Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan Mojok
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan Mojok
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan Mojok
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Jogja Memang Lebih Nyaman meski Tetap Menyimpan Aura Negatif, tapi Masih Mendingan ketimbang Hidup Menderita di Jakarta

Ifana Dewi oleh Ifana Dewi
4 Oktober 2025
A A
Jogja Punya Aura Negatif, tapi Masih Mending ketimbang Jakarta MOJOK.CO

Ilustrasi Jogja Punya Aura Negatif, tapi Masih Mending ketimbang Jakarta. (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Bebasnya pergaulan di Jakarta

Pergaulan yang bebas di Jakarta, membuat kedua orang tua meminta saya untuk mondok dan belajar agama. Puncak paksaan itu semakin membuat saya tak berkutik saat setelah tetangga depan rumah dengan usia yang masih belia mengalami kehamilan di luar pernikahan.

Tentu ini membuat kedua orang tua saya shock. Karena itulah, kedua orang tua saya meminta saya untuk pergi mondok. Dengan harapan, agar saya bisa mendalami agama, dan tentunya terjauhi dari malapetaka lingkungan pergaulan bebas. 

Sedikit berbeda dengan di Jogja. Iya, sedikit saja karena ada persamaan. Saya katakan begitu, sebab belakangan saya tahu, bahwa Jogja masuk dalam nominasi 5 kota dengan tingkat seks bebas tertinggi. Tentunya setelah Jakarta dan Malang. Data itu selaras dengan banyak cerita soal living together yang kerap diwartakan teman-teman.

Tawuran yang tak berkesudahan 

Tawuran kerap terjadi di berbagai wilayah Jakarta. Tapi Manggarai, seolah jadi gelanggang tawuran warga. Satu bulan saja, tawuran bisa terjadi 2 sampai 3 kali. Antar RW, sekolah, hingga kampung sebelah. Biasanya, jam-jam rawan tawuran ialah menjelang dini hari.

Semua hal bisa dijadikan perkara warga untuk tawuran. Pemicunya beragam. Bisa karena cekcok, kesalahpahaman, sampai rebutan cewek. Unik, bukan? Di Manggarai, tawuran seolah menjadi tools penyelesai masalah. Agaknya, mediasi dan restorasi belum sampai di Manggarai.

Ketidakstabilan kondisi sosial inilah yang membuat saya tak betah berlama-lama tinggal di sana dan memilih merantau ke Jogja. Kalau di Jogja, hampir-hampir saya tidak pernah mendengar berita terjadinya tawuran. 

Iklan

Maraknya judi, narkoba, dan praktik premanisme di Jakarta

Kalau ini, sebenarnya lagu lama. Kisah klasik. Bahkan, tak jarang tetangga rumah saya di geledah polisi lantaran jadi markas pengguna narkoba dan praktik judi. 

Jika sudah tak ada lagi uang untuk judi, mereka akan menjual apa saja perabotan rumah yang masih punya nilai jual. Pernah suatu saat, tetangga saya itu menjual gas yang masih banyak isinya ke warung kelontong ibu saya.

Kalau perkara praktik premanisme, sepertinya memang sudah mengakar. Sudah terjadi sejak dulu di Jakarta. Bahkan, konon, kata budhe saya, ada satu kampung (yang tidak saya sebut namanya) yang isinya dipenuhi preman dan pelaku kriminal.

Saya pun pernah menjadi korban premanisme berupa pemerasaan. Tepatnya saat saya diminta ibu saya untuk menjaga toko kelontong miliknya. Untungnya, barang yang dipalak masih terhitung standar. Biasanya, mereka mengincar rokok dan minuman. Tapi tetap saja, hal itu menjengkelkan. 

Aura negatif di Jogja

Selama di Jogja, tak jarang saya menerima perlakuan “sikap dikotomi latar belakang”. Paling sering saya dengar sih, “Oh, pantes, orang Jakarta.” 

Kalimat itu seolah menyimpan aura negatif. Seolah ada stigma buruk saat Kota Jakarta, terlebih Manggarai, tersemat dalam bagian hidup seseorang yang merantau ke Jogja. 

Oleh beberapa kawan, saya kerap menerima sebutan zero attitude atau nggak ada akhlak. Alasannya karena saya tak pandai basa-basi dan blak-blakan. 

Sebuah sifat yang bertolak belakang dengan demografi Jogja. Ditambah, pribadi saya yang cenderung individualis dan tak peduli sekitar. Maka lengkap sudah. Soal sikap saya ini, jelas, saya tidak sepenuhnya membela apalagi membenarkan diri, sebab saya tahu itu bukan suatu hal yang baik. 

