Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Debat FaceApp Haram Tidak itu Sama Buruknya, Yang Konservatif Yang Liberal Sama Saja

Edi AH Iyubenu oleh Edi AH Iyubenu
21 Juli 2019
A A
Debat FaceApp Haram Tidak itu Sama Buruknya, Yang Konservatif Yang Liberal Sama Saja
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Debat soal FaceApp yang bawa-bawa agama belakangan ini mempertemukan pihak kelompok muslim-kanan-garis-keras dengan muslim-kiri-garis-tegas.

“FaceApp hukumnya haram! Sebab mengubah bentuk ciptaan Allah Swt. Dalilnya surat An-Nisa’ ayat 119! Jauhi agar antum tak masuk neraka….”

Saya sontak ngakak membacanya, Anakonda.

Duh, Gusti Pangeran, zaman apa ini sebenarnya kok serba haram, muram sekali hidup ini. Eh, jangan-jangan menyebut Allah Swt dengan “Gusti Pangeran” itu juga haram karena tak ada dalilnya ya?

Akan tetapi postingan fatwa ulama-embuh itu juga serentak membangkitkan ingatan lama saya pada pergulatan lawas banget antara kelompok muslim-kanan-garis-keras dengan kelompok muslim-kiri-garis-tegas.

Pergulatan hakiki nan abadi, yang jelas bukan fenomena milenial FaceApp ini saja, karena hal begini memang telah ada sejak era para sahabat. Hanya karena rahmat sosial medialah, pergulatannya di hari ini menjadi semakin ngawu-awu.

Ciri utama gelut lawas banget itu adalah “kaum kanan-garis-keras gemar sekali mengadakan hukum tegas terhadap hal yang secara hakikat syariat (maqashidus syari’ah) tidak ada,” dan “kaum kiri-garis-tegas gemar sekali menyembunyikan atau meniadakan cakupan hakikat syariat.”

Klop. Yang pertama, kaku-kakuan. Yang kedua, enteng-entengan. Keduanya lalu saling menghadiahi julukan penuh kasih dan sayang satu sama lain.

Yang Kiri menyebut Yang Kanan kaum radikal-ortodoks-konservatis; Yang Kanan menyebut Yang Kiri kaum sekuler-liberal. Gulat kaffah tanpa ujung, serupa pergulatan abadi cebong versus kampret yang sama nyebahi–nya.

Baiklah, maylove, saya ingin mengawali tulisan ini dengan pernyataan terbuka bahwa kedua pihak sama buruknya dan sama nyebahi–nya. Ya, sama-sama ndak mashoknya!

Saya nukilkan dua ayat saja di sini sebagai landasan naqlinya—selebihnya silakan cari ayat sendiri, yes, jangan manjah macam bukan netizen pegulat profesional saja kalian ini.

Surat Ali Imran ayat 7:

Dia lah (Allah Swt) yang menurunkan Kitab (Al-Quran) kepadamu. Di dalamnya ada ayat-ayat yang muhkamat (terang hukumnya) dan ada ayat-ayat yang mutasyabihat (samar hukumnya).

Maka orang-orang yang hatianya condong kepada kesesatan, mereka memilih mengikuti ayat-ayat mutasyabihat itu sehingga menimbulkan fitnah dan mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah Swt.

Iklan

Sementara orang-orang yang mendalam ilmunya (dan saleh) berkata, “Kami beriman kepadanya dan semuanya (ayat muhkamat dan mutasyabihat) dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak ada yang mengambil pelajaran darinya kecuali orang-orang yang berakal (ulul albab).

Lalu surat Ali Imran ayat 78:

Sesungguhnya di antara mereka ada golongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Kitab supaya kamu menyangka yang dibacanya adalah sebagian dari Kitab padahal ia bukan dari Kitab dan mereka lalu mengatakan, “Ia (yang dibaca itu) dari sisi Allah SWT.”, padahal ia bukan dari sisi Allah Swt. Mereka berkata dusta terhadap Allah Swt sedang mereka mengetahui.

Cukup yes. Anu, takutnya nanti Mojok dikira sedang gelar khutbah Jumat.

Sekarang kita rujuk kaidah dasar pembentukan suatu hukum dalam Ushul Fiqh—ilmu metode pembentukan hukum Islam.

“Jika terkait dengan hukum-hukum yang mutlak (muhkamat, mahdhah), kaidahnya: semuanya TIDAK BOLEH hingga ada dalil yang menyatakannya boleh; jika terkait dengan hal-hal yang hukumnya samar (mutasyabihat, dzanniyah, ghairu mahdhah), alias membutuhkan tafsir dan takwil, kaidahnya: semuanya BOLEH hingga ada dalil yang menyatakannya tidak boleh.”

Jangan kebalik ya, Anakonda?

Salat, misalnya. Kita tidak boleh mengadakan bacaan dan gerakan dalam bentuk lain selain yang telah dinarasikan oleh teks dalil-dalil itu. Titik. Tidak ada ruang tafsir dan takwil di dalamnya.

Ini berkebalikan dengan jual-beli, misalnya. Jika dulu kala jual-beli dilakukan dengan face to face alias offline, kini jual-beli online yang tidak face to face, tapi gadget to gadget, pun sahih belaka karena masih selaras dengan hakikat syariat jual-beli, yakni ‘an taradhin. Tak ada hadisnya to tentang keharaman jual beli online? Kiandani og.

Dikarenakan tiada dalil yang menjadikan hal-hal ghairu mahdhah begini terlarang, maka janganlah diada-adakan keharamannya. Itu buruk, negatif, bisa terjatuh ke celaan dua ayat di atas itu. Niat hati untuk senantiasa bersyariat, tapi karena saking kebablasannya, lalu apa-apa dipacak syariat, hasilnya malah tercela, kan ya eman-eman awakmu, mylove.

