[MOJOK.CO] “Nasib dan ramalan politikus pada 2018.”
Tahun 2017 akan segera berakhir. Tahun 2018 adalah tahun politik. Di tahun itu, selain akan dihelat 171 Pilkada serentak, juga akan terjadi proses pemanasan menuju Pileg-Pilpres tahun 2019.
Untuk menyambut tahun-tahun politik itu, Mojok membentuk ‘Gugus Politik Mojok’ (GPM) bekerjasama dengan Gardamaya yang tugas utamanya adalah memindai dinamika politik di tanah air; memberikan informasi yang penting untuk disampaikan ke publik terkait dunia politik; dan memaparkan perkiraan serta tinjauan politik. Tentu semua itu dilakukan dengan gaya khas Mojok yang ringan, rileks, tapi tanpa kehilangan bobot.
Untuk kali pertama, GPM & Gardamaya memindai 7 politikus yang bersinar di tahun 2017 dan punya potensi bersinar pada tahun 2018. Siapa sajakah mereka? Langsung kita simak saja:
7. Di urutan ketujuh, Susi Pudjiastuti. Dengan gayanya yang khas, Menteri Kelautan dan Perikanan kabinet kerja Jokowi ini langsung mendapatkan perhatian dari publik. Kata ‘tenggelamkan!’ melekat di diri perempuan yang lahir di Pangandaran pada 15 Januari 1965.
Dia cukup kontroversial dengan tatonya. Dia juga merokok. Tapi justru keterusterangan semacam itu, membuatnya makin disukai oleh masyarakat. Era pencitraan yang lebay sudah berakhir. Ini adalah era ketika masyarakat suka segala hal yang terus terang serta apa adanya.
Ketegasannya dalam memerangi kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia, juga keberlanjutan ekosistem laut untuk anak-cucu kita, membuat Menteri Susi selalu dielu-elukan para nelayan kecil. Kini, banyak nelayan tak perlu pergi mencari ikan terlalu jauh dari pantai.
Menteri Susi beberapa kali sempat kena isu mau diresafel karena kebijakannya soal alat tangkap ikan cantrang. Tapi dia tidak peduli. Sikap kukuh itu makin menebalkan rasa percaya masyarakat kita kepadanya.
Potensi diserang: Bertato dan merokok; tidak pro-cantrang; diserang pengusaha ikan dari luar negeri.
6. Urutan selanjutnya adalah Agus Harimurti Yudhoyono. Kontroversi pertama terjadi begitu dia menyatakan mundur dari karier militernya yang cukup cemerlang, lalu berlaga di Pilgub DKI.
Memang dia kalah. Tapi hal itu tidak membuat redup putra mahkota dinasti politik SBY ini. Laki-laki kelahiran 10 Agustus 1978 ini terus berkeliling Indonesia untuk menemui basis konstituennya, dengan bendera sebagai direktur The Yudhoyono Institute.
Dengan makin naiknya popularitas Partai Demokrat yang sempat melorot, maka sangat mungkin karier AHY makin cemerlang di tahun 2018, dan tentu saja akan menjadi salah satu politikus paling diperhitungkan pada tahun 2019.
Potensi diserang: Politik dinasti; keluar dari militer untuk ambisi politik.
5. Pada urutan kelima, bertengger nama menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati. Perekonomian Indonesia sebagaimana yang kita ketahui bersama, tidak begitu baik pada tahun 2017. Namun dengan kerja keras dan kecerdikannya, keuangan negara tidak limbung.
Konsisten dengan aurannya, sistematis dalam bertindak, dan cukup berani menghadapi pilihan-pilihan kebijakan, membuat Menteri Sri mendapatkan tempat tersendiri di hati masyarakat.
Semua hal yang ada di dirinya itu, ditambah jam terbang sebagai pemimpin di berbagai lembaga, akan membuat Sri Mulyani bakal terus punya tempat khusus dalam ruang politik di Indonesia.
Potensi diserang: Dianggap agen Neolib; Kebijakan perpajakannya menghalang-halangi tumbuhnya industri UKM.
4. Jenderal Gatot Nurmantyo, jelas sosok yang layak menduduki nomor 4 di jagat politik Indonesia. Hampir sama dengan nama-nama yang lain, Jenderal Gatot menyita perhatian publik karena kontroversinya.
Tapi sejauh ini, kontroversi itu masih positif. Dengan berakhirnya masa tugas sebagai Panglima TNI, dan akan pensiun pada bulan Maret 2018, maka dunia politik Indonesia telah menggelarkan karpet merah untuk sosok kelahiran Tegal, 13 Maret 1960.
