MOJOK.CO – Akun yang menyebar skrinsut grup WA anak STM menagih bayaran demo adalah @OneMurtadha dan @yusuf_dumdum. Twit Murtadha saat ini sudah dihapus.
Akun Twitter @OneMurtadha yang dimiliki orang yang sama yang punya akun @MurtadhaOne (sedang disuspend Twitter) mencuit begini.
TWITTER
Please do your magic
Dicari
Bohir yg janjiin duit buat anak2 STM yg ikut demo
Anak2 itu kini terlunta2 dgn kancut basah gak punya ongkos buat pulang
Ia melampirkan 4 skrinsut grup WhatsApp, yang salah satunya bernama “G30S STM ALLBASE”. Grup itu berisi chat-chat seperti:
duit mane nih kampret aus
njir kena tipu tailah
oyy mana duitnya
mana duit anjeng
Kordinator nya anjeng nih
Sedangkan info yang dibagikan @yusuf_dumdum berupa satu skrinsut grup WA so-called anak STM. Twit itu masih bisa dibaca karena nggak dihapus pemiliknya.
Woooii duit mana duit?
Gue jadi gembel nih. ?#PenumpangGelap pic.twitter.com/WBnlLIN5eN
— Dumdum (@yusuf_dumdum) September 30, 2019
Jika kabar ini benar, tentu ini pelemahan besar buat gerakan demonstrasi mahasiswa-pelajar-masyarakat prodem yang sedang mengawal UU dan RUU bermasalah. Tapi netizen Indonesia tampaknya sudah semakin berpengalaman menghadapi info-yang-potensial-hoaks. Mereka kemudian menginvestigasi nomor-nomor ponsel yang tampak di skrinsut grup WA itu. Ucapan terima kasih harus kita aturkan kepada investigator pelopornya, akun Twitter @thegrimaldy, yang menulis begini:
“Ini buzzer istana gobloknya kebangetan. No di bawah kalau dicek pake Truecaller keluar nama plokis semua,” demikian tulisnya sambil melampirkan twit Murtadha One yang sudah—sebentar saya ketawa dulu—dihapus itu.
Ini buzzer istana gobloknya kebangetan. No di bawah kalau dicek pake Truecaller keluar nama plokis semua. https://t.co/TeTTY0oHAo
— Grimaldy Sinaga (@thegrimaldy) September 30, 2019
Di barisan reply twit Grimaldy, orang-orang ikut mengecek nomor yang tampak di skrinsut grup WA itu. Dan benar sekali, nomor-nomor itu adalah milik polisi.
ANALISIS ISI MEMBER GRUP ANAK SMK DI WHATSAPP, POLISI DAN BRIMOB NGAKU JADI ANAK SMK.
Metode penelitian: aplikasi Get Contact—————-A THREAD————— https://t.co/eQdza3kKeI
— Hmmmmm (@twiermites) September 30, 2019
Saya yang gaptek sempat ragu, apa iya website truecaller.com ini beneran semengerikan itu? Saya mencoba memakai website ini untuk mengecek sejumlah nomor yang tak saya simpan di kontak hape maupun email saya, dan benar, website ini benar sesakti itu.
Saya juga makin percaya nomor-nomor tersebut milik polisi karena netizen di Twitter mencari akun LINE berbasis nomor hape tersebut. Ya hasilnya begitu itu, keluar hasil akun-akun LINE dengan foto orang berseragam polisi.
Kini twit Murtadha One itu sudah dihapus. Maaf, saking ngakaknya, saya merasa perlu mengulang-ulang informasi ini. Tapi apalah arti menghapus twit itu kalau netizen Indonesia, yang sekali lagi, tampaknya sudah makin biasa menghadapi info-berpotensi-hoaks, telah sigap meng-capture twit Murtadha yang hoaks itu (saya pilih menyebutnya hoaks sampai Murtadha bisa membuktikan sebaliknya).
Salah satu komentar paling lucu terkait analisis grup WA anak STM yang ternyata ketika dicek nomor-nomornya adalah milik polisi.
