ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Esai

Yang Luput dari Pertanyaan: Kalau Maulid Nabi Boleh, Kenapa Nabi Tak Melakukannya?

Ayah saya sering kali mengajak saya mengimajinasikan andai Nabi Saw hadir di tengah kita. Salah satu caranya? Dengan maulid Nabi.

Husein Jafar Al Hadar oleh Husein Jafar Al Hadar
19 Oktober 2021
0
A A
Yang Luput dari Pertanyaan: Kalau Maulid Nabi Boleh, Kenapa Nabi Tak Melakukannya?

Yang Luput dari Pertanyaan: Kalau Maulid Nabi Boleh, Kenapa Nabi Tak Melakukannya?

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Bagaimana Habib Husein Ja’far menjawab pertanyaan soal maulid Nabi: kalau itu memang boleh, kenapa Nabi dulu tak merayakannya?

Harus diakui, kita-kita ini kerap sekali ngajakin orang agar kembali ke zaman Nabi Muhammad, kembali ke sunah Nabi, tapi hanya sebatas dalam perkara-perkara aturan dan hukum saja. Kita kadang tak menyadari betapa penting mengimajinasikan bagaimana kalau Nabi Saw hadir pada zaman kita.

Ayah saya sering kali mengajak saya mengimajinasikan andai Nabi Saw hadir di tengah kita, sebagaimana dalam lirik syair “Law kana bainanal-Habib” (Andai Sang Kekasih (Nabi Saw) ada bersama kita).

Begitu pula secara kultural dan spiritual kita diajarkan, dalam mahallul qiyam atau momen berdiri saat pembacaan maulid Nabi Saw, untuk meyakini atau minimal mengimajinasikan Nabi Saw hadir secara batin.

Persis seperti keyakinan para ulama seperti Imam Abu Hasan As-Syadzili, Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, Syekh Al-Busyiri, Habib Usman bin Yahya (Mufti Betawi), Sayyid Muhammad Al-Maliki, dan lain-lain yang mengacu pada sabda Nabi Saw bahwa Nabi Saw hadir secara ruh menjawab salam siapa saja yang melantunkan salam ke Nabi Saw.

Misalnya, kalau saya melakukan suatu hal yang tak etis, ayah saya akan menegur dengan mengajak saya berimajinasi, “Bagaimana kalau kamu melakukannya di depan Nabi Saw, apa pantas?”

Membayangkan itu, rasa-rasanya agak sulit untuk seorang muslim bisa berbuat maksiat. Boro-boro maksiat, bertingkah tidak sopan saja akan mikir berkali-kali kalau merasa di hadapannya ada Nabi Saw.

Baru di depan Satpol PP yang razia saja, masker langsung dipakai buru-buru kok apalagi kalau di depanmu tiba-tiba ada kekasih Allah? Salting sekali pasti kalau kamu ketahuan lagi maksiat.

Jadi, imajinasi merasakan kehadiran Nabi Saw ini penting, karena mental seperti ini turunannya adalah soal akhlak. Membuat kita menjadi muslim yang lebih baik. Dan salah satu upaya agar imajinasi seperti ini bisa terus hadir adalah dengan cara maulid Nabi. Membayangkan dan meyakini bahwa Nabi Saw hadir di tengah-tengah kita.

Nah, karena itu, saya jadi ingin sedikit menjawab pertanyaan yang justru kerap muncul dari beberapa orang soal maulid Nabi. Pertanyaan ini, “Kalau maulid Nabi boleh, lantas kenapa Nabi Saw tak meminta kita melakukannya atau bahkan Nabi Saw melakukannya?”

Bayangkan sekarang begini. Tugas Nabi Saw itu berat sekali. Beliau diwajibkan menyampaikan dua syariat yang bisa bikin orang berpikir kalau Nabi Saw ke-geer-an.

Pertama, Nabi Saw diperintahkan Allah untuk memerintahkan manusia bersyahadat yang dalam redaksinya ada kesaksian bahwa beliau utusan Allah.