Jika dia piawai menentukan langkah politik, maka bandul dukungan dari pihak kanan dan moderat akan bisa berada di belakangnya. Tentu kita semua menunggu, manuver politik apa lagi yang akan dilajukan Sang Jendral menuju dunia politik Indonesia yang sangat dinamis ini.
Potensi diserang: Dianggap terlalu ambisius; diidentikkan dekat dengan Islam garis kanan.
3. Di urutan ketiga, duduk dengan kokoh walikota Surabaya: Tri Rismaharini. Perempuan kelahiran Kediri, 20 November 1961 ini telah menduduki jabatan sebagai walikota Surabaya untuk kali kedua.
Dia menolak dicalonkan sebagai Cagub DKI, dan juga menolah pula dicalonkan sebagai Cagub Jatim sekalipun popularitas dan elektabilitasnya sangat tinggi. Hal ini tentu membuat publik menaruh respek yang mendalam kepadanya, dan hal itu menambah pundi-pundi investasi politik bagi Risma.
Surabaya memang kota yang melampaui imajinasi kita. Ketika kebanyakan kota-kota lain makin berkembang ke arah yang buruk atau setidaknya tak tahu hendak dibawa ke mana, Surabaya yang dulu semrawut justru makin membaik. Berbagai penghargaan tingkat internasional pun disabet oleh kota terpadat kedua di Indonesia ini.
Pada titik inilah, figur Risma mengisi harapan publik. Pada tahun 2018, diperkirakan namanya makin mengilap, dan bukan tidak mungkin pada tahu 2019, akan ada kejutan politik yang menempatkan Risma pada jabatan yang paling diincar banyak politikus di Indonesia. Apa itu? Ya gitu saja kok masih ditanyakan…
Potensi diserang: Terlalu galak (tegas bukan berarti suka marah-marah).
2. Siapa lagi yang pantas duduk di kursi ini selain Anies Baswedan? Terbuang dari kursi Menteri Pendidikan kabinet kerja Jokowi, ternyata membawa berkah tersendiri bagi politikus kelahiran Kuningan, 7 Mei 1976 ini. Dia langsung didaulat sebagai Cagub DKI berpasangan dengan Sandiaga Uno. Hasilnya sama-sama kita ketahui, dia menang.
Jabatan Gubernur DKI dalam percaturan politik di Indonesia adalah ‘RI 3’. Artinya, jika dia bisa mengelola kekuasaannya dengan baik, bukan tidak mungkin dia akan bisa melenggang menduduki jabatan RI 2 atau bahkan RI 1.
Potensi diserang: Terlalu sibuk dengan pencitraan; Naiknya menjadi Gubernur DKI karena dianggap memakai isu SARA.
1. Dan siapakah yang layak duduk di urutan pertama? Hmm… Ya, dia adalah Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Kini, laki-laki kelahiran Bitung Timur, 19 Juni 1966 ini memang sedang berada di penjara.
Dalam dunia politik, penjara bukanlah aib. Kita semua tahu, ada banyak politikus penting di negeri ini yang harus melewati penjara, dari mulai Sukarno sampai Budiman Sudjatmiko.
Orang Jawa sendiri punya sebutan khas untuk para petarung politik yang mesti melalui hotel prodeo untuk menempa diri yakni ‘satriya kinunjara’, seorang kesatria yang menjalani hukuman penjara.
Ahok adalah ikon politik yang blak-blakan dan tegas, dengan gaya politik tanpa tedeng aling-aling. Para pendukungnya tersebar di seluruh Indonesia dari Aceh sampai Papua.
Dengan bekal nama besar itu, plus para pendukung yang sangat militan, sangat mungkin sekeluar Ahok dari penjara nanti, dia akan langsung berada di panggung politik pada kasta tertinggi di negeri ini.
Tentu saja dengan catatan, semua itu bisa terjadi kalau dia bisa memermak gaya bicaranya yang tak terkontrol, yang membuatnya dijebloskan ke dalam penjara. Namun satu hal yang tidak bisa dimungkiri, ketika dia masuk penjara, makin banyak orang yang menyukainya. Sebab dia menghadapi itu semua dengan sikap kesatria.
Potensi diserang: Karena beretnis Tionghoa; Kata-katanya kasar; Kasus ‘penghinaan’ ayat suci al-Qur’an dinaikkan lagi.