Eross Candra, gitaris Sheila on 7 bicara tentang keluarga, musik dan bagaimana proses kreatifnya menjadi penulis lagu yang produktif. Kepada Pemred Mojok, Agung PW, suami Sarah Diorita dan ayah Elpitu Candra ini juga bercerita tentang bagaimana ia akan menjelaskan lagu Sephia pada anak lelakinya.
Hampir saja, wawancara dengan Eross Candra gagal begitu saja gara-gara hujan turun di Kamis sore, 18 Maret 2021. Meski sudah menyiapkan diri dengan memilih sebuah kafe, dekat Selokan Mataram, Barek, Jalan Kaliurang untuk memastikan tempat yang tenang dan jaringan wifi kencang. Namun, dari pengalaman yang saya alami, sinyal provider maupun wifi kerap sendlap-sendlup waktu hujan turun.
Benar saja, saat sudah tersambung dengan musisi yang lahir 3 Juli 1979 di Yogya ini suara saya terpotong-potong. Saat mencoba keluar dari ruangan, raungan hujan justru membuat suara Eross tidak terdengar jelas. Saya meminta maaf padanya sambil mencari tempat yang sekiranya suara saya dan suaranya terdengar jelas. Saya tidak mungkin mengutuk hujan, karena bagaimanapun lagu ‘Hujan Turun’ menjadi salah satu lagu Sheila on 7 favorit saya.
Tak manggung itu berat, bermusik jalan terus
Hari Sabtu, 14 Maret 2020 adalah terakhir Sheila on 7 manggung di depan penggemarnya. Setelah itu, band yang berdiri 6 Mei 1996 ini rehat panjang karena keadaan. Menurut Eross meski sebelum pandemi mereka sudah membatasi manggung maksimal 8 kali sebulan. Namun, benar-benar tak naik panggung adalah sesuatu yang berat bagi mereka.
“Lima bulan pertama itu berat, tapi setelahnya terasa biasa,” katanya. Eross yang mengaku sebagai orang rumahan, jadi memiliki banyak waktu untuk keluarga. Ia mulai membiasakan diri dengan kondisi pandemi. Bagi Eross, manggung atau tidak manggung, dibayar atau tidak berbayar yang penting ia bermusik.
“Bagiku, bermusik itu bukan cuma sekadar tren, musik itu kebutuhan. Mau ada pemasukan atau tidak, aku tetap main musik,” ujar Eross. Sampai sekarang ia masih main musik hampir setiap hari. Ibaratnya, nggak ada waktu yang nggak main musik. Mau itu streaming atau main sendiri, Eross tetap bermain musik.
Terakhir Sheila on 7 mengeluarkan lagu baru pada tahun 2018 lewat single ‘Film Favorit’. Eross mengaku, belum ada rencana kapan mereka kembali single baru. Kondisi dan situasi saat ini membuat mereka masih belum tahu rencana ke depan. Bagi Sheila on 7, saat ini kesehatan adalah yang utama bagi semua.
Eross melihat musik Indonesia saat ini
Sepanjang perjalanannya bermusik bersama Sheila on 7 yang tahun Mei 2021 ini berusia 25 tahun, Eross mengaku tidak pernah melakukan strategi khusus dalam bermusik atau menciptakan lagu. Kalau mendengar album pertama, kemudian loncat ke album terakhir, di situ mungkin ada perbedaan sound atau lainnya. “Itu lebih ke reflek saja. Aku dan anak-anak Sheila memang mendengarkan musik hari ini, misalnya sekarang saya dengerin Taylor Swift. Sadar nggak sadar itu berpengaruh. Tapi bukan berarti kita pakai strategi kalau bikin musik, bikin musik bikin saja,” paparnya.
Sheila on 7 merupakan band yang mampu menggaet penggemar-penggemar cross generation atau lintas generasi. Penggemar lagu-lagu Sheila on 7 bukan hanya generasi 90-an. Tapi juga anak-anak remaja era ini. Jangan-jangan Sheila on 7 sejak awal memang sudah merencanakannya?
“Nggak mikir sejauh itu. Terakhir manggung pun di pensi (pentas seni) pelajar. Mereka anak-anak yang ketika Sheila on 7 ada, mereka belum lahir atau baru lahir. Kita nggak pernah mikir sejauh itu sih. Bikin musik, bikin musik saja, ketika ditanya teorinya gimana, nggak ngerti kita, bikin aja pokoknya,” katanya.
Sekarang banyak bermunculan musisi yang membawakan lagu-lagu dengan genre folk ada juga yang menyebutnya indie pop, seperti Payung Teduh, Banda Neira, Fourtwnty, atau lainnya. Lagu-lagunya kerap dihubungkan dengan senja dan kopi. Secara lirik juga tidak sesederhana lagu-lagu Sheila. Bagaimana Eross melihat fenomena ini?
