Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Kita Wajib Skeptis dengan Angka Pertumbuhan Ekonomi 5% dari BPS karena Hanya Kosmetik yang Mempercantik Tampilan Luar tapi Tidak Menggambarkan Kesehatan Ekonomi Dalam Negeri

Muhamad Iqbal Haqiqi Maramis oleh Muhamad Iqbal Haqiqi Maramis
13 Agustus 2025
A A
BPS dan Angka Pertumbuhan Ekonomi yang Mencurigakan MOJOK.CO

Ilustrasi BPS dan Angka Pertumbuhan Ekonomi yang Mencurigakan. (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Terpaksa belanja

Ketika harga kebutuhan pokok mengalami kenaikan, masyarakat, terutama kelas menengah tetap terpaksa membelanjakan uang mereka dengan mengorbankan konsumsi kebutuhan non-esensial. Contoh barang non-esensial ya pakaian, gadget, hiburan, makan di restoran, dan sejenisnya.

Jadi, di sini ada relokasi pengeluaran. Sebelumnya secara khusus untuk barang non-esensial/pokok, dialihkan hampir seluruhnya kepada barang pokok saja. Total konsumsinya tetap naik karena harga kebutuhan pokok mendorong belanja tetap tinggi.

Tapi, bioskop masih ramai, tuh? iPhone masih banyak yang beli. Tiket konser masih banyak yang justip.

Pertanyaannya, transaksi itu volumenya berapa persen kalau kita membandingkannya dengan total seluruh transaksi masyarakat Indonesia? Data Susenas BPS menyebutkan kalau persentase-nya nggak lebih dari 2% saja. Inilah yang namanya lipstick efek. Terlihat mencolok dan mewah, tapi pada dasarnya bobrok.

Argumen lainnya adalah data dari BI yang menyebutkan kalau penjualan ritel itu tumbuh, tapi lebih tinggi di barang kebutuhan pokok daripada diskresioner. Kesimpulannya, pertumbuhan konsumsi memang positif secara kuantitatif, tapi nggak berbanding lurus dengan kualitas konsumsinya. Ya karena nggak cukup untuk mendorong peningkatan kualitas hidup. Sudah makin skeptis sama data BPS?

Mengenai Kontribusi Manufaktur

Konon, dari sisi produksi, industri manufaktur masih menjadi motor utama pertumbuhan. Kontribusinya sebesar 18,67% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Nah, benarkah angka tersebut diimbangi dengan implikasi yang signifikan di sektor riil?

Sekarang, kita bisa menjadikan Purchasing Managers Index (PMI) untuk melihat kinerja manufaktur. Ini tuh indikator yang menggambarkan sehat atau enggaknya pabrik-pabrik di Indonesia.

Indikator ini diperoleh dari survei ke para manajer di perusahaan manufaktur (industri pengolahan). Misalnya, ke pabrik makanan, tekstil, elektronik, dan sebagainya. 

Kalau nilai PMI di atas 50, artinya pabrik-pabrik sedang naik (banyak pesanan, banyak produksi). Kalau di bawah 50, artinya sebaliknya. Mudahnya, PMI ini semacam “rapor bulanan” yang memberi tahu apakah dunia industri sedang sibuk atau justru lagi sepi.

Nah, PMI Indonesia menurut S&P Global dari bulan April hingga Juni tuh cuma 49. jadi, ya nggak tembus 50. Artinya, kinerja manufaktur kita buruk.

Penyebabnya karena turunnya pesanan baru, baik domestik maupun mancanegara, output permintaan menurun, tekanan harga input atau biaya produksi tinggi, dan efisiensi tenaga kerja. Kalau seperti ini, bisa diartikan pertumbuhan PDB manufaktur boleh jadi nih malah ditopang oleh subsektor tertentu saja. Misalnya, makanan-minuman, sementara mayoritas industri padat karya masih lesu.

PHK dan efisiensi

Indikasi lain dari banyaknya orang mempertanyakan implikasi sektor manufaktur setelah munculnya data BPS adalah PHK dan efisiensi besar-besaran. Data Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan kalau dari Januari hingga Juni 2025 terjadi PHK sebanyak 42.385 orang. 

Angka ini meningkat 32,1% jika kita membandingkannya dengan periode sama di 2024 (32.064 orang). Dari jumlah tersebut, sektor manufaktur mencatat 22.671 PHK. Itu jadi yang tertinggi di antara sektor lainnya seperti perdagangan dan pertambangan.