Perlakuan kebanyakan tetangga di Jakarta

Kontras. Saya merasakan perbedaan sikap yang jauh berbeda saat saya di perantauan dan saat saya di rumah. Kalau di Jogja, selain saya mengalami gegar budaya, saya juga kerap mendapatkan diskriminasi seperti yang saya sebutkan diatas. Tapi saat saya pulang ke Jakarta, semuanya berubah.

Biasanya, dalam setahun, saya hanya pulang sekali. Itu saja hanya sebulan. Boleh jadi, tak hanya pendidikan pondok yang mendidik saya perihal tata krama berkata dan berlaku. Tapi juga ada peran karakter sosio-kultural Jogja yang mendukung. 

Mungkin karena terlalu lama hidup di Jogja, dan lebih banyak menghabiskan waktu di sini, karakter masyarakat Jogja yang santun dan ramah, seolah menyerap dalam diri saya. Tutur kata hingga tingkah laku saya menjadi santun dan lunak. Setidaknya jika dibandingkan dengan teman rumah saya.

Bersama keresahan itu, saya tetap bersyukur menjadi warga Jakarta yang lama merantau di Jogja. Sekurangnya, saya bisa mengambil nilai-nilai baik yang saya dapatkan di perantauan tanpa kehilangan karakter bawaan.

Penulis: Ifana Dewi

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Nasib Sial Adalah Mereka yang Lahir dan Besar di Jakarta, lalu Tinggal di Jogja karena Nyatanya Tersiksa oleh Kesepian dan Gangguan Mental dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.

Halaman 2 dari 2
Prev12

Terakhir diperbarui pada 4 Oktober 2025 oleh

Tags: bekasijakartaJogjakota jogjamanggaraipesantren di jogja
Iklan
Ifana Dewi

Ifana Dewi

Hamba amatir, suka ngopi.

Artikel Terkait

sembilan comm, event jogja.MOJOK.CO
Sosok

Di Balik Denyut MICE di Jogja, Ada Sembilan Comm yang Selalu Siap di Belakang Panggung

13 November 2025
Hormat dan patuh sama orang tua jadi kunci nafas panjang STARCROSS sebagai brand clothing legend Jogja MOJOK.CO
Ragam

Hormat dan Patuh pada “Orang Tua”, Kunci Nafas Panjang STARCROSS sebagai Brand Legend Jogja

13 November 2025
Belikan ibu elektronik termahal di Hartono Surabaya dengan tabungan gaji Jakarta. MOJOK.CO
Liputan

Pertama Kali Dapat Gaji dari Perusahaan di Jakarta, Langsung Belikan Ibu Elektronik Termahal di Hartono agar Warung Kopinya Laris

11 November 2025
Rela Patungan demi Ikut Kompetisi Futsal di Jogja, UBAYA Berikan Penampilan Terbaik meski Harus Menerima Kenyataan Pahit MOJOK.CO
Ragam

Rela Patungan demi Ikut Kompetisi Futsal di Jogja, UBAYA Berikan Penampilan Terbaik meski Harus Menerima Kenyataan Pahit

10 November 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kekuatan dari Ban Kapten Cadangan Tim Futsal UIN Jogja, Kalem di Belakang Ganas di Depan MOJOK.CO

Kekuatan dari Ban Kapten Cadangan Tim Futsal UIN Jogja, Kalem di Belakang Ganas di Depan

9 November 2025
Derita Pakai QRIS: Minimal Order Gak Ngotak Bikin Sengsara MOJOK.CO

Pengalaman Buruk ketika Memakai QRIS: Jadi Boros karena Minimal Order yang Nggak Masuk Akal dari Pemilik Minimarket

11 November 2025
Pemkot Semarang kuatkan usulan gelar pahlawan nasional ke KH. Sholeh Darat MOJOK.CO

KH. Sholeh Darat Semarang Harusnya Semat Gelar “Pahlawan”: Penyusun Tafisr Al-Qur’an Jawa Pegon-Guru bagi RA. Kartini hingga KH. Hasyim Asy’ari

12 November 2025
Dari Indomaret Point Jakal km 9, menguak fakta orang-orang yang merasa iri hati pada standar orang lain MOJOK.CO

Duduk di Kursi Indomaret Ternyata Juga bikin Orang Makin Nelangsa dan Iri Hati karena Standar Orang Lain

11 November 2025
Jejaring dan integritas jadi kunci para Beswan Djarum (penerima Djarum Beasiswa Plus) untuk berdaya saing MOJOK.CO

Jejaring dan Integritas: 2 Kunci dari Djarum Beasiswa Plus untuk Membentuk Generasi Muda Berdaya Saing

11 November 2025
Starcross Membuktikan bahwa Nilai Kreativitas dan Komunitas Lebih Kuat dari Tren yang Datang dan Pergi

Starcross Membuktikan bahwa Nilai Kreativitas dan Komunitas Lebih Kuat dari Tren yang Datang dan Pergi

8 November 2025
Summer Sale Banner
  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.