MOJOK.CO – Pada akhirnya, melepas Arsene Wenger adalah usaha untuk berlutut di depan kebun inspirasi.
Sore ini kepala saya pengar. Sudah dua hari pusing tidak hilang. Jadi, yang saya lakukan hampir seharian penuh di kantor adalah tidur di sofa, di lantai dua. Tidur yang tak pernah nyenyak itu pecah oleh getaran telepon genggam di meja kaca di samping sofa. Seorang kawan menelepon, mengabarkan bahwa Arsene Wenger mundur. Musim depan, beliau tak lagi melatih Arsenal.
Telepon, yang saya anggap guyonan belaka itu ternyata bukan main-main. Beberapa detik kemudian, seorang kawan mengirim potongan gambar berisi ucapan perpisahan Arsene Wenger lewat situsweb resmi Arsenal. Seketika itu saya terjaga. Duduk terdiam beberapa detik di tepi sofa. Sang Profesor akhirnya mundur dari kursinya.
Subuh tadi, jika pembaca adalah followers @arsenalskitchen di Twitter, saya sempat berkicau bahwa sudahi dulu soal perdebatan pelatih baru Arsenal pengganti Wenger. Perasaan ini sudah tak jenak ketika membaca cukup banyak kabar yang masuk perihal nama-nama potensial yang dijagokan oleh jajaran manajemen.
Saya ingin menyudahi perdebatan pelatih baru karena perdebatan itu sendiri sudah menjemukan. Sudah tak lagi menarik lantaran ketika Wenger masih menjabat, manajemen tak akan sampai hati mengeluarkan surat pemecatan. Para haters yang berbudi pasti paham bahwa Wenger tidak bisa dipecat. Jalan mengundurkan diri adalah solusi satu-satunya dari saga ini.
Dan sore ini, tanggal 20 April 2018, sore waktu Indonesia, Arsene Wenger resmi mengundurkan diri. Namun, pengunduruan diri Wenger baru akan berlaku di akhir musim nanti. Sebuah keputusan yang pastinya bisa dipahami. Tanpa pelatih di tengah jalan, atau di paruh akhir musim, tentu bukan situasi yang ideal.
Wenger mundur dengan meninggalkan segala cinta dan kesetiaan yang besar untuk Arsenal, klub yang sudah ia latih selama 22 tahun. Ia membangun kerajaannya sendiri, membangun pondasi, meraih sukses ketika satu musim penuh tidak kalah, hingga akhirnya, merasakan sendiri kejatuhannya selama 5 tahun terakhir. Juara Piala FA, yang tak bisa disepelekan itu, tak lagi bisa memuaskan dahaga banyak suporter Arsenal akan prestasi.
Wenger mengakhiri surat perpisahannya dengan sebuah ungkapan “cinta dan dukungan saya selalu untuk Arsenal”. Sebuah penggalan kalimat yang sukses membuat dada saya berdesir.
Arsene Wenger memang kehilangan banyak dukungan dan cinta dari suporter lantaran enggan mundur ketika ia justru membawa Arsenal menuju stagnasi. Ketika ia sukses mengangkat Piala FA untuk kedua kalinya, para suporter merasa inilah perpisahan paling agung untuk Wenger. Ketika ia tengah berjaya. Namun apa daya, Wenger membubuhkan tanda tangan di atas kontrak baru yang (seharusnya) menahannya hingga akhir musim 2019 nanti.
Dan musim ini, untuk kesekian kali, Wenger menunjukkan stagnansi itu. Secara telak, manajer asal Prancis itu menunjukkan cara menjaga inkonsistensi. Arsenal kembali terlempar dari empat besar, “posisi suci” yang selama beberapa tahun tak pernah lepas dari genggamannya.
Namun, jangan sampai mata para Gooners tertutup sepenuhnya oleh kebencian. Tanpa cinta dari Wenger, Arsenal bakal kesulitan untuk selalu lolos ke Liga Champions. Wenger kehilangan banyak dana untuk membangun stadion. Ia melalui musim-musim dengan komposisi pemain yang saat ini banyak terlihat di klub-klub seperti West Bromwich Albion atau Southampton.
Wenger menunjukkan kesetiaan yang begitu besar untuk bertahan, menyelesaikan misi yang sudah ia awali sejak lama. Ia memalingkan muka dengan tegas ketika mendapat tawaran dari klub kaya untuk menangani proyek-proyek berbiaya mahal. Wenger setia dengan pemain-pemain muda Arsenal yang sudah ia anggap sebagai anak sendiri.
Maka, kalimat “cinta dan dukungan saya selalu untuk Arsenal” itu bermakna begitu dalam untuk saya. Memberi peringatan, untuk sekali lagi, jangan pernah mengurangi semangat dukungan untuk Arsenal.
Sebenci apapun kamu, sesengit apapun kamu, di sisi jauh hatimu, letakkan altar penghormatan yang sederhana untuk Wenger. Sederhana saja, karena cinta sebetulnya tak pernah menuntut untuk diberi mahkota dan kalung bertahtahkan berlian. Cinta adalah hal sederhana yang menjadi dasar untuk setiap perjuangan.
Oleh sebab itu, sampai akhir musim nanti, sudahi perdebatan #Wengerout dan #Wengerstay. Saatnya Gooners menepikan perbedaan untuk sekali lagi mendukung Arsenal tanpa menyebut soal pelatih.
Saat ini, tak ada lagi perdebatan soal pelatih. Saat ini, topik diskusi kita adalah soal cinta yang penuh untuk Arsenal. Hanya dengan inilah perginya Arsene Wenger menjadi bermakna penuh.
Pada akhirnya, melepas Arsene Wenger adalah usaha untuk berlutut di depan kebun inspirasi. Di depan altar penghormatan akan segala air mata dan keringat Arsene Wenger.