Eross mengaku mengikuti beberapa diantaranya. Menurutnya, unik dan bagus-bagus. Ini jadi celah yang bagus di tengah-tengah musik pop di Indonesia yang banyak banget, dan cara bertutur kata-katanya atau liriknya masih di seputaran itu-itu saja. “Nah kalau mau nongol, bikin yang beda sekalian. Sama misalnya, katakanlah aku suka Slank, kalau waktu itu aku bikin musik kayak Slank. Mungkin Sheila on 7 tidak akan sebesar sekarang ini,” katanya.
Single terakhir yang dibuat oleh Eross bersama Sheila on 7 adalah ‘Film Favorit’ yang dalam pembuatannya melibatkan music director. Hal yang pertama kali dilakukan oleh sejak masuk dapur rekaman pada 1998. “Kalau musik kamu didengarkan orang lain, pasti akan ada point of view tersendiri dibandingkan personilnya. Ini jadi sesuatu yang fresh bagi Sheila, jadi refreshing untuk anak-anak. Apakah akan dilakukan lagi? Belum tahu, melihat kondisi dan moodnya,” kata Eross.
Eross dan gitar koleksinya
Sebagai seorang gitaris dan penulis lagu, Eross telah merilis album instrumental pada 2016 yang ia beri tajuk ‘Forbidden Knowledge’. Eross juga dikenal memiliki banyak koleksi gitar. Fender, merek gitar kenamaan dunia bahkan memberi kepercayaan Eross untuk membuat signature gitar atas namanya.
“Secara kuantitas nggak ngitung, karena aku nggak punya hobi signifikan yang lain, selain main musik dan main gitar. Hobi buat kerja, kadang-kadang lepas kendali..ya wajar he..he..he,” kata Eross saat ditanya berapa jumlah gitar koleksinya.
Tidak semua gitar koleksinya ia pakai untuk manggung. Gitar-gitar tua atau vintage, lebih menjadi barang antik. “Gitar sekarang nggak kalah bagus, tapi secara sejarah yang vintage nggak mungkin berulang, nggak bisa bertambah,” kata Eross
Eross mendapat hadiah gitar merek Kawasaki dari ayahnya yang seorang pembalap. Hadiah ulang tahunnya yang ke-14 saat masih kelas 2 SMP. Gitar itu menemaninya hingga kelas 3 SMA dan kemudian menjadi milik tukang parkir di sekolahnya.
“Aku janji ke dia kalau aku bisa lulus SMA aku kasih gitar deh… Karena waktu itu aku kurang suka sekolah, aku sendiri nggak yakin bisa lulus dengan prestasi di sekolahku saat itu. Sering bolos, pokoknya nggak karuan, sering nongkrong di tempat parkir dan ngobrol dengan yang jaga. Saat itu aku berjanji ke yang jaga parkir, kalau nanti aku bisa keluar dari sini, aku lulus, kamu aku kasih gitar. Ternyata aku lulus, ketika bisa lulus wah itu lega sekali,” papar Eross.
Harapan Eross pada anak lelakinya
Eros Candra merupakan personel Sheila on 7 yang menikah paling akhir. Tahun 2009, ia menyunting Sarah Diorita sebagai pasangan hidupnya. Bagi Eross Candra, keluarga punya posisi penting dalam bermusik. Keluarga tidak mengubah cara bermusiknya, tapi keluargalah yang mendukung caranya bermusik agar tetap konsisten. “Keluarga sangat mendukung sekali, kalau waktunya aku ke studio, mereka sudah tahu, bahwa itu waktunya aku bekerja juga, terus kayak terapiku juga. Ketika aku pamit ke studio itu hal yang mutlak, nggak bisa nggak,” kata Eross.
Sebagai personel yang terakhir menikah dan punya anak, ia banyak pertanya pada anak-anak Sheila on 7 lain tentang cara mengasuh anak. “Aku yang paling akhir punya anak, aku banyak bertanya dari yang lain, diskusi, nanya-nanya pas awal anak masuk sekolah, segala macam aku tanya,” ujar Eross.
Eross juga melihat anaknya, Elpitu Candra lebih nyaman tidak di sekolah formal. Enam bulan sebelum pandemi, anaknya keluar dari sekolah formal dan memilih homeschooling. Eross memahami setiap anak punya karakter yang berbeda. Sebagai orang tua, ia dan istrinya ibaratnya sambil jalan, sambil belajar, sama-sama belajar.
