Kota Jogja punya hotel, Banguntapan Bantul punya JEC dan ringroad
Meskipun sempit, Kota Jogja bertaburan hotel megah. Sangat wajar bagi kota yang (memaksakan) bernafas dalam pariwisata. Tapi Banguntapan Bantul punya berliannya sendiri. Tidak hanya mendorong pariwisata, tapi sektor industri lain termasuk industri kreatif. Berlian itu bernama Jogja Expo Center (JEC). Ini pusat segala pameran, event wibu skala nasional, bahkan venue nikahan serta wisuda.
Kehadiran JEC bukan main-main. Kota Jogja tidak akan mampu menyelenggarakan perhelatan kolosal tanpa kulonuwun ke Banguntapan. Kehadiran JEC jelas menjadi kartu As Banguntapan saat diledek ndeso oleh warga kota.
Belum cukup, Banguntapan Bantul punya Jalan Majapahit dan Jalan Ahmad Yani. Keduanya adalah ruas jalan dari ringroad timur. Selain menjadi penghubung, kedua jalan ini menghidupkan sektor industri. Dari gudang, pengolahan semen ready mix, sampai perkantoran. Sektor ini tidak pernah hidup di Kota Jogja yang sudah kelewat padat.
Saya tidak akan bilang Banguntapan menang. Kedua kontestan punya kekuatan industri masing-masing. Jogja tetap dengan pariwisata, Banguntapan dengan industri dan JEC. Anggap saja pertarungan kali ini berimbang. Sekarang, mari kita nilai dari sisi sejarah.
Keraton vs Panembahan Senopati
Sudah pasti sejarah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat ada di Kota Jogja. Keraton Jogja ada tepat di jantung kota berhati nyaman ini.
Mungkin Anda berpikir Kota Jogja sudah menang secara sejarah. Sampai Anda mundur sedikit ke sejarah kerajaan yang jadi cikal bakal Kasultanan dan Kasunanan, yaitu Kerajaan Mataram Islam. Tepatnya Kraton Kotagede
Ini menjadi menarik. Secara administrasi, kawasan Kotagede berada di Kota Jogja. Tapi silakan lihat petanya. Ada satu irisan janggal di barat Pasar Kotagede. Irisan menonjol ini milik Banguntapan Bantul. Di dalam wilayah ini, ada Masjid Agung Mataram. Sebagai kerajaan bernafas Islam, Masjid Agung Mataram punya nilai sejarah yang kuat.
Tapi tidak hanya perkara masjid warisan Panembahan Senopati. Makam sang raja pertama ada di belakang masjid tersebut. Tepatnya Kompleks Makam Raja-Raja Mataram. Di mana lokasi masjid dan makam ini? Banguntapan!
Kota Jogja boleh memiliki Kasultanan. Solo boleh memiliki Kasunanan. Tapi makam sang pendiri Mataram ada di Banguntapan. Sebuah poin telak untuk Banguntapan Bantul.
Adu Nasib? Keduanya sama-sama bermasalah
Dari tadi kita adu kekuatan. Mari kita bawa hal paling menarik saat bicara tentang Jogja: masalah. Sebagai daerah yang bersinggungan langsung dengan Kota Jogja, Banguntapan Bantul mengalami masalah yang sama. Dari perkara kemacetan sampai gentrifikasi juga dimiliki kecamatan ini.
Inilah yang membuat Banguntapan jadi “Bantul rasa Jogja”. Tidak hanya potensinya, tapi juga masalahnya. Meskipun ndeso, wilayah ini juga merasakan pembangunan ugal-ugalan. Serta terdampak kemacetan dan gesekan sosial imbas dari kemajuan Kota.
Pemenang: Banguntapan Bantul
Dari keseluruhan duel, Banguntapan Bantul unggul di atas Kota Jogja. Tentu masih ada sektor lain yang membuat Kota lebih unggul. Dari perputaran ekonomi sampai perhelatan seni, Kota jelas lebih unggul. Tapi dari duel ini saja, Banguntapan Bantul jelas jadi kekuatan baru bagi DIY.
Jadi jangan ragu menyebut diri “Aku cah Banguntapan” lagi. Kalian tinggal di daerah dengan potensi (dan masalah) yang selevel Kota Jogja. Mungkin beberapa tahun lagi, Banguntapan Bantul akan lebih besar, megah, bermasalah, dan membanggakan bagi kalian!
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Bantul Nggak Aneh! Sebagai Orang Kota Jogja, Saya Justru Iri pada Bantul dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.












