MOJOK.CO – Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, mengaku tidak menyaksikan Piala Dunia 2018 di Rusia. Alasannya pun sederhana dan sangat berjiwa nasionalis: karena enggak ada timnas Indonesia di sana.
Gegap gempita Piala Dunia 2018 di Rusia ternyata tidak bisa dirasakan euforianya oleh semua orang. Sedikit orang yang tidak bisa merasakan keseruan itu salah satunya adalah Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto. Di saat masyarakat Indonesia bersuka-cita menyaksikan pertandingan-pertandingan yang seru punya, Pak Prabowo justru sedih. Kesedihan ini muncul karena menyadari timnas Indonesia tidak masuk ke babak putaran final Piala Dunia di Rusia.
“Paling sedih saya, peringkat sepak bola Juni 2018, saudara-saudara, Indonesia 164, di bawah Belize. Negara kecil Islandia masuk Piala Dunia,” kata Pak Prabowo. “Saya termasuk yang tidak pernah nonton Piala Dunia karena saya sedih Indonesia nggak ada,” lanjutnya.
Barangkali Prabowo adalah salah satu dari sedikit orang yang baru menyadari betapa pas-pasannya prestasi sepak bola dalam negeri sampai tidak tahu kualitas timnas Indonesia. Jangankan untuk lolos Piala Dunia, untuk juara Piala AFF saja kita tidak pernah lho, Pak. AFF itu piala antar-negara se-ASEAN, Pak, kalau-kalau Bapak nggak tahu.
Pak Prabowo mungkin kurang memerhatikan bahwa peringkat FIFA Indonesia yang anjlok sampai ke peringkat 164 juga bukan serta-merta alasan prestasi. Ada alasan-alasan lain seperti regulasi dan poin pertandingan persahabatan antar-negara. Kalau Pak Prabowo ingat, Indonesia pernah dihukum FIFA selama satu tahun karena intervensi Pemerintah. Ya, benar, itu era pemerintahannya Pak Jokowi. Dan itu jadi salah satu alasan kenapa peringkat Indonesia bisa seburuk yang dikatakan Pak Prabowo.
Apakah ini karena salah Pemerintah? Oh, tidak bisa digenerasir seperti itu juga, Pak. Ada banyak kendala dalam sepak bola dalam negeri ini. Dari gaji pemain yang kadang dibayar uang, kadang dibayar janji, sampai kadang dibayar maaf doang. Atau pengaturan pertandingan yang melibatkan bandar judi kelas internasional. Semua adalah realitas yang terjadi dalam pesepakbolaan dalam negeri ini. Bahkan konon untuk jadi wasit di sepak bola Indonesia harus menguasai beragam ilmu kebal agar bisa selamat dalam memimpin pertandingan.
Persoalan ini semakin pelik karena pemangku kebijakan sepak bola di Indonesia masih dikuasai oleh tokoh-tokoh yang lebih erat sama partai politik daripada urusan sama sepak bola. Dari era Nurdin Halid yang Golkar, Hinca Panjaitan yang Demokrat, lalu sempat La Nyalla Mattaliti yang sempat mau maju ke politik lewat Gerindra tapi enggak jadi.
Poinnya, sepak bola kita memang jadi salah satu kendaraan politik paling yahud yang dimiliki di negeri ini. Bahkan lebih aman daripada partai politik. Lha gimana? KPK aja enggak bisa masuk begitu saja lho Pak ke federasi sepak bola Indonesia, karena bisa dianggap sebagai intervensi pemerintah nanti. Mau dihukum FIFA lagi? Anjlok lagi nanti peringkatnya, bisa-bisa Pak Prabowo makin ogah nonton sepak bola dan Piala Dunia nanti. Kan bahaya.
Lagian, alasan tidak mau menonton Piala Dunia karena tidak ada timnas Indonesia itu agak gimana gitu jadinya. Sebab, menikmati sepak bola memang tidak harus selalu terkait sama nasionalisme. Ya masa ada, gara-gara hubungan antara Malaysia dan Indonesia yang nggak begitu akrab sampai-sampai ada pemain Indonesia yang mau main di Malaysia nggak boleh karena alasan nasionalisme? Ya kan nggak begitu juga cara mikirnya.
Di sisi lain, Pak Prabowo mungkin malah bisa jadi satu-satunya sosok yang paling tepat untuk memperbaiki prestasi timnas Indonesia. Soalnya, ketua federasi yang sekarang, Pak Edy Rahmayadi malah sibuk kampanye untuk nyalon jadi Gubernur Sumatra Utara daripada ngurus sepak bola. Iya, Pak. Pak Edy yang itu, yang juniornya Pak Prabowo.
Ya gimana, sebagai sama-sama Pangkostrad, tentu Pak Prabowo adalah orang yang paling tepat untuk menegur Pak Edy. Ya jelas, Pak Prabowo kan jauh lebih senior. Hanya Pak Prabowo seorang yang bisa mengatasi Pak Edy untuk memperbaiki sepak bola Indonesia. Atau kalau memang Pak Prabowo merasa tidak ada yang becus ngurus sepak bola dalam negeri ini, Bapak bisa saja maju mengajukan diri sebagai Calon Ketua PSSI juga untuk menggantikan Pak Edy (kalau terpilih jadi gubernur nanti).
Hal ini tentu bisa diupayakan, lha wong Pak Edy juga diusung Gerindra untuk Cagub Sumut, jadi tinggal diupayakan saja untuk beneran jadi gubernur, tinggal nanti posisi kosong Ketum PSSI langsung diisi. Beres urusan.
Jadi gimana, Pak? Menarik bukan tawarannya?