Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan Mojok
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan Mojok
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan Mojok
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Amien Rais Bilang Pengajian Harus Ada Politiknya, Ih Kok Nyuruh-Nyuruh?

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
25 April 2018
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Kata Pak Amien Rais, “Pengajian-pengajian disisipin politik itu harus, kalau nggak, lucu.” Benar juga sih, nyinggung politik itu resep lucu. Kayak kalau Pak Amien ngomong politik.

Lagi dan lagi. Tiruannya Pak Amien Rais di Bumi (yang asli udah diculik alien, satu kloter sama Ahmad Dhani) kembali bikin kontroversi yang menggemaskan. Setelah beberapa waktu lalu Pak Amien merumuskan dikotomi “Partai Setan” dan “Partai Allah”, kali ini belio mengeluarkan imbauan bahwa “Pengajian-pengajian disisipin politik itu harus, kalau nggak, lucu,” katanya.

Terang saja hal ini menimbulkan polemik di kancah dunia warganet. Belum habis bahan bakar untuk mengolok-olok soal “pemilu ala akhirat”-nya Pak Amien, ealah udah disentor bensin lagi. Baru juga mau kesentor air dengan isu yang lain, muncul lagi, muncul lagi. Kayak laron aja lama-lama nih.

Namun, sebagai warganet yang budiman, ada baiknya sebelum mencibir pernyataan tersebut, perlu kiranya kita melihat ini dengan tenang dan proposional. Bahwa apa yang disampaikan Pak Amien ini sebenarnya mewakili apa yang terjadi di sekitar kita.

Lha iya, kan? Pernyataan ini tanpa disadari justru menunjukkan bahwa pengajian-pengajian Pak Amien (atau pengajian yang didukungnya) belakangan ini memang bukan untuk syiar agama, tapi syiar politik. Bukan untuk membawa kebaikan, tapi memberikan perspektif kebenaran yang berbeda.

Ya kan nggak apa-apa. Nggak ada larangannya ini syiar politik. Kalau kemudian syiar itu disampaikan di masjid, ya kalau masjid-masjid dia sendiri, monggo aja. Apalagi kalau pengajian itu yang bikin Pak Amien Rais sendiri, untuk hajatan sunatan cucu-cucunya mungkin. Hayamonggo. Nggak ada yang ngelarang ini (mungkin yang protes cucunya, ini pengajian sunatan kok ngomongin utang Jokowi).

Iklan

Toh, orang yang nggak sepaham juga nggak harus datang. Lha piye, wong pengajian aja nggak pernah ada presensi dan menuntut kehadiran 75% kok, apalagi pengajian dengan tujuan syiar politik. Seingat saya, dalam buku Bocoran Pertanyaan di Alam Kubur: Kunci Sukses Lolos dari Siksa Kubur, malaikat Munkar dan Nakir nggak bikin tambahan soal remidi kayak, “Pertanyaan tambahan. Dulu Pemilu 2019 milih partai apa, Mas?” Ya kecuali kalau Munkar sama Nakir ikut-ikutan diculik alien sih.

Kalau saya sendiri sih tidak begitu masalah dengan pengajian yang disisipi politik. Mau disisipi resep masakan juga monggo. Disisipi paket pulsa juga boleh. Lha wong kita beragama sendiri memang tidak bisa lepas dari urusan politik jeh, jadi pernyataan Pak Amien ini bisa dibilang nggak salah-salah amat. Lho? Lho? Lho?

Yap, Anda nggak salah baca, agama dan politik itu emang tidak bisa lepas begitu aja. Keduanya ini mesra. Ibarat Dilan dengan Milea, Agus dengan Kalis, atau Arsenal dengan kegagalan juara liga.

Kalau Anda juga pernah ingat, perpindahan arah kiblat dari Masjidil Aqsa di Yerusalem ke Masjidil Haram di Mekkah, selain karena perintah Tuhan dalam Surah Al-Baqarah 142-145 (googling sendiri ya ayatnya), ada unsur-unsur politis juga yang mengiringi peristiwa bersejarah tersebut.

Ketika kiblat salat pertama kali diperintahkan ke arah Yerusalem (merujuk pada ayat yang sama tadi), secara politis hal ini merupakan upaya agar agama Islam dipandang “berbeda” dengan agama-agama nenek moyang suku-suku Quraisy di Mekkah. Itu lho, agama yang yang bikin berhala-berhala di sekitaran Kakbah.

Untuk itulah dibutuhkan unsur politik yang kuat, yakni dengan “merapat” kepada agama yang jauh lebih senior. Pilihannya jatuh pada agama Yahudi dengan pusatnya di Yerusalem. Nah, dengan menggandeng agama yang jauh lebih senior daripada agama pagan di Mekah, maka Islam secara POLITIS mendaku diri punya asal-usul yang lebih tua. Lebih murni dan, tentu saja, monoteis, tidak seperti agama orang-orang Quraisy.

Ayat yang memerintahkan umat muslim kiblat lagi, dari Yerusalem ke Kakbah, jadi penanda bahwa agama Islam “berpisah” dengan agama Yahudi untuk kembali ke nenek moyang yang lebih tua lagi, yakni agama Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail (yang bikin Kakbah sekaligus bapak agama monoteis)—bukan lagi merapat ke turunan agamanya orang-orang Yahudi.

