MOJOK.CO – Menyoal gerakan “Indonesia Tanpa” yang lebih urgen dan penting dimiliki di Indonesia agar lebih namaste.
Setelah ramai-ramai pro dan kontra Indonesia Tanpa Pacaran, kali ini muncul Indonesia Tanpa Feminis di media sosial. Kalau Indonesia Tanpa Pacaran berfokus pada ajakan kesadaran diri masing-masing orang buat mutusin pacarnya lalu membayar biaya pendaftaran dengan jumlah terntentu biar bisa dapat suvenirnya sekalian, Indonesia Tanpa Feminis sedikit lebih ribet karena sekilas ia justru menimbulkan “peperangan” antarperempuan—yang mendukung feminisme dan yang tidak.
Kelompok “Indonesia Tanpa” ini cukup betah wara-wiri di lini masa, walaupun membosankan setengah mati. Maksud saya, memangnya orang-orang ini benar-benar menganggap bahwa pacaran dan feminisme adalah satu-satunya hal yang membahayakan di muka bumi ini, ya??? Apakah mereka-mereka ini tidak menyadari bahwa ada banyak hal yang harusnya kita “tanpa-tanpa”-kan???
1. Indonesia Tanpa Perundungan dan Kekerasan
Ramai-ramai kasus Audrey (yang diikuti pula dengan tagar #AudreyJugaBersalah) menjadi salah satu contoh bahwa budaya perundungan dan kekerasan masih berlaku. Di lain tempat, sebuah berita menuliskan bahwa seorang santri tewas usai dikeroyok 17 kawannya. Gila? YA EMANG GILA, MALIH, HADEEEEEEH INI NGAPAIN DAH PADA TONJOK-TONJOKKAN!!!!1!!!1!!
Ehm. Maaf, saya agak emosi. Tapi, ya, gitu pokoknya: Indonesia Tanpa Perundungan dan Kekerasan ini penting. Titik.
2. Indonesia Tanpa Cebong dan Kampret
Kisruh yang ditimbulkan di lini masa dan grup WhatsApp keluarga belakangan ini penyebabnya cuma satu: kampanye Pilpres 2019. Orang-orang terdekat kita secara ajaib menjelma sebagai cebong, sementara yang lain menjadi kampret.
Mendukung pilihan calon presiden tentu hak masing-masing dari kita. Tapi, bakal menjadi menyebalkan kalau kedua belah pihak tak henti-hentinya saling menyerang satu sama lain. Lah wong Pak Prabowo sama Pak Jokowinya masih ketawa-ketiwi bareng, kok situ yang bela-belain marahan sama teman hanya karena pandangan politiknya beda?
3. Indonesia Tanpa Falling in Love with People We Can’t Have
Jatuh cinta adalah fase hidup paling sialan yang terjadi di dunia ini. Pendidikanmu boleh setinggi langit, tapi kalau sudah menyangkut cinta—mamam tu ijazah, cinta kadang nggak bisa pakai logika!
Seolah jatuh cinta belum cukup complicated, manusia cenderung memiliki pola untuk jatuh cinta pada orang-orang yang tak bisa dimiliki alias falling in love with people we cannot have. Hal ini, FYI aja, adalah hal paling memuakkan dan menyakitkan yang terjadi bersama-sama, sementara yang bisa kita lakukan adalah…
…eh, apa ya? Apa, sih, yang bisa kita lakukan pada keadaan bodoh ini?
Entahlah, tapi mungkin membangun kelompok Indonesia Tanpa Falling in Love with People We Can’t Have bisa membantu. Kamu bisa bertemu orang-orang yang senasib, saling berkisah, curhat, dekat, lalu siapa tahu jatuh cinta, tapi lagi-lagi pada person you can’t have. Mamam!
4. Indonesia Tanpa Ketidakpastian
Kapan dosen pembimbing bakal membalas pesan WhatsApp? Kapan gebetan bakal nembak dan berhenti tarik-ulur menyebalkan? Kapan sinetron Tersanjung bakal di-remake? Kapan ini? Kapan itu?
Begitu banyak pertanyaan yang ada di kepala kita gara-gara ketidakpastian. Pada momen kita merasa berada dalam situasi ini, rasanya pasti menyebalkan: maju salah, mundur apalagi. Sesuatu yang kita inginkan begitu besar di dunia ini justru memberi jawaban paling nggak menyenangkan: lihat nanti gimana.
Hadeeeh, ini sungguh bahaya yang paling mengancam dibandingkan apa pun!!!!!1!!1!!!
5. Indonesia Tanpa Indonesia Tanpa
Ya, benar, usulan terakhir adalah: Indonesia Tanpa Gerakan Indonesia Tanpa. Daripada repot-repot harus membenci banyak hal dan mengajak orang-orang untuk turut membencinya agar dihapuskan dari Indonesia, kenapa tidak duduk manis saja dan menyadari kenyataan keras, yaitu…
…bahwa dunia ini memang tercipta dari hitam dan putih, baik dan buruk, kebaikan dan kejahatan?