Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Balbalan

Glen Kamara, Rasa Enggan Wilfried Zaha untuk Berlutut, dan Manusia yang Dasarnya Memang Bajingan

Yamadipati Seno oleh Yamadipati Seno
20 Maret 2021
0
A A
Glen Kamara, Rasa Enggan Wilfried Zaha untuk Berlutut, dan Manusia yang Dasarnya Memang Bajingan MOJOK.CO

Glen Kamara, Rasa Enggan Wilfried Zaha untuk Berlutut, dan Manusia yang Dasarnya Memang Bajingan MOJOK.CO

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Glen Kamara cuma “tumbal hari ini”. Penderitaannya akan dilupakan dan kita semua semakin rajin untuk sebatas berlutut.

“Kita semua berusaha untuk menegaskan kalau semua orang setara, tapi pada akhirnya tidak berhasil. Kecuali sudah ada hasil nyata, jangan pernah lagi membahas hal ini dengan saya. Kecuali ada aksi nyata, saya tidak mau lagi ngomongin hal ini.”

Wilfried Zaha menegaskan bahwa dirinya tidak akan lagi berlutut “hanya semata” menegaskan bahwa kita semua setara. Bagi pemain Crystal Palace itu, berlutut adalah aksi yang mendegradasikan nilai dirinya dan jargon Black Lives Matter hanya menjadikan orang kulit hitam menjadi target.

Wilfried Zaha menjadi pemain pertama di Liga Inggris yang memutuskan tidak mau lagi berlutut sebagai kampanye melawan rasisme. Dia memutuskan untuk berdiri. “Dulu, orang tua saya tegas berkat bahwa saya harus bangga dengan warna kulit saya. Tak peduli apa yang terjadi, menurut saya, kita semua harus “stand tall”.”

Belum juga kalimat itu kering, tindak rasisme terjadi di depan mata. Glen Kamara, pemain Glasgow Rangers, menjadi korban tindak rasis pemain Slavia Praha, Ondrej Kudel. Well, setidaknya Glen Kamara yang kasusnya meledak. Banyak serangan rasial yang terjadi, tapi gagal tembus pemberitaan utama saja.

Kubu Slavia mengakui kalau Kudel “memaki”, tapi tidak ada tindak rasis di sana. Namun, dari cuplikan video, terlihat kemarahan Glen Kamara dan pemain Rangers terlalu besar untuk sekadar respons makian. Seperti pengakuan Glen Kamara, ada serangan rasis di sana.

Media sosial memanas. Ramai-ramai, serangan ditujukan kepada Slavia dan UEFA. Banyak yang meminta Kudel mendapat hukuman berat dan Slavia ditendang dari kompetisi Eropa. Reaksi ini muncul karena selama ini serangan rasis dianggap belum mendapat ganjaran yang pantas.

Serangan rasis kepada Glen Kamara ini seperti menjadi penegasan sikap Wilfried Zaha. Bahwa aksi berlutut selama ini tidak ada gunanya. Terutama selama tidak ada aksi nyata kepada orang-orang jahat pelaku serangan rasis. Orang-orang jahat ini masih terlalu enak mengais rezeki dari dunia sepak bola.

Namun, di sisi lain, penegasan yang terjadi ini terasa seperti sembilu. Rasanya sangat sedih ketika ada orang yang bilang kejahatan tak akan hilang hanya dengan sebatas kampanye, lalu kejahatan itu betulan terjadi. Artinya, kampanye berlutut memang tidak ada end game-nya.

Padahal, aksi kampanye ini seharusnya terus dilakukan untuk menjaga awareness bahwa kejahatan masih ada di sekitar kita. Sayangnya, mereka yang punya kuasa di sepak bola tidak punya hukuman yang bisa dianggap pantas.

Kalau memang ingin mengubah sesuatu, kalimat sakti saja tidak bakal cukup. Hukuman tidak boleh bermain seumur hidup cuma hukuman standar. Yang juga perlu dihukum adalah klubnya sendiri. Tidak boleh bermain di Eropa, degradasi ke divisi terbawah, hingga denda uang dengan jumlah besar bisa jadi awalan.

