MOJOK.CO – Dari situasi minus 9 ketika mengawali Liga 2, kini PSIM Yogyakarta sudah mengumpulkan nilai 9. Performa terbaik menjelang Derbi DIY vs PSS Sleman.
Kabar tak mengenakkan diterima skuat PSIM Yogyakarta menjelang sepak mula Liga 2 musim 2018/2019. Manajemen harus mau menelan pil pahit ketika skuat PSIM harus mengawali liga dengan memikul beban sanksi pengurangan sembilan poin. Masalah di masa lalu, menghantui manajemen PSIM di masa kini.
Sanksi pengurangan sembilan poin terjadi manajemen tidak bisa langsung melunasi tunggakan gaji tiga mantan pemain asing PSIM. Mereka adalah Lorenzo Rimkus, Emile Lingkers, dan Kristian Adelmun. Ketiganya pemain asing berdarah Belanda yang memperkuat Laskar Mataram di Divisi Utama tahun 2012 yang lalu. Saat itu, tim-tim dari Divisi Utama dan kasta kedua masih boleh menggunakan servis pemain asing.
Surat sanksi itu ditandatangani langsung oleh Risha A. Widjaya, Chief Executive Officer tertanggal 25 April 2018. Hukuman tersebut merupakan tindak lanjut dari surat sengketa tentang ketenagakerjaan yang yang sebelumnya dikirimkan oleh FIFA dan sudah diterima langsung oleh manajemen PSIM, melalui perantara Sekretaris Jendral PSSI, Ratu Tisha.
Isi surat tersebut berbunyi, “Bahwa sesuai dengan keputusan FIFA Disciplinary Committee sebagaimana dijelaskan dalam surat PSSI makan kub PSIM Jogja dihukum pengurangan poin sebanyak sembilan di kompetisi Liga 2 2018. Pada poin selanjutnya, PT LIB, selaku operator liga, diwajibkan melakukan implementasi hukuman dengan melakukan pengurangan poin tersebut.
Maka terjadilah, tim asal Kota Yogyakarta ini mengawali kompetisi Liga 2 2018 dengan pengurangan sembilan poin. Posisi juru kunci pun otomatis menjadi skuat Parang Biru. Padahal, Liga 2 Wilayah Timur berisi tim-tim kuat dengan skuat yang cukup bagus. lawan-lawan yang biasanya sulit dikalahkan ketika bermain di kandang sendiri.
Mereka adalah Madura FC, PSS Sleman, Martapura FC, Mojokerto Putera, Persiba Balikpapan, dan Persegres Gresik United. Dua nama terakhir adalah “limpahan” dari Liga 1 musim lalu. Persiba Balikpapan dan Persegres Gresik United adalah dua tim yang terdegradasi dari Liga 1. Tim-tim seperti ini biasanya sangat termotivasi untuk segera kembali ke Liga 1.
Menanggung beban pengurangan tiga poin, laju PSIM di awal Liga 2 pun tersendat. Semakin berat. Di partai pembuka, skuat asuhan Bona Simanjuntak ini kalah ketika tandang ke rumah Madura FC dengan skor 3-1. Akibatnya, skuat PSIM semakin terpuruk dengan minus sembilan poin dan minus selisih gol.
Setelah menelan kekalahan di laga pembuka Liga 2, PSIM masih gagal merengkuh poin penuh di dua laga selanjutnya. Bermain di kandang sendiri menghadapi Mojokerto Putera lalu tandang ke rumah PSBS Biak, PSIM hanya bisa bermain imbang. Kedua pertandingan ini berakhir dengan poin yang identik: bermain imbang 0-0.
Jadi, dalam tiga pertandingan, klub yang lahir pada tahun 1929 ini hanya bisa mengumpulkan dua poin saja. Sadar bahwa beban mereka semakin berat, mental skuat PSIM justru semakin tebal. Seperti yang diakui oleh Angger Woro Jati, personel PSIM Stat, situasi minus sembilan poin di awal Liga 2 justru dijadikan modal untuk memperbaiki performa. “Menjadi motivasi tersendiri,” kata Angger.
Angger juga mengungkapkan bahwa beliau sempat mengobrol dengan beberapa pemain Warisane Simbah. Beberapa pemain yang ditemui oleh Angger mengungkapkan bahwa jika PSIM tidak mendapatkan sanksi minus sembilan, kemungkinan performa skuat malah tidak sebaik ini. Situasi terdesak justru bisa membuat manusia mengeluarkan daya dan energi yang sebelumnya tidak mereka bayangkan. Determinasi untuk menyelamatkan tim menjadi kekuatan yang besar.
Aura perubahan yang positif tidak hanya terpancar dari para pemain. Tim pelatih pun terpacu untuk mengubah situasi yang tidak menguntungkan menjadi kekuatan. Musim lalu, ketika tandang, Laskar Mataram banyak bermain menunggu. Bermain bertahan untuk minimal berusaha tidak kalah. Musim yang berat ini, tim pelatih mengubah cara pandang tim.
Setiap pertandingan diperlakukan sebagai partai normal, seperti ketika bermain di kandang sendiri. Semua pertandingan juga diperlakukan seperti laga final. Do or die. Berusaha sekuat tenaga atau mati mengenaskan. Perubahan dari pola pikir menghasilkan perubahan yang positif di atas lapangan. PSIM menjadi lebih tangguh, bahkan ketika bermain tandang.
Setelah menyadari bahwa skuat ini harus memenangi semua pertandingan, hasil-hasil positif pun berdatangan. PSIM mengawalinya dengan mengalahkan Persegres Gresik United ketika bermain di Gresik. Skor dramatis, 2-3, mewarnai perjuangan anak-anak Mataram.
Setelah mengalahkan Persegres Gresik, Laskar Mataram meraup tiga kemenangan berturut-turut. Mereka mengalahkan Persiba Balikpapan (dengan skor 2-1), mengalahkan Martapura FC (3-1), dan mengalahkan Persigo Semeru FC Lumajang (1-0). Kemenangan terakhir didapat ketika tandang. Jadi, dari dua laga tandang dan dua laga kandang PSIM selalu menang.
PSIM melanjutkan tren positif dengan menahan imbang Persiwa Wamena dengan skor 2-2 dan mengalahkan Kalteng Putera dengan skor 2-0. Jangan lupakan juga, PSIM sempat mengalahkan Persitema Temanggung dengan skor 2-0 di pertandingan Piala Indonesia untuk berhak melaju ke babak 64 besar.
Hasil positif yang dikumpulkan Parang Biru setelah tiga hasil negatif di awal musim menegaskan bahwa mereka tengah berada dalam performa terbaik. Momen yang sungguh tepat. Performa terbaik sangat cocok untuk dijadikan modal menyambut Derbi DIY melawan PSS Sleman yang akan digelar di Stadion Sultan Agung, Bantul.
Performa terbaik akan sangat membantu di laga sarat emosi seperti ini. Pertandingan derbi selalu menghadirkan suasana yang berbeda. Tekanan laga ini akan memberatkan mental setiap pemain dan tim pelatih. Kepercayaan diri yang terbangun dari rentetan hasil positif, ditambah bermain di depan pendukung sendiri, PSIM mendapat semua keuntungan untuk memenangi Derbi DIY.
Pada akhirnya, coba pembaca bayangkan jika PSIM tidak perlu mengawali Liga 2 dengan situasi minus sembilan dan bermain dengan performa seperti sekarang ini. Bisa jadi, papan atas adalah ekosistem bagi anak-anak PSIM.