Curhat
Dear Gus Mul yang agak ganteng dan Cik Prim yang agak cantik…
Sebenarnya saya agak rikuh untuk menceritakan semua ini; masa orang yang bacaannya Madilog dan Para Bajingan yang Menyenangkan tapi curhatnya termehek-mehek. Tapi biarlah, karena yang saya tahu, sekaliber Pramoedya pun sempat galau karena cewek.
Sebelumnya, saya sudah baca petuah-petuah non bijaknya Kak Agus dan Cik Prim di sini, di rubrik curhat, dan semua itu memang nggak ada gunanya. Tapi anehnya, saya kok mau-maunya ikut-ikutan mengirimkan curhat ke sini.
Begini Kak Agus dan Cik Prim.
Dua tahun lalu, saya resmi menyandang titel jomblo yang ditinggal nikah. Oke itu dua tahun lalu, dan saya pun sudah melupakannya. Nah, yang menjadi soal adalah, saya sudah tidak percaya lagi pada diri saya sendiri.
Kejadian terakhir adalah minggu kemarin, ketika saya naik gunung dan ternyata dibarengi oleh seorang wanita. Dia wanita yang cukup manis, senyumnya menawan, dan pakai kacamata. Persis kaya Mbak Kalis lah.
Jujur, saya baru mengenalnya saat itu juga. Belakangan, melalui obrolan kami selama naik gunung, saya jadi tahu kalau ternyata kami lulus dari pesantren yang sama, dia adik tingkat saya, kami beda enam tingkat. Sejak saat itu, saya langsung merasa seperti ada ikatan emosional yang membuat saya merasa begitu mudah akrab sama dia.
Saya kemudian mulai tertarik untuk lebih mengenal dia lebih jauh, mulai sering mengintip akun media sosial dia baik di instagram maupun di facebook.
Nah, yang membuat saya masygul adalah, saya dan dia punya selera dan bahan bacaan yang begitu berbeda, sangat berlawanan. Saya bacaannya buku-buku filsafat, sedangkan dia buku-buku hadits.
Salah satu peristiwa yang begitu saya ingat tentang perbedaan kami adalah sewaktu kami duduk bersama di depan tenda, saat itu, ia bilang begini, “buat apa sih anak-anak Hima bacaannya filsafat, kalau toh ujung-ujungnya Quran juga yang dikaji. Suka nggak ngerti deh”. Saya hanya tersenyum pahit, dan ia baru tahu kemudian kalau saya adalah salah satu bagian dari anak Hima yang ia maksud.
Nah, menurut Gus Mul atau Cik Prim, apa yang harus saya lalukan untuk menghadapi perbedaan ini. Apakah saya harus mundur karena perbedaan ini? Hamba mohon bantuannya.
Tabik.
Azis.
Jawab
Dear Azis
Langsung saja ya, saya sedang nggak ingin berbasa-basi, soalnya ini malam minggu, saya mau malam mingguan sama Kalis, dia sudah nungguin dari tadi.
Begini, Azis. Yang namanya hubungan pria dan wanita itu pada dasarnya dibangun pada fondasi perbedaan. Ia akan selalu memunculkan ketidaksamaan. Dan ia justru diperlukan sebagai penguji konsistensi dan sarana bagi keduanya untuk saling melengkapi. Ia adalah apa yang disebut sebagai lock and key, ia apa yang disebut sebagai adalah mur dan baut, dan ia adalah apa yang disebut sebagai yin dan yang.
Perbedaan akan selalu ada, begitupun dengan persamaan. Keduanya punya fungsi yang berbeda.
Persamaan, bisa berfungsi sebagai penyatu, baik itu persamaan besar seperti kesamaan visi, kesamaan keinginan untuk saling mencintai, dan sebangsanya, juga persamaan-persamaan kecil seperti, yang ada pada kasus sampeyan, sama-sama lulusan pesantren, sama-sama suka naik gunung, dan mungkin persamaan-persamaan lainnya. Ia bisa berfungsi sebagai penyeimbang. Perbedaan, ia harus selalu ada.
Mau punya kesamaan visi, kesamaan minat, kesamaan pendidikan, kesamaan pandangan politik, bahkan sampai kesamaan mencintai, namun jika jenis kelaminnya juga sama, maka percuma. Intinya, perbedaan harus selalu ada.
Nah, dalam kasus sampeyan, salah satu perbedaan itu berupa selera dan bahan bacaan.
“Apakah saya harus mundur karena perbedaan ini?”
Yo saksakmu bos. Sampeyan mau maju monggo, mau mundur ya monggo. Yang mau pacaran sampeyan, kok saya yang harus jawab.
Tapi yang jelas, begini, jika sampeyan maju untuk mendobrak perbedaan tersebut, maka itu akan menjadi sarana yang tepat bagi anda untuk bertukar pikiran dengan si dia. Si dia akan menjelma menjadi bukan sekadar pacar, tapi juga lawan diskusi yang baik, sparing partner yang mumpuni, ampuh, dan alot.
Bahkan, jika nantinya sampeyan berhasil menyingkirkan perbedaan tersebut, dan mampu menjadikan si dia bisa menerima kajian-kajian filsafat yang sampeyan sampaikan, maka itu bisa menjadi sumbangsih sampeyan untuk dunia perfilsafatan. Rene Descartes pasti bakal bangga sama Anda.
Ingat, hanya karena sampeyan suka baca buku filsafat, jangan kemudian beranggapan bahwa sampeyan hanya cocok pacaran sama pengemar bacaan filsafat juga.
Lagian, kalau sampeyan penginnya pacaran cuma sama orang yang sama-sama bacaanya filsafat, pacaran saja sama Puthut EA.