Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Terlalu Memikirkan tentang Quarter Life Crisis, Hanya Membuatmu Semakin Krisis

Audian Laili oleh Audian Laili
5 Oktober 2018
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Quarter Life Crisis tidak akan selesai jika hanya diratapi. Hanya meratapinya, justru akan membuatmu berkutat pada satu kebingungan ke kebingungan yang lain.

Dalam budaya kita, ketika kita sudah menyelesaikan kewajiban ‘belajar’, kita sudah dianggap dewasa. Pada masa persimpangan antara remaja dan dewasa inilah, biasanya kita mulai terjebak dalam kebingungan, dengan apa yang harusnya kita usahakan untuk mencapai masa depan gemilang seperti harapan orang tua. Yang membuat kita bingung, harus melangkah ke mana, dengan berbagai pilihan yang ada.

Sebenarnya, quarter life crisis ini hanyalah sebuah fase di kehidupan kita menuju fase kehidupan selanjutnya. Yang tidak perlu dihadapi dengan ketakutan dan kebingungan yang berlebihan. Perasaan takut dan bingung yang berlebih, justru menyebabkan kita semakin krisis dan terjebak di dalamnya. Sehingga kita semakin tidak kuasa untuk menentukan langkah. Hanya berputar pada perasaan bingung yang satu ke kebingungan yang lain, tanpa henti.

Ketika kita sudah dianggap dewasa, memang ada beberapa pilihan hidup yang ditujukan kepada kita. Meminta kita untuk memilih. Hal ini biasanya dimulai ketika kita telah menyelesaikan sekolah.

Sejak kecil, tahapan hidup kita seperti sudah ditentukan oleh lingkungan. Ketika lulus dari SD, kemungkinan besar dipastikan akan lanjut ke SMP, lalu SMA. Nah, setelah SMA, ada sebagian yang mulai mengalami kebingungan, akan bergerak ke mana. Namun ada pula yang sudah memastikan diri akan melanjutkan belajar di dunia perkuliahan. Oleh karena itu, ada perbedaan usia setiap orang ketika mengalami krisis ini.

Selepas menunaikan kewajiban belajar, kita dihadapkan dengan berbagai pilihan. Secara sederhana, kita diberi pilihan untuk melanjutkan kuliah lagi, memulai karier, atau langsung menikah saja.

Ketika memilih ingin lanjut kuliah, juga masih diikuti beberapa pertimbangan, akan lanjut kuliah di jurusan apa? Apakah tetap dengan biaya orang tua, ataukah beasiswa? Serta turut memikirkan, adakah kesempatan berkuliah yang dapat disambi kerja? Pasalnya, ketika sudah dianggap dewasa, ada perasaan sungkan jika terus-terusan minta uang untuk hidup pada orang tua.

Lalu, jika memilih ingin memulai karier, akan mempertanyakan, pekerjaan apa yang akan dipilih? Pekerjaan mana yang dapat menjamin finansial kita ke depan? Apakah lebih baik mendaftar PNS seperti harapan orang tua? Meskipun ratusan profesi baru ada di depan kita.

Apalagi ketika menyadari bahwa pekerjaan ideal yang diidamkan diam-diam, tidak dapat dengan mudah dijalankan dengan melihat realita yang ada. Belum lagi muncul perasaan perlu bertanggungjawab untuk mandiri secara finansial. Terus, mana jalan yang harus dipilih, yang dapat memaksimalkan potensi kita?

Jika kita memilih untuk menikah saja, ternyata perihal menikah tidak semudah yang kita kira sebelumnya. Begini, semakin dewasa, kita akan ditinggalkan oleh teman-teman kita. Semua sama-sama sibuk dengan tujuan hidup masing-masing. Jika dulu terasa mudah untuk menjalin temu, kini untuk sebuah pertemuan saja, harus mengalami penundaan berkali-kali.

Sebenarnya tidak terlalu menjadi masalah, karena yang sekarang lebih kita butuhkan dalam sebuah pertemanan, tidak lagi kuantitasnya, melainkan kualitasnya. Dari banyaknya relasi pertemanan kita, pasti akan ada yang terfilter. Teman yang mana saja yang memang benar-benar sejalan dengan kita. Yang meski fokus dengan hidupnya, namun tetap nyaman untuk saling mendukung satu sama lain.

Orang akan datang dan pergi dari hidup kita. Kita pun kemudian mulai memikirkan bahwa kita butuh seseorang yang bersedia untuk bertahan. Kita tidak butuh sekadar pacar, namun yang kita butuhkan adalah seseorang yang mau menjalin komitmen dengan diri kita, untuk tetap beriringan, apapun yang terjadi.

Keinginan ini pun juga tidak selalu mudah untuk dipenuhi. Ada yang merasa bingung karena masih single dan belum menemukan pasangan. Ada yang sudah bertemu, namun masih merasa belum menemukan kecocokan. Ada yang sudah menemukan pasangan dan dirasa sudah klop dengannya, namun masih terganjal restu dari keluarga. Ada pula yang sudah mendapatkan pasangan dan restu, namun akhirnya memahami, bahwa sebuah pernikahan tidak cukup hanya dengan modal cinta.

Media sosial pun menjadi tantangan tersendiri, atau justru menjadi mimpi buruk yang sangat menyebalkan. Melihat standar kebahagiaan orang di sekitar kita dengan segala pencapaiannya, membuat kita semakin merasakan dilema. Lamat-lamat membandingkan diri dengan mereka. Sejauh mana progres pencapaian masing-masing. Sudah benarkah jalan yang kita mulai ini? Atau malah punya pikiran, haruskah kita juga memilih jalan yang mereka pilih. Karena melihat mereka nampak lebih bahagia, sedangkan kita masih gini-gini aja.