Kalau kamu disuruh menyampaikan agar orang bersaksi bahwa seseorang (yang bukan dirimu) adalah utusan Allah mungkin itu agak lumayan bisa dipahami, lumayan mudah lah. Tapi bayangkan ini orang disuruh bersaksi bahwa dirinya utusan Allah!

Kedua, Nabi Saw diperintahkan Allah untuk memerintahkan manusia berselawat kepada Nabi Saw. Duh! Lagi-lagi ya, kalau diperintah untuk memerintah manusia memuji-muji orang lain sih itu lumayan enteng. Lah ini malah disuruh memuja-muji dirinya sendiri.

Sudah begitu, pesan ini disampaikan ke masyarakat yang bukan hanya jahiliyah, tapi sedari awal memang sudah iri, dengki, dan curiga pada Nabi Saw bahwa beliau hanya ingin ikut bersaing dengan mereka yang haus pujian dan kekuasaan.

Nah, bayangkan tuh beratnya dua perintah yang dititahkan pada Nabi Saw tersebut. Dan itu wajib disampaikan pada umat manusia karena bagian dari ajaran inti Islam yang ada dalam Al-Quran.

Sepantas-pantasnya kamu jadi pemimpin atau dipuji, tapi kalau minta dengan sendiri untuk dipuji dan dipilih sebagai pemimpin, kan kagok juga.

Maka dari itu, sangat bisa dibayangkan oleh saya kalau Nabi Saw tak pernah merayakan ulang tahun kelahirannya dan apalagi meminta umatnya merayakannya. Oleh karena itu, ketika suatu hari Nabi Saw datang ke para sahabatnya yang sedang duduk berkumpul, lalu para sahabatnya menyambut dengan berdiri, Nabi Saw bersabda.

“Jangan kalian berdiri untukku sebagaimana berdirinya orang-orang pada rajanya. Saya hanyalah anak seorang wanita yang memakan daging yang diasinkan dan dikeringkan di Makkah.”

Mendengar itu, sahabat Hasan bin Tsabit menjawab dengan syair.

“Berdiriku karena hormat pada orang mulia adalah wajib. Dan meninggalkan hal yang wajib bukanlah sesuatu yang baik. Aku heran dengan orang yang berakal dan berpemahaman benar, melihat keindahan (keindahan Nabi Saw) lalu ia tak berdiri.”

Mendengar syair itu, Nabi Saw diam.

Artinya, larangan Nabi Saw sebelumnya adalah bentuk kerendahan hati beliau—bukan perintah. Maka, dengan ketinggian dan keagungan kerendahan hati Nabi Saw, mustahil kalau beliau sampai hati meminta ulang tahunnya dirayakan.

Meski Nabi Saw tak pernah meriwayatkan ke umatnya agar selalu merayakan ulang tahunnya tiap tahun, orang yang berakal dan penuh cinta terhadap Nabi Saw pasti dengan sendirinya tahu bagaimana mengekspresikan cintanya pada Nabi Saw terkasih. Salah satunya: ya waktu hari kelahiran Nabi Saw.

Cinta seperti ini tentunya bukan untuk kepentingan Nabi, tapi untuk kepentingan kita sendiri, umatnya. Umat yang haus untuk mengekspresikan cinta atasnya dan syukur tak terhingga atas nikmat terbesar yang dibawanya berupa jalan menuju-Nya.

Tapi, saya juga mengimajinasikan bahwa sesama umatnya Kanjeng Nabi, rasanya juga tak pantas bercekcok urusan merayakan maulid Nabi. Nabi pasti sedih melihat itu.

Perkara “pesta” ulang tahun beliau kok malah bikin misi utama beliau terganggu hingga tergadaikan, yakni mempersatukan umat Islam, bahkan umat manusia.