“Secara naluriah, anak STM memang berani tawur, tapi secara naluriah juga, mereka tidak akan pernah berani pakai nomor Telkomsel.”
— Agus Mulyadi (@AgusMagelangan) October 1, 2019
Selain menemukan bahwa twit grup WA anak STM itu ternyata isinya polisi, juga didapati akun Twitter @SetiapHariGA membuat giveaway guna menaikkan tagar #MahasiswaPelajarAnarkis di trending topic Twitter. Akun tersebut kini juga sedang di-suspend Twitter.
Ratusan video sudah cukup utk “pertarungan uji informasi” soal kekerasan aparat vs kekerasan demonstran. Konteks tiap video akan terbuka lewat partisipasi kesaksian tiap orang.
Fabrikasi informasi bikin arena jd cemar. Kesaksian otentik warga, yg pro or kontra, dg sadar digilas pic.twitter.com/rPZa7AL5l5
— Zen RS (@zenrs) September 30, 2019
Sampai saya menuliskan ini, Murtadha One belum mengetwit apa-apa lagi. Semoga waktu jeda tidak ngetwit ini ia jadikan sebagai momen merenung agar kelak tidak bikin hoaks lagi. Tapi harapan itu saya kira agak sulit terkabul sih, mengingat kompatriot Murtadha, Om-Hoaks-Ambulans itu, masih kukuh nggak mau minta maaf terkait hoaks yang ia sebarkan. Soalnya di FB, Denny Siregar masih bilang, “Yang wajib minta maaf ya polisi. Bukan media-media termasuk media sosial. Kita kan memberitakan apa adanya, sesuai laporan di lapangan.” (((Kita))) dia bilang.
Saya mengenal sejumlah orang yang tidak sepakat dengan protes terhadap UU KPK dan RKUHP. Beberapa di antaranya punya argumen kuat, termasuk Teguh Arifiyadi yang tidak sepakat draf RKUHP dicabut dan mengajukan, sebaiknya pasal-pasal bermasalah saja yang dibahas ulang.
Cara-cara buzzer mendiskreditkan gelombang demonstrasi di bulan September ini jelas bikin malu orang-orang pendukung UU KPK dan RKUHP yang selama ini pakai jalan terhormat untuk menunjukkan perbedaan pendapat mereka. Ada penjelasan ilmiahnya lho, ketika seseorang melakukan hal bodoh, yang malu justru orang yang melihatnya.
Kalau kemudian polisi mendiamkan kelakukan Denny Siregar dan Murtadha One yang menyebar twit hoaks -> ketahuan bohong -> menghapus twit -> merasa dunia mereka tetap baik-baik saja, polisi akan semakin dipandang buruk oleh masyarakat. Orang akan bertanya-tanya dan bikin spekulasi sendiri, kenapa perlakukan polisi tebang pilih. Sebab, jika ngetwit dianggap sebagai “hanya”, toh Dandhy Dwi Laksono dan Veronica Koman juga cuma ngetwit. Dan Anda mestinya sudah tahu sendiri, bagaimana perlakukan polisi kepada mereka.
Zen RS menyebut, ketika negara tak bisa memonopoli informasi, mereka menyerang agen-agen informasi baru (yang menyajikan fakta yang pasti tak akan dibagikan negara) dengan cara membungkam mereka. Strategi ini dinamakan strategi kill the messenger. Membunuh pembawa pesan. Cara-cara pembunuhan itu termasuk membunuh karakter si pembawa pesan, seperti yang kemarin menimpa presenter Najwa Shihab dan Ketua BEM UI Manik Marganamahendra.
Sekarang, bagaimana tindakan polisi terhadap ulah penyebar hoaks di media sosial ini, akan dipantau netizen. Sejauh ini sih sikap mereka adalah…
Polisi membantah merekayasa percakapan WA anak STM. https://t.co/MYLnD6rBob
— kumparan (@kumparan) October 1, 2019
BACA JUGA Kritik Dilawan Intrik, Argumen Dijawab Sentimen atau artikel Prima Sulistya lainnya.