Hukuman seperti ini pernah mengemuka ketika kekerasan suporter mewarnai sepak bola Indonesia. Bukan hanya suporternya yang dihukum, tapi klubnya juga. Ketika klub, yang menjadi katarsis suporter, merasakan dampaknya, diharapkan kekerasan suporter bisa diredam.

Saya pribadi berharap hukuman berat ini menjadi kenyataan. Kampanye berlutut, berbaring, atau baris-berbaris saja tidak akan pernah cukup. Pada dasarnya, yang dihadapi adalah manusia, insan yang bisa menyimpan kebencian jauh di dalam hatinya. Yang dihadapi adalah manusia, yang punya sisi bajingan di dalam dirinya.

Menghadapi manusia tidak hanya bisa dengan kampanye saja. Glen Kamara, saya rasa hanya akan menjadi riak di hari ini. Satu bulan kemudian, kita sudah lupa, lalu serangan rasis kembali terjadi. Ketika serangan rasis terjadi lagi, kita akan masuk dalam satu barisan yang sama untuk memaki dan mengutuk.

Namun, tidak lama kemudian, kita akan lupa. Pada dasarnya, kita, yang memaki dan mengutuk, juga bajingan karena terlalu mudah lupa dengan ketidakberesan. Glen Kamara cuma “tumbal hari ini”. Penderitaannya akan dilupakan dan kita semua semakin rajin untuk sebatas berlutut.

BACA JUGA Akui Saja, Sejak Kecil Kita Memang Dididik untuk Rasis dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.

Terakhir diperbarui pada 20 Maret 2021 oleh

Tags: glen kamararasialrasisrasismeserangan rasiswilfried zaha
Iklan
Yamadipati Seno

Yamadipati Seno

Redaktur Mojok. Koki di @arsenalskitchen.

Artikel Terkait

ilustrasi Tutorial Klarifikasi untuk Influencer Blunder mojok.co
Pojokan

Tutorial Klarifikasi untuk Influencer Blunder

8 Desember 2021
Dari Kepala Steven Yadohamang yang Diinjak Aparat Itu Kami Belajar, Bagaimana Orang Papua Dilihat oleh Negara
Esai

Dari Kepala Steven Yadohamang yang Diinjak Aparat Itu Kami Belajar, Bagaimana Orang Papua Dilihat oleh Negara

29 Juli 2021
Kalau Orang Indonesia Omong Soal Papua, Mereka Omong Apa?
Esai

Kalau Orang Indonesia Omong Soal Papua, Mereka Omong Apa?

14 Juli 2021
Surat Marcus Rashford Mengingatkan Kita Bahwa Plesetin Manchester United Jadi ‘Munyuk’ Itu Rasis, Bego! MOJOK.CO
Balbalan

Surat Marcus Rashford Mengingatkan Kita Bahwa Plesetin Manchester United Jadi ‘Munyuk’ Itu Rasis, Bego!

13 Juli 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

game clash of champions ala ruangguru. MOJOK.CO

Rakyat Jelata Tak Bisa Gembira dengan Pertunjukkan Clash of Champions, Cuman bikin Kesal Anak Broken Home yang Suka Adu Nasib

10 Juli 2025
Hari-hari putus asa pedagang es teh jumbo MOJOK.CO

Hari-hari Putus Asa Pedagang Es Teh Jumbo: Melamun Berjam-jam untuk Tunggu 1 Pembeli, Sudah Harga Murah Dituntut Tanpa Cela

10 Juli 2025
KKN dengan mahasiswa kupu-kupu bikin repot karena suka bingung sendiri MOJOK.CO

Repotnya KKN sama Mahasiswa Kupu-kupu Tak Paham Organisasi: Bingung Mau Ngapain, Jadi Nggak Guna hingga “Diusir” Warga

11 Juli 2025
Coba-coba Naik Bus Eksekutif PO Agra Mas.MOJOK.CO

Coba-coba Naik Bus Eksekutif Agra Mas: Semula Takut Naik Bus Malah Jadi Ketagihan, Merasa Katrok karena Fasilitas Melebihi Kereta Api

8 Juli 2025
Smartfren luncurkan Sarah, yakni AI untuk layani pelanggan 24 jam setiap hari MOJOK.CO

Smartfren Luncurkan “Sarah”: Asisten Virtual AI yang Siap Layani Pelanggan 24 Jam Setiap Hari, Bukan Sekadar Chatbot

9 Juli 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.