Jadi, mau maulidan atau nggak, ya tak masalah. Nabi Saw tahu kok kalau kita sama-sama pecinta Nabi Saw. Ada yang mencintai dalam kesunyian ada juga yang mencintai dalam kemeriahan.

Shollu alan-Nabi!

BACA JUGA Mengapa Habib atau Orang Arab Sering Dianggap Crazy Rich di Kampungnya? dan tulisan Husein Ja’far Al Hadar lainnya.

Terakhir diperbarui pada 19 Oktober 2021 oleh

Tags: habib husein ja'farMaulid Nabinabinabi muhammadulang tahun
Iklan
Husein Jafar Al Hadar

Husein Jafar Al Hadar

Magister Tafsir. Pengasuh Konten Dakwah YouTube “Kultum Pemuda Tersesat” dan Penulis Buku “Tuhan Ada di Hatimu”.

Artikel Terkait

Maulid Nabi dan Haul di Ponpes MALNU Pusat Menes: Momentum Umat Meneladani Keteguhan Nabi Muhammad dan Para Ulama.MOJOK.CO
Sosial

Maulid Nabi dan Haul di Ponpes MALNU Pusat Menes: Momentum Umat Meneladani Keteguhan Nabi Muhammad dan Para Ulama

21 September 2024
Jika Bukan karena Guru, Saya Tak Kenal Tuhan MOJOK.CO
Esai

Jika Bukan karena Guru, Saya Tak Kenal Tuhan

26 November 2023
Dari Obrolan Ikan Arapaima yang Akan Jadi Menu Mauludan, Gus Muwafiq Buat Lomba Baca Puisi MOJOK.CO
Kilas

Dari Obrolan Ikan Arapaima yang Akan Jadi Menu Mauludan, Gus Muwafiq Buat Lomba Baca Puisi

5 Oktober 2023
Fatimah az-Zahra, Putri Nabi Muhammad, Adalah Sejatinya Wonder Woman MOJOK
Esai

Fatimah az-Zahra, Putri Nabi Muhammad, Adalah Sejatinya Wonder Woman

26 Desember 2022
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Helm Cargloss Melanjutkan Kenangan Helm INK yang Pernah Menyelamatkan Nyawa Saya MOJOK.CO

Helm Cargloss Melanjutkan Kenangan Helm INK yang Pernah Menyelamatkan Nyawa Saya

Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Hidup Cemas di Manggarai Jakarta Selatan karena Tawuran MOJOK.CO

Merantau di Manggarai Jakarta Selatan Artinya Hidup Sambil Memelihara Ketakutan, Hidup Susah, dan Terancam Tawuran yang Bisa Terjadi Kapan Saja

18 Mei 2025
Sandal upanat produksi perajin Borobudur di Magelang. MOJOK.CO

Mereka yang Mendapat Berkah dari Produksi Upanat, Sandal Khusus untuk Naik ke Candi Borobudur

13 Mei 2025
Sisi suram kos pasutri di Sleman Jogja MOJOK.CO

Sisi Suram Kos Pasutri Jogja, Tetangga Tak Tahu Batasan hingga Jadi Kedok “Hubungan Terlarang”

17 Mei 2025
23 tahun tinggal di Jagakarsa, daerah terluas dan paling nyaman di Jakarta Selatan (Jaksel) MOJOK.CO

Puluhan Tahun Tinggal di Jagakarsa, Berdamai dengan Hal-hal Menyebalkan di Balik Label “Daerah Ternyaman” Se-Jakarta Selatan

17 Mei 2025
Sulitnya Pegawai Pinjol Menjelaskan ke Tetangga tentang Pekerjaannya: Ngaku Kerja di Bank hingga Jadi Sasaran Pinjam Uang.MOJOK.CO

Sulitnya Pegawai Pinjol Menjelaskan ke Orang Tua soal Pekerjaannya: Ngaku Kerja di Bank hingga Jadi Sasaran Pinjam Uang Tetangga

16 Mei 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.