MOJOK.CO – Pertandingan antara Aston Villa vs Burnley ternoda oleh keputusan wasit. Sialnya, malah VAR yang dijadiin kambing hitam.
Teknologi VAR dipakai untuk membantu wasit menentukan keputusan. Penginnya apa yang luput dari perhatian wasit kayak handball, bola melewati garis, dan segala jenis pelanggaran yang lolos dari perhatian wasit bisa terekam. Tapi, bukannya membantu menghindari kontroversi, penggunaan VAR justru menciptakan kontroversi itu sendiri.
Dulu, saat VAR masih wacana, ia sudah ditentang karena dianggap bakal menghilangkan ketidaksempurnaan sepak bola yang justru menjadi daya tarik tersendiri. Toh orang tetap akan melanjutkan hidup mereka mesti telah dirugikan oleh pelanggaran yang luput dari perhatian wasit, insiden fatal handsball Henry yang menggagalkan Irlandia ke Piala Dunia, misalnya.
Nyatanya, tidak ada salahnya juga VAR digunakan. Meski ia akan menghilangkan apa yang mereka sebut “ketidaksempurnaan yang melengkapi”. Sepak bola seperti hidup, harus bergerak seiring zaman. Kita tidak bisa terus-terusan memaklumi kesalahan wasit macam tidak disahkannya gol Lampard di Piala Dunia 2010, dan VAR ada untuk itu.
Teknologi ini memang memberi beban kepada wasit dalam memberi keputusan terbaik dari yang terbaik. Wasit harus menentukan banyak variabel yang terjadi ketika mengambil keputusan ketika melihat video ulangan serta harus berdiskusi lebih panjang.
Tapi ada juga wasit yang melihat VAR secara sederhana dan, buruknya lagi, menyederhakan fungsinya.
Itu terjadi saat Aston Villa mestinya berbahagia ketika Jack Grealish mencetak gol saat melawan mereka Burnley. Bahagianya cuma sebentar karena mereka kena prank tahun baru. Gol dianulir wasit ketika melihat video ulangan di layar VAR: Gol Grealish dianulir karena tumit Grealish dianggap offside.
What fresh hell is this? ??♂️ https://t.co/5s6S6aKFKU
— Gary Lineker (@GaryLineker) January 1, 2020
Tumit, Bro, tumit. Ini semacam perwujudan becandaan fisik, “Kok Ronaldinho giginya nggak offside?”
Kalau dibaca sekilas, mungkin Grealish pada titik yang ekstrem bisa tetap dianggap offside. Tapi, kita sedang bicara tumit, yang cuma mecungul sedikit di tayangan ulang VAR dan tidak memberikan keuntungan yang bisa dikonversi menjadi gol.
Rasanya konyol, tapi kita sedang bicara wasit Liga Inggris. Ini liga yang wasitnya memberi Toreira kartu kuning tapi tidak memberi hukuman pada Jorginho untuk pelanggaran yang sama di pertandingan yang sama.
Wasit Liga Inggris bisa dibilang tidak kompatibel dengan VAR. Mereka menggunakan itu mengukur tumit pemain offside atau tidak. Sementara untuk hal prinsipil macam tindakan Jorginho, VAR-nya malah tidak dipakai. Padahal fungsi teknologi tersebut guna memberi gambaran jelas pada area abu-abu, bukannya mempertegas keputusan mereka. Ketika niat penggunaan VAR supaya tidak ada lagi kejadian macam kontroversi gol Lampard, endingnya justru seperti ini. Bikin orang skeptis aja.
Kalau VAR cuma dipakai untuk memperkuat argumen, mending nggak usah digunakan sekalian. Keputusan dengan bobot kesalahan tinggi meski sudah dibantu teknologi, malah menunjukkan bahwa kemampuan wasit tersebut dipertanyakan. Logikanya jadi mirip anak yang punya kunci jawaban ulangan, tapi tetap salah semua jawabannya.
Sudah saatnya komunikasi antara wasit di lapangan dan para wasit VAR dibuka agar publik tahu apa yang menentukan keputusan wasit. Dengan langkah itu, para penonton dan pemain bisa tahu dan memaklumi atau malah mengapresiasi keputusan wasit. Teknologi yang dibuat untuk membantu akhirnya berguna sebagaimana mestinya dan tidak lagi menjadi rasan-rasan nggak enak.
BACA JUGA 5 Detik yang Memisahkan Arsenal dari Masa Depan atau artikel menarik lainnya di BALBALAN.