Seorang Eross Candra dikenal sebagai penulis lagu-lagu soal cinta, bagaimana kemudian ia menjelaskan lagu-lagu ciptaannya pada Elpitu, anak lelaki semata wayangnya. Seandainya sang putra bertanya tentang lagu Sephia yang menceritakan tentang kekasih gelap atau perselingkuhan. Apa yang akan dikatakan Eross.
“Sampai sejauh ini, dia sangat cuek dengan lagu-laguku….,” kata Eross terkekeh.
Eross melanjutkan, jika pun anaknya kelak bertanya apapun tentang lagu-lagu yang ditulisnya, termasuk cerita di baliknya, maka ia akan menjawab apa adanya, sesuai dengan yang ia alami.
“Aku sih yakin anak-anak sekarang, tanpa aku menjelaskan, dia udah akan mencari sendiri. Beda dengan zamanku, kalau sekarang, kita mau cari informasi apa saja tinggal klik di Google semuanya ada. Toh sejauh ini, anakku masih kelas 4 SD dia belum sekritis itu. Aku bikin lagu, komentarnya cuma enak atau nggak enak. Belum terlalu mendetail,” kata Eross.
Eross bercerita, dulu ketika ia belajar lagu, nggak banyak bertanya ke orang lain, ia percaya besok anaknya, apalagi generasi sekarang, kalau kebingungan dia bisa cari sendiri. “Cuma kita sebagai orang tua harus merhatiin terus, jangan sampai dia dapat info yang salah,” kata Eross yang sejak kecil mengalami disleksia, yaitu gangguan dalam proses belajar yang ditandai dengan kesulitan membaca, menulis, atau mengeja. Setiap Eross membaca kalimat, ada kata yang melompat atau terlewat.
Gangguan itu mereda saat Eross mulai suka dengan orang lain sambil membaca teks lagunya. “Ada lirik lagu di kaset, aku bernyanyi sambil mengikuti liriknya, jadi nggak mungkin ada (kata) terlewat,” katanya. Mendengarkan musik sambil membaca liriknya, menjadi terapi yang tidak disengaja bagi Eross.
Bahkan saat menulis lirik lagu, ia kerap mengalaminya. Sehingga ia perlu membaca berulang-ulang lirik yang ditulisnya. Ia juga kerap meminta teman-temannya di Sheila on 7 untuk mengecek lirik lagu yang ditulisnya. Sampai saat ini, jika kondisi sedang capai, disleksianya muncul.
Sebagai seorang ayah, Eross tentu berharap anak semata wayangnya Elpitu Candra mengikuti jejaknya bermusik. Cuma, sampai sekarang meski sudah mengarahkan anaknya agar suka pada musik, bahkan berbagai cara ia lakukan, sampai hari ini belum ada hasilnya. “Jadi sekarang, aku sama istri, apa yang dia suka, apa yang jadi atensinya kita support, asal tidak merugikan orang lain. Pokoknya kalau dia bilang suka main alat musik apa saja, akan kita support. Tapi namanya anak kecil, kalau nggak jadi atensi dia ya nggak akan bertahan lama.”
Elpitu seperti dikatakan Eross, seperti anak-anak seusianya sekarang tengah tergila-gila dengan dunia game. Nah, justru lewat game itu anaknya suka dengan musik. “Dia suka musik, kalau musik itu ada di game,” kata Eross tertawa. Eross menyadari, game ini bisa jadi pendekatan musik ke Elpitu. Dulu di zamannya, dunia game belum semaju sekarang, sehingga musik merupakan hiburan yang jadi pilihannya.
Eross hampir saja bisa mendekatkan musiknya ke Elpitu saat ia ada project membuat musik game. Sayang project tersebut tidak jadi. Padahal saat itu Elpitu sudah sangat excited saat ayahnya bilang tengah ada tawaran project musik game.
Pesan untuk musisi muda: apik opo elek, ra urusan
Di era teknologi, perubahan platform bermusik, tidak bisa dihindari. Musik pasti akan terkena imbas, apakah itu bagus atau imbas buruk. Musik tidak bisa lepas dari manusia, sedang manusia punya teknologi. Teknologi itu berkembang pasti ada pengaruh ke musik. Sheila on 7 merupakan band yang mengalami era jualan fisik dan jualan secara digital. “Sebagai musisi harus mengikuti apa teknologi, misal Youtube, yang bisa dimaksimalkan untuk promo band, bahkan bisa untuk cari pendapatn, harus belajar terus, kita nggak tahu lima tahun ke depan akan seperti apa,” ujar Eross.