Iklan

Apakah perjalanan hidup yang dipilih memang harus sesuai dengan harapan publik atau dapat mengikuti passion yang selama ini kita koar-koarkan dalam pikiran. Mana yang harus kita ikuti? Apakah ada kesempatan untuk memperbaiki, jika sudah terlanjur melakoni pilihan itu? Apalagi ada perasaan takut terlambat jika nantinya salah langkah. Ada anggapan, bahwa dunia yang sibuk dan cepat ini, tidak menerima kegagalan yang mungkin kita lakukan.

Berbagai polemik dalam persimpangan inilah yang menyebabkan seseorang mengalami Quarter Life Crisis, merasa kebingungan untuk menentukan arah langkahnya. Keadaan yang terjadi ketika tidak ingin lagi dianggap remaja, namun menjadi orang dewasa kok rasanya belum kuasa.

Keadaan ini memang bukanlah proses yang mudah. Namun menganggap Quarter Life Crisis sebagai masalah, sepertinya juga hanya akan semakin membebani kita. Anggap saja hal ini memang sebagai salah satu fase hidup yang harus dilewati seperti fase hidup lainnya.

Hal pertama yang bisa kita lakukan untuk menjalani Quarter Life Crisis adalah dengan menghentikan sikap overthinking kita. Kita perlu meyakinkan diri sendiri dan mulai lakukan sesuatu. Pasti sudah sering dengar, kan, bahwa kita tidak akan mendapatkan apa-apa jika kita tidak bergerak untuk memulainya. Kita bisa mulai dengan kegiatan, yang jika hanya kita bayangkan saja, kita akan merasa bahagia. Kemudian muncul semangat untuk menjalaninya.

Selain itu, kita juga perlu mengontrol ekspektasi kita. Tidak perlu mengharapkan yang berlebihan terhadap sesuatu yang baru kita mulai. Nikmati proses yang kita mulai itu, dan kegagalan tidak akan menjadi masalah. Seperti sebuah petuah lama, kegagalanlah yang justru akan memberikan pembelajaran.

Kita hanya perlu meyakinkan diri sendiri, bahwa kita sedang berada pada posisi dan kondisi yang tepat. Yang kita butuh hanyalah bertahan dan berjuang sedikit lagi, agar semua jadi tak terlalu berat.

Terakhir diperbarui pada 23 Februari 2019 oleh

Tags: galaukarierlulus kuliahlulus SMAmasa depanmenikahpekerjaan masa depanquarter life crisis
Audian Laili

Audian Laili

Redaktur Terminal Mojok.

Artikel Terkait

Saat banyak teman langsungkan pernikahan, saya pilih tidak menikah demi fokus rawat orang tua MOJOK.CO
Ragam

Pilih Tidak Menikah demi Fokus Bahagiakan Orang Tua, Justru Merasa Hidup Lebih Lega dan Tak Punya Beban

15 Desember 2025
Lulus SMA dirundung karena jualan toge di pasar tradisional Tuban. Dianggap kurang usaha padahal masih muda alias gen Z. MOJOK.CO
Ragam

Lulusan SMA Dihina: Masih Muda tapi Cuman Jadi Pedagang Pasar. Tak Peduli yang Penting Bukan Beban Keluarga

6 November 2025
Mati-matian kejar karier sampai lupa rumah dan skip nikah demi ortu, belum jadi orang sukses dan hidup mapan ortu malah meninggal MOJOK.CO
Ragam

Sibuk Kejar Karier sampai Lupa Rumah dan Skip Nikah demi Ortu, Belum Sukses dan Hidup Mapan Ortu Keburu Meninggal

20 Oktober 2025
Tepuk Sakinah saat bimbingan kawin bikin Gen Z takut menikah. Tapi punya pesan penting bagi calon pengantin (catin) sebelum ke jenjang pernikahan MOJOK.CO
Ragam

Terngiang-ngiang Tepuk Sakinah: Gen Z Malah Jadi Males Menikah, Tapi Manjur Juga Pas Diterapkan di Rumah Tangga

26 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Pasar Petamburan di Jakarta Barat jadi siksu perjuangan gen Z lulusan SMA. MOJOK.CO

Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah

19 Desember 2025
Gagal dan tertipu kerja di Jakarta Barat, malah hidup bahagia saat pulang ke desa meski ijazah S1 tak laku dan uang tak seberapa MOJOK.CO

Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia

19 Desember 2025
Riset dan pengabdian masyarakat perguruan tinggi/universitas di Indonesia masih belum optimal MOJOK.CO

Universitas di Indonesia Ada 4.000 Lebih tapi Cuma 5% Berorientasi Riset, Pengabdian Masyarakat Mandek di Laporan

18 Desember 2025
borobudur.MOJOK.CO

Borobudur Moon Hadirkan Indonesia Keroncong Festival 2025, Rayakan Serenade Nusantara di Candi Borobudur

15 Desember 2025
Teknisi dealer Yamaha asal Sumatera Utara, Robet B Simanullang ukir prestasi di ajang dunia WTGP 2025 MOJOK.CO

Cerita Robet: Teknisi Yamaha Indonesia Ukir Prestasi di Ajang Dunia usai Adu Skill vs Teknisi Berbagai Negara

16 Desember 2025
Drama sepasang pekerja kabupaten (menikah sesama karyawan Indomaret): jarang ketemu karena beda shift, tak sempat bikin momongan MOJOK.CO

Menikah dengan Sesama Karyawan Indomaret: Tak Seperti Berumah Tangga Gara-gara Beda Shift Kerja, Ketemunya di Jalan Bukan di Ranjang

17 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.