MOJOK.CO – Kelahiran saya disambut tiga leak yang berusaha masuk ke rumah. Ketika SMP, saya baru tahu, salah satu dari leak yang datang ternyata orang yang sebetulnya saya kenal akrab.
Ketika saya lahir, Abah bercerita ada tiga leak datang ke rumah. Saya lahir dini hari diiringi ributnya gonggongan anjing.
Kata Abah, ketika Ibu saya mengejan untuk melahirkan saya, rumah nenek sudah dikelilingi makhluk yang hanya berupa jantung, paru-paru, usus, dan beberapa jeroan yang menggantung ke sebuah kepala dan melayang di udara. Di kampung saya di Taliwang, Sumbawa, NTB, makhluk ini disebut leak. Dari film horor, saya baru tahu makhluk seperti itu disebut palasik. Beda daerah bisa beda penyebutan.
Di hari kelahiran saya, leak-leak itu beterbangan berusaha masuk ke rumah. Ada yang bilang leak ini mengincar ari-ari, ada juga yang bilang mereka makan bayi. Subuh itu, Abah saya mengambil beberapa batang kelor yang masih ada daunnya kemudian memukul ke arah para Leak itu. Akhirnya, subuh itu, saya beserta ari-ari saya selamat.
Cerita bergeser ke beberapa tahun kemudia, ketika saya sudah SMP….
Saya bersekolah di Lombok. Ketika libur sekolah, saya selalu pulang ke Maluk, Sumbawa Barat, tempat tinggal orang tua saya. Situasi di Maluk sangat kontras kalau dibandingkan Lombok. Masih alami dan sepi, khas pedesaan. Lampu-lampu jalan saja tak ada.
Kontrakan Abah saya cukup kecil. Mungkin lebih cocok disebut kos-kosan. Di satu kompleks kontrakan itu diisi 10 KK. Semuanya perantau dan bekerja di sebuah perusahaan tambang. Abah saya, paling tua di antara penghuni lainnya, menjadi penjaga kompleks kontrakan itu.
Ketika malam hari, bapak-bapak di sana biasa berkumpul di sebuah barugak. Suatu malam, ketika saya ikut nimbrung berkumpul, bapak-bapak buruh tambang bercerita bahwa akhir-akhir ini para peronda sering diteror leak. Desas-desus mengatakan Leak itu perempuan. Seorang peronda bahkan pernah melihat perempuan bersimpuh mengoyak-ngoyak tempat sampah dengan rambut panjangnya menjulur ke depan menutupi wajahnya.
“Hanya karena rambutnya panjang belum tentu perempuan.”
“Sudah pasti perempuan. Begitu cerita Pak Dul yang melihatnya.”
“Siapa tahu itu cuma orang gila atau pengemis.”
“Itu leak. Pak Rahmat pernah melihatnya,” sela bapak berkumis tebal.
Saya, yang awalnya takut, malah jadi tertarik sama makhluk yang menyambut kelahiran saya. Menurut yang pernah melihatnya, leak ini menghilang ketika menuju kompleks kontrakan Abah saya.
Duh, perasaan saya semakin menggebu. Sudah lama saya penasaran dengan makhluk ini. Teman saya selalu punya cerita horor tentang pertemuannya dengan makhluk-makhluk model begini. Saya juga ingin punya cerita yang bisa dipamerkan ke teman-teman.
Akhirnya malam yang dinanti itu tiba. Tidak peduli apa yang terjadi, rasa penasaran saya sudah akut. Nggak tahu kenapa, ada perasaan saya harus melihat leak itu.
Saat itu lewat tengah malam, mungkin pukul satu atau dua dini hari. Saya terbangun karena kebelet kencing. Terpaksa saya keluar untuk ke kamar mandi umum yang dipakai semua warga yang ngekos di sana. Mau membangunkan Abah yang sudah tertidur lelap selepas piket kok tidak tega rasanya. Saya beranikan diri pergi ke kamar mandi umum.
Di perjalanan saya mendengar suara aneh, seperti suara burung. Antara menjerit dan tertawa ngikik. Suara itu semakin jelas terdengar ketika saya hampir sampai kamar mandi umum.
Pandangan saya sapukan ke sekililing halaman. Dada saya tercekat ketika pandangan saya jatuh ke pohon mangga yang rindang. Ada kepala melayang dengan rambut keriting terurai menutupi wajahnya. Meski gelap, saya bisa melihat ada organ tubuh manusia; jantung, paru, usus, dibalut warna merah darah menggantung dari kepala yang terbang itu.
“Acong godek!”
Saya berteriak, mengumpatan khas Lombok yang artinya “anjing monyet”, saking kagetnya. Saya urungkan niat untuk kencing dan berlari terbirit ke kamar. Semalaman saya keringat dingin tak bisa tidur. Selain karena horor, juga tersiksa menahan kecing. Akhirnya, pukul tiga dini hari saya keluar karena tidak tahan ingin kecing. Terlalu takut ke kamar mandi, saya kecing di taman kecil depan kamar.
Paginya saya bercerita ke mama saya. Dan…pagi itu saya kaget setengah mati.
Mama menjelaskan kalau sosok leak yang saya lihat adalah asisten rumah tangga kami, namanya Bi’ Siti. Menurut penuturan Mama, Bi’ Siti pernah pakai susuk agar cantik dan segar di usia tua. Dipikir-pikir benar juga, ya. Di usianya yang sudah 50an tahun masih terlihat masih segar.
Mama saya juga bercerita Bi’ Siti tidak ada maksud jahat. Hanya saja, kadang kalau malam, Bi’ Siti “kambuh kehilangan kesadaran” dan menjadi leak. Warga sini sudah beberapa ada yang tahu tapi, mendiamkan karena Bi’ Siti orangnya baik dan sering membantu.
Bapak-bapak yang semalam berkumpul juga sebagian ada yang sudah tahu, sebagian lagi curiga. Namun, tidak ada yang berani berbicara lantaran Abah saya semacam “kepala suku” di sini dan juga membantu pemilik kos mengelolanya. Semua orang nyetor bayar kos ke Abah saya. Jadi mereka tidak ada yang berani komplain. Paling hanya menyindir-nyindir saja.
“Lagian sampai saat ini dia tidak pernah membuat masalah. Kalaupun menjadi leak dia hanya mengorek-ngorek tempat sampah,” lanjut mama saya menjelaskan.
Dalam hati saya mengumpat. Gimana nggak ngeri, saya tidur satu atap sama Bi’ Siti! Dia tidur di sebelah kamar saya. Kamar kami hanya dibatasi dinding triplek yang ada bolong-bolongnya. Saya ulangi sekali lagi, ada bolong-bolongnya. Kebayang nggak seremnya gimana?
Mana waktu liburan saya masih sampai seminggu ke depan. Tidak mungkin saya tiba-tiba pulang. Yang lebih parah lagi, baru saja saya minta Bi’ Siti untuk mengurut kaki saya yang pegal sehabis bermain bola. Beliau terkenal pandai mengurut.
Eh, tidak lama orang yang diomongin lewat.
“Bang, dipijitnya nanti malam saja, ya? Bibik lagi banyak kerjaan.”
Saya tidak bisa menjawab, hanya tersenyum kecut.
BACA JUGA Cerita Horor Kena Santet karena Pindah Agama atau pengalaman menyeramkan lainnya di rubrik MALAM JUMAT.