Bulan Ramadan sudah hampir habis, dan rubrik Nabati belum juga membahas soal kolang-kaling? Dasar website nggak tahu diri.
Yah, maafkan kami, maklum, kami para awak Mojok sibuk kencan, sibuk menghadiri acara bukber, sibuk beramal, jadi ya kadang lupa hal-hal yang prinsipil seperti itu. Oleh karena itu, sebagai bentuk penebusan, di edisi Nabati kali ini, kami memutuskan untuk membahas kolang-kaling. Semoga ini bisa menjadi penebusan sempurna dan pemuas bagi jiwa kalian yang senantiasa kering dan dahaga.
Seperti yang sudah kita ketahui bersama, kolang-kaling adalah camilan pelengkap minuman yang berasal dari biji pohon aren. Rasanya yang khas dengan bentuknya yang kecil-kecil lonjong dengan teksturnya yang kenyal dan empuk menjadikan kolang-kaling banyak digunakan sebagai pelengkap minuman, dari es cendol, es campur, wedang ronde, bajigur, sampai kolak.
Minuman dengan campuran kolang-kaling sangat cocok sebagai hidangan untuk sahur. Sebab, kolang-kaling mempunyai kadar karbohidrat yang tinggi, sehingga mampu memberikan rasa kenyang bagi orang yang mengonsumsinya.
Kolang-kaling mempunyai kandungan serat yang baik, sehingga ia mudah dicerna oleh tubuh, ia juga mengandung protein, serta mineral seperti kalsium, besi, dan fosfor. Selain itu, kolang-kaling juga mempunyai kadar air yang sangat tinggi, yaitu mencapai 94 persen, hal yang kemudian membuat kami bingung untuk memilih kalimat yang tepat, antara “makan kolang-kaling” atau “minum kolang-kaling”.
Nah, kalau makan kolang-kaling, kewaspadaan harus senantiasa ditingkatkan, sebab, jika suatu saat, kalian minum minuman yang ada kolang-kalingnya, dan begitu dikunyah ternyata tidak kenyal tapi malah keras, maka cek, itu beneran kolang-kaling atau batu akik milik mamang penjual yang ikut nyemplung di gelas.
Lha bentuknya sama je.