MOJOK.CO – KJP seharusnya menjadi jaring pengaman pendidikan, bukan formalitas bantuan. Nyatanya malah salah sasaran dan rentan manipulasi.
Selain tak becus menangani kemacetan dan banjir, Pemerintah Kota Jakarta justru malah membebani warganya lewat sebuah program bantuan bernama KJP atau Kartu Jakarta Pintar. Menurut saya, bantuan bisa menyusahkan ketika salah sasaran dan tidak ada perbaikan secara konkret.
Sebagai warga Jakarta, jujur saya sudah terlampau muak dengan beberapa kebijakan dan program dengan embel-embel “bantuan”. Alih-alih meringankan, ujung-ujungnya tetap saja membuat susah. Misalnya ya itu tadi, bantuan KJP
Warga Jakarta menyambut hangat program ini ketika meluncur pada 2012. Katanya, KJP adalah program bantuan dana pendidikan untuk anak Jakarta dari keluarga kurang mampu.
Tujuan dari program ini jelas, agar mereka senantiasa bisa mendapatkan kesetaraan akses pendidikan yang layak. Maka, bagi masyarakat kurang mampu, kehadiran KJP membawa angin segar yang menyimpan secercah harapan.
Dari harapan menjadi keputusasaan
Harusnya, KJP jadi peluang emas bagi anak-anak Jakarta yang ingin sekolah tapi terhalang biaya. Tapi nyatanya, tidak selalu demikian.
Keluarga saya adalah salah satu korbannya. Saking ruwetnya mengurus administrasi KJP, ibu saya bahkan sampai jadi kapok dan tak lagi menaruh harap.
Bukannya mau pesimis. Pasalnya, ibu saya sudah berulang kali mencobanya, tapi hasilnya selalu sama. Gagal juga. Kegagalan itu tak hanya pada masa saya sekolah dulu, tapi hingga sekarang. Saat kedua adik saya masih mengenyam pendidikan dasar.
Semuanya gagal. Bantuan itu tetap tak kunjung datang. Hingga pada akhirnya, ibu saya menyerah dan pasrah oleh harapan semu itu. “Daripada berharap lagi tapi ujung-ujungnya sakit, mending usaha cari uang sendiri,” begitu ucap ibu saya.
Baca halaman selanjutnya: Sarat pungli dan salah sasaran.