Begitupun sebaliknya, di kalangan para sekuleris-liberalis-kebablasan, mbokya mawas diri to. Tidak berarti ke-dzanni-an suatu dalil yang secara metodologis memerlukan tafsir dan takwil rasional kita, lantas boleh kita perlakukan seenak-udel-kepentingannya untuk membenar-benarkan kelakuannya yang secara hakikat syariat melampaui batas.

Sebut misal hakikat syariat (maqashid syari’ah) tentang hubungan lelaki-perempuan non-mahram. Ayatnya memang dzanniyah dalalah, dengan bunyi teks, “Para lelaki hendaklah menundukkan pandangannya dan para perempuan hendaklah menundukkan pandangannya juga dan tidak menampakkan perhiasannya yang tak lazim tampak.”

Hakikat syariat yang dituju oleh ayat 30 dari An-Nur ini adalah sejenis “mari waspadai risiko-risiko ikhtilat yang membawa kerusakan, mari antisipasilah sedini mungkin dengan menjaga mata agar tak jelalatan dan tidak mengumbar aurat, ucapan mancing-mancing (termasuk wasapan), sikap genit, gestur aleman.”

Wujud konkretnya dalam konteks pergaulan dan personal kita tentulah majemuk sekali. Tak bisa digebyah-uyah. Inilah karakter dzanniyah dalalah.

Namun, jelas kita mafhum sekali secara logis bahwa umpama ada yang membenarkan perbuatan memegang tangan atau merangkul lawan jenis non-mahram, itu telah melampaui batas yang menjadi tujuan hakikat syariat itu.

Apapun dalihnya, mau disebut idkhalus surur atau ukhuwah Islamiyah wa basyariyah maupun lita’arafu hingga uji-nyali-iman-versus-amin, ia jelas telah melampaui batas hakikat syariat. Maka, ia terlarang.

Begitu, Anakonda.

Jadi, mari berhati-hati saja dengan kehati-hatian yang proporsional alias tak melampaui batas. Sebab ada lho praktik hukum yang saking hati-hatinya malah terjatuh pada mengada-adakan hukum dan akhirnya sama buruknya.

Clue-nya jelas kini, yakni: jangan mengadakan hukum yang asalinya tak ada (tak logis) bahkan secara hakikat hukum (apalagi secara teks dalil) dan jangan pula menyembunyikan apa-apa yang termasuk dalam lingkup hakikat syariat (apalagi terang secara teks dalil).

Bila prinsip ini dilanggar, niscaya terjatuhlah kita ke dalam golongan yang dicela dua ayat tadi: yang pertama hobi sekali mengatasnamakan Kitab Allah Swt padahal bukan, yang kedua maniak sekali ngakal-ngakali Kitab Allah Swt dengan analisis-analisis ilmiahnya padahal cuma untuk merayakan hawa nafsunya biar nampak syar’i.

FaceApp menjadi contoh aktual kegemaran mengadakan hukum yang sama sekali tak berdasar. Aplikasi mengubah foto menjadi berwajah tua yang jelas-jelas hanya candaan itu disikapi sedemikian seriusnya agar bersyariat. Walah, haya lebay banget to.

Tak main-main, untuk menashih fatwa haramnya, ulama-embuh aka sang mufti menukil (tepatnya sih mencatut dengan memenggal seenaknya) surat An-Nisa’ ayat 119 dengan narasi terjemahan yang babak-bundas: “Dan pasti aku akan menyuruh mereka mengubah ciptaan Allah lalu mereka benar-benar mengubahnya.”

Plus caption: “Karena perbuatan ini (pakai FaceApp) termasuk mengubah ciptaan Allah, yang mana setan telah bersumpah untuk memerintahkannya kepada anak Adam.”

Secara metodologis tafsir ayat tersebut tak bisa diberdirikan sendiri begitu saja—apalagi cuma dipotong. Ayat 119 tersebut mesti ditakwil secara tematik mulai ayat 116 hingga 121.

Walhasil, tema ayat-ayat tersebut bukan mengenai hukum keharaman “mengubah bentuk, foto, atau sejenisnyalah”—apalagi ngurusi aplikasi FaceApp yang sekuler itu, tapi tentang ancaman Allah Swt kepada orang yang menyekutukan-Nya. Alias syirik!

MDRCCTE.

Terakhir diperbarui pada 21 Juli 2019 oleh

Tags: AgamafaceappFaceApp haramushul fiqh
Edi AH Iyubenu

Edi AH Iyubenu

Yang punya Kafe Basabasi.

Artikel Terkait

Katolik Susah Jodoh Tolong Jangan Login dan Ambil Jatah Kami MOJOK.CO
Esai

Cari Pasangan Sesama Katolik itu Susah, Tolong Jangan Login dan Ambil Jatah Kami

13 November 2025
intoleransi, ormas.MOJOK.CO
Ragam

Pemda dan Ormas Agama, “Dalang” di Balik Maraknya Intoleransi di Indonesia

19 September 2025
Catatan Kritis Atas Reduksionisme Biologis Pemikiran Ryu Hasan MOJOK.CO
Esai

Catatan Kritis Atas Reduksionisme Biologis Pemikiran dr. Ryu Hasan

3 Juli 2025
Gus Baha dan Pemikiran Cerdasnya tentang Esensi Beragama | Semenjana Eps. 11
Video

Gus Baha dan Pemikiran Cerdasnya tentang Esensi Beragama | Semenjana Eps. 12

28 April 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.