Bahkan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pun bilang kalau efisiensi dan restrukturisasi, termasuk PHK, telah meluas dan bukan sekadar musiman. Mereka memperingatkan bahwa tren ini mengarah ke masalah struktural perlahan, bukan sekadar dampak sesaat. Di sini, kita harus kritis sama data BPS.

Iklan

Fenomena ini seolah menunjukan terkait tekanan dari penurunan permintaan, meningkatnya biaya produksi, dan disrupsi global terhadap industri manufaktur itu sendiri. Jadi balik lagi, kontribusi 54% itu kayak pepesan kosong. Angka cantik yang tak punya makna signifikan dari kondisi sektor riil.

Kritis kepada BPS

Dari dua indikator ini saja kita sudah bisa mengambil benang merah bahwa data pertumbuhan 5,12% dari BPS ini tak berarti bahwa ekonomi kita baik-baik saja. Bahkan lebih ekstrem, pertumbuhan ini hanya kosmetik yang mempercantik tampilan luar tapi tak punya makna apa-apa dari segi kesehatan ekonomi dalam negeri.

Tapi kalau para buzzer pemerintah ini tetap ngeyel soal prestasi pertumbuhan 5% sesuai data BPS, saya jadi ingin memberikan sedikit kutipan dari seorang ekonom Indef, Didik J. Rachbini. Dia bilang begini:

“Pertumbuhan ekonomi 5% bukanlah prestasi. Itu angka biasa-biasa saja bagi negara berkembang sebesar Indonesia. Selama tidak ada terobosan struktural, kita akan terus stagnan di angka tersebut.”

Jadi ya nggak usah bangga karena itu semacam batas bawah. Ada istilah yang namanya struktur “inelastisitas pertumbuhan.” Maksudnya, konsumsi domestik yang besar dan relatif stabil (lebih dari 50% PDB) membuat ekonomi Indonesia tidak mudah anjlok dalam resesi global, tapi juga sulit melesat di atas 6%. 

Yah gimana, orang konsumsi masyarakat yang menopang pertumbuhan. Sudah begitu, negara memeras rakyat memakai pajak berlipat-lipat tapi nggak membarenginya dengan fasilitas dan kebutuhan dasar yang layak.

Pada akhirnya saya ingin mengatakan. Ya beginilah ekonomi Indonesia. 

Angka BPS bisa saja dipoles meski saya tidak menuduh, statistik bisa didandani, tapi yang selalu diabaikan adalah dompet rakyat tetap saja tipis dengan suara serak para korban PHK yang makin sering terdengar. 

Pemerintah boleh tepuk dada di hadapan investor. Seolah-olah negeri ini punya stamina maraton. Padahal mungkin cuma lari-lari kecil di tempat sebatas supaya kelihatan bergerak.

Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA UMKM Tulang Punggung Ekonomi Adalah Jargon yang Bikin Saya Muak karena Menjadi Wujud Kegagalan Pemerintah Menyediakan Lapangan Kerja dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.

Halaman 2 dari 2
Prev12

Terakhir diperbarui pada 14 Agustus 2025 oleh

Tags: 5 persen BPSBadan Pusat StatistikBPSefisiensilaporan pertumbuhan ekonomilaporan pertumbuhan ekonomi BPSPDBPHK
Muhamad Iqbal Haqiqi Maramis

Muhamad Iqbal Haqiqi Maramis

Penyuka nasi goreng.

Artikel Terkait

nelangsa korban PHK Michelin dan Blibli. MOJOK.CO
Ragam

Ekonomi Masyarakat Belum Pulih Sejak Pandemi Covid, Kini Makin Menderita karena PHK di “Negeri Konoha”

5 November 2025
Wali Kota Semarang Agutsina tegaskan upaya Pemkot Semarang membuat daerah mandiri di tengah efisiensi MOJOK.CO
Kilas

Strategi Kota Semarang Mandiri di Tengah Efisiensi, Biar Tak Selalu Tergantung pada Dana Pusat

18 Oktober 2025
Realitas pekerja swasta di Jogja: sudah gaji kecil, resign kena denda, bertahan malah kena PHK tanpa pesangon MOJOK.CO
Ragam

Risiko Dobel-dobel Jadi Pekerja Swasta di Jogja: Gaji Kecil untuk Kerjaan Nggak Ngotak, Resign Kena Denda kalau Bertahan Malah Di-PHK

14 Oktober 2025
Kelangkaan BBM di SPBU Shell: bayang-bayang PHK bikin nelangsa pikirkan nasib ibu, berat pindah merek lain karena ragu MOJOK.CO
Aktual

Kondisi SPBU Shell bikin Nelangsa Pikirkan Nasib Ibu, Takut “Risiko” kalau Pindah Pertamina

18 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.