MOJOK.CO – Pelatih baru PSIM, Vladimir Vujovic atau yang disapa Vlado sedang menghadapi situasi yang bikin tak jenak: suporter meminta beliau untuk out!
Sebelum laga uji tanding dengan timnas Indonesia U23, saya sempat ngetwit. Intinya adalah, untuk ke sekian kali, manajemen PSIM Yogyakarta harus paham betul dengan perkembangan fansnya sendiri. Brajamusti, dan semua pandemen PSIM berkembang menjadi fans yang sangat melek taktik. Hati-hati, manajemen.
Laga uji tanding yang disiarkan secara langsung oleh Indosiar itu dikawal ratusan polisi, brimob, dan TNI. Untuk sebuah uji tanding yang mempertemukan klub dan timnasnya sendiri, pengamanan ini terlihat sedikit berlebihan. Sebuah gambaran bahwa, fans PSIM masih diwaspadai betul oleh kepolisian.
Memang, laga uji tanding melawan timnas Indonesia U23 seperti menjadi ujian bagi pandemen Parang Biru. Ini pertandingan yang konon dijadikan patokan, kelayakan fans PSIM menggelar laga malam hari di Stadion Mandala Krida yang sudah hampir selesai renovasi. Dan syukur alhamdullilah, laga berjalan dengan “dingin” dan suporter bubar dengan tertib.
Jika soal non-teknis itu sudah berjalan dengan sangat baik, situasinya sangat berbeda dengan sisi teknis. Homecoming PSIM di Stadion Sultan Agung, Bantul, DIY, setelah sebelumnya nomaden di Jawa Barat sangat ditunggu para fans. Gairah melihat anak asuh Vladimir Vujovic, atau yang lekat disapa Vlado, sangat tinggi.
Setelah beberapa laga uji tanding digelar dengan tajuk pertandingan tertutup, akhirnya fans bisa melihat secara langsung. Ini untuk kali kedua, sebetulnya. Setelah sebelumnya PSIM melakoni uji tanding melawan Cilegon United. Laga yang disiarkan secara langsung lewat layanan streaming Youtube itu berakhir dengan kemenangan PSIM. Skor akhir 1-2.
Menang punya posisi paling tinggi di sepak bola. Namun, tidak semua kemenangan bisa disambut dengan kebahagiaan yang bulat. Kemenangan PSIM atas Cilegon United adalah salah satunya. Tak perlu panjang lebar saya jelas karena pembaca pasti sudah tahu. Anak asuh Vlado bermain sangat buruk. Mengecewakan.
Kok yang sayangnya, performa itu terbawa ke laga uji tanding melawan timnas Indonesia U23. Saking buruknya performa PSIM, gema Vlado Out sempat membahana di Stadion Sultan Agung. Lucu? Bisa kamu bilang begitu, karena mantan pemain Persib Bandung dan Bhayangkara FC itu belum pernah mengawal PSIM di laga resmi Liga 2.
Kenapa bisa begitu? Celotehan suporter yang kebetulan duduk di dekat saya, di dalam Stadion Sultan Agung bisa menjadi gambaran paling menyenangkan. Saya rangkumkan beberapa:
Mbayar 60 ribu ming ndelok wong PSIM peplayon
Sub-judul di atas, jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi: “Sudah membayar Rp60 ribu, hanya untuk menonton orang berlari-lari.”
Tiket Tribun VIP Timur tempat saya duduk memang senilai Rp60 ribu. Naik Rp10 ribu dibandingkan musim lalu. Pun harga tiket semua tribun mengalami kenaikan. Harga yang wajar bila mengingat tajuk “reborn” yang digaungkan manajemen dan disusul dengan mendatangkan banyak “pemain bintang”.
Namun apa yang terjadi? Bagi si mas-mas di belakang saya ini, harga Rp60 ribu seharusnya berbanding lurus dengan performa ciamik di atas lapangan. Sebuah ekspektasi yang gagal dihadirkan Vlado. PSIM masih bermain tanpa ide yang jelas.
Bagi mereka yang belajar taktik, “kekacauan” cara bermain memang sangat terlihat. Tidak ada konektivitas antar-lini yang ideal. Umpan lambung jarak jauh menjadi pilihan ketika tim tidak berkembang dan tidak ada ide untuk membongkar pertahanan timnas.
Bagi penonton awam, mereka di atas lapangan hanya terlihat seperti orang yang sedang lari-larian saja. Apalagi, uji tanding itu berakhir dengan skor 0-0. Harga Rp60 ribu, diharapkan menyajikan dua hal: penampilan yang bagus seperti tahun-tahun sebelumnya dan festival gol.
Maitimo jol ke arem-arem wae!
Jika diterjemahkan, kalimat di atas menjadi: “Maitimo tukar arem-arem saja!”
Kamu tahu arem-arem? Arem-arem is an Indonesian Javanese snack made of compressed rice cake in the form of a cylinder wrapped inside a banana leaf, filled with diced vegetables, tempeh or oncom, sometimes also filled with minced meat or abon, and eaten as snack. MAMAM terjemahannya pakai Bahasa Inggris.
Dan di beberapa stadion, arem-arem dan tahu asin adalah pasangan sejati. Jeda babak pertama dan kedua, adalah saat yang tepat untuk mengganyang arem-arem dengan laik tahu. Dipadukan cabe rawit, maka paripurna sudah.
Nah, mas-mas di belakang saya ini kesal betul. Beliau begitu ingin makan arem-arem. Setiap asong yang lewat selalu ditanya: “Pak/Bu, ono arem-arem ra?”
Kok ya serba kebetulan, semua pedagan asong yang lewat selalu kehabisan arem-arem. Beliau mungkin penggemar arem-arem garis keras. Lumpia dan bakpao ditolak mentah-mentah. “Pingini arem-arem malah dikon mangan bakpao. Ra masuk.”
Geram, si mas-mas ini melampiaskan kekesalannya kepada Raphael Maitimo. “Maitimo jol ke arem-arem wae!” Di mata si mas-mas, dan pastinya semua penonton, arem-arem yang masih hangat dengan isian oseng tempe yang pedas lebih menggiurkan ketimbang cara bermain Maitimo.
Pemain baru itu seperti bermain tanpa tujuan yang jelas. Positioning yang salah, lambat menutup ruang, salah umpan, dan lain sebagainya. Bermain di sisi kanan, tujuan Vlado itu gagal dibaca oleh semua penonton. Boleh dikata, Maitimo adalah puncak dari semua hal yang salah dari PSIM saat ini: tidak ada ide yang jelas ketika bermain.
Adoh-adoh ming ndelok cah cilik latihan!
Terjemahannya: “Jauh-jauh ke stadion, cuma lihat anak-anak kecil latihan.”
Kalau saya tidak salah info, timnas Indonesia U23 baru berlatih secara efektif selama empat hari. Mereka dijamu sebuah tim yang sudah berkumpul dan berlatih selama empat bulan. Pada momen-momen tertentu, timnas U23 justru menunjukkan kekompakan yang lebih meyakinkan ketimbang PSIM yang sudah lebih lama berlatih bersama. Soal kualitas individu?
Enggak juga. Secara individu, pemain-pemain PSIM cukup baik. Namun, sekali lagi, dari sisi ide, yang ada hanyalah buram dan suram. Makanya, pada momen-momen tertentu itu pula, PSIM sepeti hanya meladeni anak-anak muda berlatih sepak bola. Sungguh sedih.
Nah, bagaimana Pak Vlado. Sudah empat bulan tim ini berkumpul. Ada pembelaan lagi?