Jadi dari kacamata ini, bukankah hebat sekali Tuhan merancang hal-hal politis canggih semacam ini?

Tentu saja, pandangan semacam ini tidak menyasar ke wilayah keimanan. Sebab, keimanan terlalu murni. Hal yang saya bicarakan tadi sifatnya lebih kepada soal praktik beragama yang sifatnya komunal.

Pada hal inilah saya punya kesepakatan juga dengan Pak Amien soal politik dan agama itu boleh saja dicampurbaurkan. Sebab wilayahnya memang berada pada praktik beragama, bukan pada tataran keimanan. Wilayah-wilayah publik, bukan wilayah-wilayah privat.

Hal itu juga sempet disampaikan Profesor Mahfud MD pada sebuah gelar wicara. Ia bilang, orang kalau mau milih pemimpinnya berdasarkan agama itu ya boleh saja. Nggak boleh dong orang milih pemimpin atas dasar agama dilarang-larang. Memilih berdasarkan agama itu juga dilindungi undang-undang sebagai bagian dari kebebasan dalam demokrasi.

Nah, yang tidak boleh itu adalah memaksa orang lain agar memilih sesuai dengan alasannya yang harus seragam. Termasuk keseragaman soal agama.

Jika ada hal yang perlu dikritik dari pernyataan Pak Amien tadi, saya menemukan ada dua hal.

Pertama, kata-kata “harus ada unsur politik” itu sepertinya kok nggak pas. Kalau mau bikin pengajian dengan unsur politis ya monggo aja, tapi kalau mengharuskan, nah itu masalah yang berbeda. Itu kan hak pribadi penceramahnya tho? Masak kiai kampung saya sebelum ngubur jenazah harus ngomongin kebrobokan pemerintahannya Jokowi juga?

Kedua, kata belio, kalau nggak ada unsur politik nanti lucu. Eit, siapa bilang, kalau ngomongin politik nggak bisa lucu? Pak Amien Rais ini sepertinya nggak pernah ikut pengajiannya Ustaz Anwar Zahid—apalagi soal tema-tema rokok. Waitu jelas politis banget dong, lha wong antara anti-rokok dan pro-rokok. Nyata-nyatanya lucu-lucu aja tuh. Lagi pula banyak kok penceramah yang nggak ngomongin politik tapi tetep nggak lucu. Ustaz Khalid Basalamah, misalnya, nggak lucu-lucu amat tuh seringnya.

Atau jangan-jangan Pak Amien ngomong begitu karena kalau ceramah emang nggak bisa lucu atau emang pernyataan itu memang sedang berusaha melucu?

Terakhir diperbarui pada 26 April 2018 oleh

Tags: AgamaAmien RaisArabIslamkakbahkiblatmahfud mdmasjidil aqsamekkahpartai allahpartai setanpengajianpernyataanpolitik
Iklan
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

Gugun El Guyanie : Awalnya Soal Skripsi, Berakhir Membongkar Dinasti
Video

Gugun El Guyanie : Awalnya Soal Skripsi, Berakhir Membongkar Dinasti

28 Oktober 2025
Republik dan Bayang Penjajahan yang Tak Usai
Video

Republik dan Bayang Penjajahan yang Tak Usai

25 Oktober 2025
intoleransi, ormas.MOJOK.CO
Ragam

Pemda dan Ormas Agama, “Dalang” di Balik Maraknya Intoleransi di Indonesia

19 September 2025
Catatan Kritis Atas Reduksionisme Biologis Pemikiran Ryu Hasan MOJOK.CO
Esai

Catatan Kritis Atas Reduksionisme Biologis Pemikiran dr. Ryu Hasan

3 Juli 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

PPT BLDF Kudus, Tempat Pohon-Pohon Langka Menemukan Rumahnya.MOJOK.CO

PPT BLDF Kudus, Tempat Pohon-Pohon Langka Menemukan Rumahnya

4 November 2025
5 Kasta Lotek Enak di  Jogja, Silakan Coba dan Buktikan Mojok.co

5 Kasta Lotek Enak di  Jogja, Silakan Coba dan Buktikan

1 November 2025
Subhan dan Rina Marlina: 2 anak kampung yang mendunia berkat bulu tangkis difabel (para-badminton) MOJOK.CO

Subhan dan Rina Marlina: 2 Anak Kampung yang Mendunia, Tapi Tiap Naik Pesawat Masih Nggak Nyangka

2 November 2025
Jadi penjual taoge di Tuban usai lulus SMA karena tak mampu membangun karier di Sidoarjo. MOJOK.CO

Gagal Membangun Karier di Sidoarjo, Putuskan Pindah ke Tuban untuk Buka Usaha Sendiri hingga Raup Gaji Melimpah

5 November 2025
vivamax, film erotis filipina.MOJOK.CO

Vivamax Muncul di Negeri yang Masyarakatnya Saleh, Film Dewasa Jadi “Obat Lupa” Krisis Ekonomi dan Represi Politik

4 November 2025
Driver ojol di Simpang Lima Semarang terlalu Ramah. MOJOK.CO

Pelajaran Hidup dari Seorang Driver Ojol di Semarang yang Suka “Yapping”: Tak Lupa Membantu Sesama di Tengah Tekanan Hidup

6 November 2025
Summer Sale Banner
  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.