja akal yang “divinely bound,” terikat dengan wahyu ketuhanan—suatu pandangan yang tentu saja berlawanan secara kontras dengan gaya berpikir humanisme-sekular murni.

Sepanjang Ramadan, MOJOK.CO akan menampilkan kolom khusus “Wisata Akidah Bersama al-Ghazali” yang diampu oleh Ulil Abshar Abdalla. Tayang setiap pukul 16.00 WIB.

Terakhir diperbarui pada 11 Mei 2020 oleh

Tags: akidahal-ghazaliihyaTuhanulilWisata Akidah
Ulil Abshar Abdalla

Ulil Abshar Abdalla

Cendikiawan muslim.

Artikel Terkait

Cerita Mereka yang Berhasil Stop Main Judi Online Setelah Kehilangan Segalanya: Kalah Puluhan Juta, Ingin Resign dari PNS, Tapi Bisa Taubat Gara-Gara Grup Facebook.MOJOK.CO
Esai

Tentang Sebuah Kampung yang Ketagihan Judi Togel

4 Januari 2024
Tuhan, Mengapa Saya Terlahir Menjadi Manusia Seperti Ini? MOJOK.CO
Kilas

Tuhan, Mengapa Saya Terlahir Menjadi Manusia Seperti Ini?

25 Desember 2023
Mungkin Tuhan Menamparku, Cinta Perempuan itu Bukan Untukku. MOJOK.CO
Kilas

Mungkin Tuhan Menamparku, Cinta Perempuan itu Bukan Untukku

4 Juni 2023
Tuhan Itu Apa
Esai

Bapak, Tuhan Itu Apa?

14 Januari 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.