Eross mengatakan anak muda sekarang sebenarnya dimudahkan dalam beberapa hal. Namun, tidak semudah itu mengambil pelajaran dari Sheila on 7. Kondisinya berbeda. “Dulu, kita mau rekaman untuk demo saja susah, sekarang cukup pakai komputer atau laptop bisa terdokumentasikan dengan baik, dengan layak. Jadi sekarang itu urusannya bukan sekadar musik, sekarang itu kaitannya dengan kemasan, lalu attitude, walaupun attitude dari dulu diperhitungkan,” kata Eross.
Eross melihat banyak anak sekarang yang kreatif dan punya kemampuan musikalitas yang bagus. Tapi ada sebagian yang belum apa-apa sudah mikir untung rugi, yang seperti itu menurut Eross nggak akan berkembang.
Eross ingat sekali perjalanan Sheila on 7 di masa awal, kelihatannya hidup susah banget. Misalnya saja, ia dan Adam sampai tidur di studio karena nggak punya uang pulang ke rumah saudara. “Kita nggak mengeluh dan merasa itu berat. Kenapa? Karena itu passion kita, bagaiman caranya bikin musik,” ujar Eross.
Kalau diingat-ingat, kata Eross saat itu akal sehat mereka seperti hilang. Pernah saat mereka berangkat ke Jakarta, di tengah jalan ban mobil pecah jam 3 pagi, mereka mesti tidur di depan teras rumah orang. “Yang aku ingat waktu itu, nggak ada perasaan susah. Kalau aku flashback ke masa lalu, gila ya kita melalui hal itu, karena itu memang passion-nya,” katanya.
Menurut Eross, bermusik itu yang utama itu semangat dan passion. Ketika memiliki passion di musik, maka akan tetap berkarya secara konsiten. “Kalau (karyamu) ditolak, karena ada yang ggak suka, ya tetap produktif saja, nggak ngaruh. Tapi, kalau mindsetnya sudah untung rugi, ditolak sekali ya akan berhenti produktif biasanya,” kata Eross.
Eross mengatakan, anak muda yang sekarang terjun di dunia musik, ada plus minusnya. Kelebihannya mereka bisa mudah menawarkan musiknya, bisa direct langsung. Dulu harus lewat label besar karena uangnya tidak sedikit untuk promo. Kekurangannya, karena sekarang orang mudah sekali aksesnya melakukan promosi, sehingga tidak ke filter. Jika ingin karyanya dilihat, maka harus stand up dari yang lain, musiknya harus fresh dan berbeda.
“Yang aku tahu, kalau kamu bikin musik, utamakan diri kamu sendiri. Bikin sampai kamu merasa lega, perasaan lega itu berarti pencapaian kamu sudah tercapai. Musik itu karya seni, ketika kamu selesai bikin karya seni, harusnya ada perasaan lega, senang. Bisanya seni yang solid itu seperti itu, berlaku dimanapun. Aku bilang untuk pertamakali buat saja karya seegois-egoisnya kamu,” kata Eross.
Masalah orang suka atau tidak, teman kamu suka atau tidak suka, atau bahkan mirip dengan orang lain, itu urusan lain lagi. Menurut Eross, bikin musik, itu ada dua pilihan, share ke orang lain atau tidak. Berangkatnya tetap sama yaitu kamu dan daya imajinasi kamu. Mau, Nantinya mau diperdengarkan orang lain atau dijual, atau buat diri sendiri, keputusan ada di tangan kamu. Jangan terlalu dengerin omongan orang lain dulu. Jadilah orang seegois mungkin ketika bikin musik. Baru setelah lagu itu selesai, apakah mau diperdengarkan ke band, maka harus siap menerima pendapat orang lain.
“Jadi belum apa-apa jangan takut duluan, orang lain tidak suka atau bagaimana, untuk pertamakalinya buat sebebas mungkin,” ujar Eross yang menekankan apa yang ia lakukan belum tentu 100 persen bisa cocok jika dilakukan orang lain. Apa yang ia katakan berangkat dari apa yang ia alami dalam proses bermusik, khusunya membuat lagu. Ia mengatakan, anak-anak zaman sekarang punya problem yang menurutnya lebih kompleks.
Eross juga mengomentari, banyaknya karya anak-anak muda dari Jogja yang membawakan lagu-lagu berbahasa Jawa. Menurutnya itu adalah kebebasan ekspresi. “Seru! itu bentuk kebebasan berekspresi, koe seneng, nggaweo, masalah orang lain suka atau tidak suka, bodo amat! Yang penting bikin saja, dan saat membawakan ke orang lain sepede mungkin. Apik opo elek ra urusan, yang penting bawakan dengan sepenuh hati,” katanya menutup perbincangan.
BACA JUGA Simbah Penjual Pisang dan Cerita Mereka Berjualan di Pakem dan artikel SUSUL lainnya.
[Sassy_Social_Share]